Hari ini saya melihat 3 kecelakaan di lokasi berbeda. Uniknya korban kecelakaan justru kalangan wanita terutama ibu-ibu.Â
Saya melihat korban harus dibopong oleh warga dan pengendara lain untuk menepi jalan. Terlihat ekspresi syok, menahan sakit dan menangis.Â
3 kejadian rentan waktu sehari membuat saya berpikir mengapa wanita rentan menjadi korban laka lantas. Bukan bermaksud menggeneralisasi namun kerap kali kecelakaan justru dialami kaum wanita.Â
Saya berasumsi ada beberapa faktor penyebab terjadinya kondisi ini. Apa saja?Â
1. Keputusan Yang Kadang Ragu
Pernah satu ketika saya mengendarai kendaraan di belakang seorang ibu yang membawa motor. Dari jauh terlihat ibu bolak-balik lihat spion dan menoleh ke belakang.Â
Saya berasumsi bahwa si ibu sudah paham situasi di belakangnya namun terlihat ragu hendak berpindah haluan. Saya yang di belakang justru yang ikut panik apalagi secara tiba-tiba si ibu sudah ambil haluan pindah ruas jalan.
Padahal di belakangnya ada kendaraan lain alhasil nyaris terjadi kecelakaan termasuk saya sendiri. Ada rasa kesal dalam hati melihat aksi si ibu yang seakan ragu mengambil keputusan saat berkendara.Â
Pengendara pria biasanya lebih tegas dalam berkendara seperti kapan akan belok, berhenti atau pindah haluan. Keraguan justru menciptakan kebingungan banyak pihak. Mungkin pembaca pernah mengalami kondisi ini?Â
2. Kestabilan Dalam Berkendara
Ada stigma menyebutkan kondisi fisik wanita tidak sekuat pria. Kadang ini mempengaruhi cara berkendara kendaraan di jalan.Â
Hal yang kerap terjadi ketika wanita mengendarai kendaraan dan tidak sengaja melewati area berlubang. Reflek tubuh bergoyang dan membuat tidak stabil dalam mengendarai kendaraan khususnya roda dua.Â
Melewati jalan licin atau berpasir, kerap terjatuh karena tidak siap menghadapi goncangan atau jalan yang tidak mulus.Â
Hal yang bikin geleng-geleng kepala banyak kalangan wanita mengendarai motor dengan CC besar. Padahal kendaraan khususnya roda dua dengan CC besar biasanya lebih berat dan besar dari tampilan.Â
Saya saja jika menuntun motor besar masuk ke garasi kadang goyang. Artinya butuh fisik prima agar bisa mengendarai atau membawa motor ukuran besar.Â
Resiko besar ketika ketidakstabilan ini berlanjut hingga di jalan besar. Jangan sampai di klakson, kaget dan kemudian ambruk jatuh karena tidak kuat menahan motor.Â
3. Kurang Memahami Marka dan Fungsi Kendaraan
Ini adalah yang bikin saya kesal. Saya selalu menghindari berada di belakang ibu-ibu saat berkendara.Â
Benar kata orang, pengendara dari kalangan ibu-ibu kadang suka-suka sendiri. Sein ke kiri belok ke kanan, sein ke kanan belok ke kiri. Lebih ngeri lagi sein tiba-tiba atau bahkan tidak menghidupkan lampu sein saat belok.Â
Melawan arah pun kerap saya temukan. Biasanya di lokasi padat seperti pasar, jalan satu arah, pemukiman dan sebagainya. Ingin menegur kadang hati ciut juga karena si ibu justru lebih galak ketika ditegur karena melanggar marka.Â
Sudah tahu jalan satu arah eh ini malah mengendarai dari arah berlawanan. Tidak kaget ketika ada kecelakaan di ruas ini pasti ada yang melanggar. Kian mengelus dada jika disebabkan oleh pengemudi yang semau sendiri.Â
4. Jam Terbang Masih Kurang
Menurut saya ini juga berpengaruh. Contoh tante saya membawa kendaraan hanya untuk jarak dekat seperti ke pasar, minimarket yang jaraknya kurang dari 3 km.Â
Semakin sering kita membawa kendaraan, melewati berbagai medan/jalan maka pengalaman berkendaraan pun meningkat. Teringat dulu saat pertama bisa bawa mobil, melihat tanjakan curam depan mata sudah bikin panik dan keringat dingin.Â
Kini ketika sudah terbiasa melewati jalan seperti ini maka sudah tidak panik lagi. Berbeda bagi tante saya yang masih panik melihat tanjakan curam. Ini karena dirinya terbiasa melewati jalanan kota yang rata dan mulus.Â
Di atas hanya contoh kasus dimana ada pengemudi mobil yang dikendarai wanita salah menginjak pedal gas yang membuat seorang wanita hamil meninggal. Kejadian ini kerap menimpa pengemudi kendaraan matic.Â
Bagi yang sudah pengalaman biasanya memiliki rasa yang kuat. Bahkan untuk kendaraan matic, biasanya kaki terbiasa menginjak perlahan lebih dulu. Cara lain ketika maju dibarengi dengan menurunkan rem tangan.Â
Tujuan ketika sadar salah injak pedal maka masih bisa tertahan dengan rem tangan atau mengerem. Pengalaman bisa membuat reflek kita terlatih dengan baik.Â
5. Terlalu Multi Tasking
Orang multi tasking sangat dicari dalam dunia kerja namun bisa membawa masalah jika dalam berkendara.Â
Saya kerap melihat cewek menyetir sambil pegang hp. Padahal kondisi ini sangat berbahaya karena tidak fokus.Â
Ada satu kejadian yang bikin saya geleng-geleng kepala. Terjadi kecelakaan mobil menabrak pengendara lain. Ternyata kecelakaan diduga karena kelalaian si pengendara mobil. Si pengemudi ternyata menyetir sambil make-up di dalam mobil.Â
Ini karena dirinya sudah terburu-buru dan tidak sempat berdandan. Alhasil ia berinisiatif berdandan sambil menyetir.Â
Pernah juga ada 2 pengendara motor ibu-ibu yang berjalan berdampingan. Hebatnya 2 ibu-ibu membawa kendaraan masing-masing sambil mengobrol. Sontak kejadian ini membuat ruas jalan habis karena 2 kendaraan berdampingan dan ibu-ibu ini berkendara pelan karena sambil bergosip.Â
***
Musibah memang tidak bisa ditebak dan bisa terjadi kepada siapa saja. Namun saya kerapkali melihat korban kecelakaan justru menimpa para wanita.Â
Ternyata ada beberapa hal yang menjadi faktor penyebab seperti kurang pemahaman tentang marka, tidak stabil atau pengalaman mengendarai kendaraan masih kurang.Â
Semoga kita kian berhati-hati dalam berkendara. Tulisan ini bukan bermaksud menyudutkan para wanita namun lebih kepada upaya peningkatan kewaspadaan di jalan raya.Â
Semoga Bermanfaat
--HIM--
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H