Tamiang dimaknai sebagai lambang pelindung bagi manusia di bumi serta perputaran roda alam. Selain itu Endongan memiliki makna perbekalan. Secara sederhana saya memaknai sarana dan prasarana ini sebagai upaya kita mensyukuri berkat Tuhan dan menyadari bahwa manusia akan mengalami roda kehidupan serta ada harapan selama hidup manusia membekali diri dengan ilmu pengetahuan dan kebaikan.Â
Pada sistem kalendar Bali, Hari Raya Kuningan berada pada wuku Kuningan yang menjadi naungan Bhatara atau Dewa Indra yang merupakan dewa perang. Tidak heran jika sarana dan prasarana pelengkap identik dengan simbol alat perang.Â
# Kembalinya Dewa dan Arwah Leluhur Ke Swarga Lokha
Bagi umat Hindu, Pada Galungan dianggap sebagai hari kemenangan Kebaikan (Dharma) melawan Adharma. Tidak hanya itu pada hari ini juga dipercaya dewa dan arwah leluhur datang ke bumi.
Kuningan menjadi masa dimana dewa dan arwah leluhur meninggalkan bumi dan kembali ke Surga. Disinilah umat hindu menghanturkan persembahyangan dan sesajian untuk mengantarkan Dewa dan arwah leluhur kembali ke tempat asalnya.Â
Hal yang patut diingat bahwa segala proses persembahyangan harus selesai sebelum jam 12 siang. Ini karena waktu klimaks atau puncak kembalinya Para Dewa dan Arwah Leluhur meninggalkan bumi.Â
Saya jadi ingat dulu di keluarga nenek saya yang umat Hindu. Keluarga sudah sibuk sejak pagi berpakaian adat Bali dan menyiapkan sarana upacara.Â
Keluarga akan melakukan persembahyangan di pura keluarga sekitar jam 8-9 pagi. Barulah saya tahu memang ada aturan khusus dimana sebisa mungkin pelaksanaan sembahyang harus selesai sebelum tengah hari.Â
# Berakhirnya Masa Libur Panjang
Sebelumnya saya pernah menuliskan tentang pengalaman masa kecil di Bali dimana libur Galungan dan Kuningan berlangsung bisa 2 pekan. Ini merupakan hari-hari yang ditunggu bagi anak sekolah. Kapan lagi bisa libur sepanjang ini.Â