Sayangnya wisatawan mulai bosan dan merasa desa tersebut tidak ada bedanya dengan desa lainnya. Inilah yang menyebabkan desa wisata memiliki konsep monoton.Â
Hanya ada sebagian kecil yang berhasil menemukan kekhasannya sendiri seperti Desa Celuk Sukawati di Gianyar karena dikenal sebagai desa penghasil kerajinan perak.Â
# Bentrok Kepentingan Antara Stakeholder
Setiap pemangku kepentingan (stakeholder) pasti memiliki kepentingan masing-masing yang kadang bentrok. Pemerintah berkepentingan dengan adanya desa wisata dapat menarik wisatawan baik lokal maupun mancanegara.Â
Masyarakat ingin kelompoknya diberdayakan dan terlibat dalam pengelolaan sehingga bisa memberikan dampak secara ekonomi. Pihak swasta ingin meningkatkan potensi dengan pembangunan sarana penunjang yang artinya mereka juga berharap mendapatkan keuntungan finansial lebih dari pembangunan tersebut.Â
Bagi pemerhati lingkungan berharap pengembangan tidak merusak lingkungan dan bersifat berkesinambungan.Â
Adakalanya muncul bentrok kepentingan seperti masyarakat dengan pihak swasta, pemerintah dengan LSM atau pemerhati lingkungan dan sebagainya. Selagi bentrok ini terlalu mendominasi maka pengembangan akan stagnan atau bahkan berada di jalan buntu.Â
# Ketakutan Akan Dampak di Masa Depan
Wajar rasanya dalam setiap tindakan akan menciptakan sisi positif dan negatif. Masyarakat kerap mempertimbangkan dampak negatif yang bisa saja terjadi terhadap pengembangan desa wisata.Â
Contoh sederhana di masyarakat Bali kerap ada aturan (awig-awig) yang mengikat termasuk di desa. Misalkan aturan bahwa harus bertindak sopan, kebersihan dan menjaga tingkah laku selama di desa. Padahal kita tahu bahwa wisatawan asing ataupun nusantara yang datang ke Bali banyak yang bersikap arogan, cuek, dan tidak mau tahu.Â