Banyak pakar ekonomi mengatakan bahwa tahun 2023 atau dalam beberapa tahun ke depan, banyak negara terancam resesi. Mengutip salah satu portal lembaga ekonomi menyatakan bahwa resesi sebagai
Keadaan dimana perputaran ekonomi suatu negara berubah menjadi lambat atau buruk. Perputaran ekonomi yang melambat ini bisa berlangsung cukup lama bahkan tahunan akibat dari pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) suatu negara menurun selama dua kartal dan berlangsung secara terus menerus
Dampak resesi ekonomi ini mirip dengan kejadian Krisis Moneter yang sempat melanda Indonesia tahun 1998. Saya ingat kondisi ekonomi sangat terpuruk. Harga barang naik namun disisi lain kemampuan belanja masyarakat menurun.
Hebatnya resesi Indonesia pada 1998 menimbulkan peningkatkan jumlah kemiskinan. Pada 1996 diketahui garis kemiskinan di Indonesia mencapai 22,5 juta jiwa atau sekitar 11,3% dari total penduduk.
Ironisnya di akhir tahun 1998, jumlah penduduk miskin naik tajam menjadi 49,5 juta orang atau sekitar 24,2% dari total penduduk (Sumber Klik Di sini). Saya personal pun ada ketakutan jika ada ancaman resesi.Â
Masa pandemi Covid-19 saja sudah membuat ekonomi berjalan mundur, banyak menciptakan pengangguran, usaha tutup dan masyarakat mengalami kesusahan untuk menghidupi dirinya dan keluarga.Â
Sahabat saya bahkan mewanti-wanti saya untuk menyiapkan diri jika benar-benar terjadi resesi ekonomi dalam waktu dekat ini. Ada beberapa cara perlu dilakukan agar kita bisa aman seandainya memang terjadi resesi.Â
# Terapkan Besar Tiang daripada Pasak
Jika ada istilah besar pasak daripada tiang yang menjelaskan pengeluaran lebih besar daripada pengeluaran maka kini kita coba terapkan sebaliknya. Membuat pengeluaran lebih kecil dibandingkan pemasukan agar kita bisa menabung sebagai upaya jaga-jaga.Â
Mungkin kita butuh adaptasi karena ikut mengubah perilaku kita. Misalkan mengubah kebiasaan dari menggunakan mobil untuk operasional kini membiasakan menggunakan motor atau transportasi umum. Tentu saja ini akan membuat kita hemat khususnya dalam pengeluaran bahan bakar.Â
Saya pun yang biasanya tiap minggu atau hari libur digunakan untuk wisata maka kini sebulan cukup 1-2 kali saja atau memilih tempat wisata murah meriah. Tanpa disadari gaji kita menjadi tersisa lebih banyak. Akhirnya saya alihkan untuk ditabung.Â
# Pisahkan Pengeluaran Per Kategori
Kesalahan banyak orang dalam mengatur keuangan adalah tidak memiliki proyeksi pengeluaran dan pengklasifikasian alokasi dana.Â
Saya sempat menonton video yang cukup inspiratif di mana seseorang mengedukasi cara mengatur budget pribadi/keluarga. Dirinya sengaja menyiapkan file plastik dengan membuat tiap kategori.Â
Misalkan sumber pemasukan kita 5 juta perbulan. Maka bisa klasifikasikan pengeluaran sebagai berikut:
- Untuk bayar kos, listrik, air, iuran = 1.000.000
- Makan dan transportasi = 1.800.000
- Keperluan kos dan pribadi = 500.000
- Refreshing/hang out= 400.000
- Asuransi BPJS = 100.000
- Bayar Cicilan = 500.000
- Tabungan/investasi = 500.000
- Dana darurat = 200.000
Kelebihan jika kita membuat klasifikasikan pengeluaran maka kita akan terbiasa menekan pengeluaran dan tetap memiliki aset. Bahkan dana darurat jika suatu-suatu terjadi hal tidak terduga pun sudah ada dana tersendiri.Â
Alokasi untuk tabungan/investasi dan dana darurat inilah yang akan jadi pegangan kita seandainya kelak terjadi resesi ekonomi. Ingat kita perlu belajar pada resesi 1998 dan masa pandemi. Banyak dari kita yang tidak punya tabungan atau dana darurat sehingga jadi terpuruk.Â
# Ciptakan Sumber Penghasilan Baru
Kini saatnya kita mulai mencoba penghasilan baru dan tidak tergantung pada 1 sumber saja. Selain melatih kita lebih mandiri, kreatif, dan pekerja keras juga menghindari risiko kita terganggu jika kehilangan sumber penghasilan utama.Â
Saya ingat seorang teman terkena pengurangan karyawan saat pandemi kemarin. Namun dirinya beruntung selama ini memiliki penghasilan lain yaitu dari usaha jasa titip (jastip). Setidaknya sumber ini bisa menutupi kebutuhan sehari-hari. Bayangkan jika ia tidak punya penghasilan lain selama ini pasti stres karena kehilangan pekerjaan utama.Â
Saya yakin setiap orang punya talenta dan bisa dikembangkan dengan maksimal serta bisa memberikan sumber penghasilan tambahan. Ada yang memanfaatkan hobinya dan membuka jasa fotografer prewed saat akhir pekan, ada yang jualan kue kering buat tambahan pemasukan, menjadi tutor bagi anak, atau rajin mengumpulkan K-Rewards Kompasiana.Â
Saya pun kini memanfaatkan saldo Go-Pay dari Kompasiana yang notabane-nya sumber penghasilan tambahan setelah menulis selama 1 bulan full. Saldo ini saya tabung dan bisa digunakan jika ada kebutuhan urgent misalkan token listrik habis, pulsa habis atau ingin pesan Gojek/makanan online.Â
Penghasilan lain juga bisa dalam bentuk investasi berupa aset, saham, dan sebagainya. Selain jadi tambahan pemasukan bahkan bisa membuat kondisi ekonomi lebih stabil.Â
# Hindari Cicilan, Pinjol atau Kredit yang Tak Perlu
Sudah lumrah sebagai manusia, kita memiliki hasrat untuk mendapatkan sesuatu. Mengingat keterbatasan dana, biasanya memanfaatkan layanan cicilan atau kredit. Sah-sah saja semisal digunakan dengan tepat namun jika digunakan untuk hal tak perlu, lebih baik pertimbangkan ulang.Â
Tidak sedikit orang terlalu mengikuti gengsi akhirnya membeli barang dengan cicilan, kredit atau bahkan memanfaatkan fasilitas pinjaman online (pinjol). Sengaja membeli gadget keluaran baru dan mahal, membeli barang branded atau tergoda dengan promo flashsale akhirnya menjadi konsumtif.Â
Pakailah prinsip "berutang itu berat" dalam diri. Tujuan agar menghindari diri dari jeratan utang. Pernah ada teman yang membeli barang dengan sistem kredit dan parahnya total kredit yang dimiliki menyedot setengah dari gajinya.Â
Saya justru khawatir jika kelak ia menjadi korban dari resesi dengan utang kredit yang banyak. Bisa-bisanya ia akan stres atau bahkan utangnya menjadi tinggi karena denda dan bunga.Â
Lebih baik lebih selektif dan menghindari kredit atau cicilan yang tidak perlu. Jika memungkinkan jangan pakai fasilitas kartu kredit, paylater dan fasilitas lain agar diri kita tidak tergoda menjadi pribadi konsumtif.Â
***
Resesi ekonomi bukanlah hal baru khususnya di Indonesia. Resesi yang berujung pada krisis setidaknya pernah terjadi pada tahun 1963, 1998, 2008, 2013, dan 2020 kemarin. Pakar ekonomi pun sudah memberi sinyal bahwa akan ada peluang terjadi resesi global.Â
Belajar dari pengalaman maka kita perlu melakukan upaya preventif agar kita bisa bertahan seandainya terjadi resesi di Indonesia. Beberapa hal di atas bisa jadi pegangan kita untuk bertahan. Harapan agar resesi tidak terjadi tetap ada namun seandainya terjadi, kita bisa bertahan di tengah keterpurukan ekonomi nasional atau global.Â
Semoga Bermanfaat
--HIM--
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI