Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Apakah Salah Menjadi Atasan yang Humanis?

12 November 2022   20:29 Diperbarui: 13 November 2022   16:07 494
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemimpin Yang Disukai Anak Buah | Sumber shutterstock

"Kamu nanti jika jadi atasan selalu ingat sama bawahan. Jangan terlalu bossy, jadilah sosok humanis"

"Kamu jangan terlalu baik sama anak buah. Nanti mereka ngelunjak dan malah manfaatin kebaikanmu"

Dua buah nasihat yang sedikit bertolak belakang. Nasihat paling atas adalah dari seorang teman semasa kuliah. Dia berpesan kelak jika kita jadi atasan, tetaplah rendah hati dan peduli pada bawahan. 

Nasihat di bawahnya adalah dari senior di kantor. Baginya atasan yang terlalu baik mudah dimanfaatkan dan justru mengurangi sisi kewibawaan sebagai atasan. Bisa jadi akan ada kasus anak buah yang kurang menghormati atasan karena terlalu baik. 

Secara personal saya tidak bisa menghakimi jika salah satu nasihat tersebut keliru. Bisa jadi nasihat itu diberikan berdasarkan pengalaman berbeda yang dirasakan oleh tiap orang. 

Saya pernah melihat seorang pegawai di sebuah percetakan yang terkena amukan pemilik karena sebuah kesalahan. 

Saya melihat bagaimana raut menahan sedih dan malu karena si pegawai dicaci maki di depan karyawan lain dan pelanggan yang tengah berada di percetakan tersebut. 

Seandainya saya di posisi si pegawai, bisa jadi saya akan langsung mengajukan resign karena merasa tidak kuat memiliki atasan yang super galak dan merendahkan pegawai atau anak buahnya. 

Namun saya juga pernah melihat atasan yang super baik pada bawahan. Terlalu baiknya sampai bawahan seenaknya seperti sering datang terlambat karena atasan jarang menegur, minta ijin semaunya, bahkan bawahan sering meminta sesuatu yang menurut saya kurang etis. 

Jika saya disuruh memilih ingin menjadi karakter atasan yang mana. Saya memilih tetap ingin menjadi atasan yang humanis dengan segala resiko. Adapun beberapa hal mengapa saya memilih ingin jadi sosok atasan humanis, antara lain sebagai berikut:

# Prinsip Hukum Karma Sebagai Pegangan

Hukum Karma Dalam Kehidupan | Sumber Shutterstock
Hukum Karma Dalam Kehidupan | Sumber Shutterstock

Bagi masyarakat Bali, hukum karma selalu jadi pegangan hidup. Jika kamu berbuat baik pada orang lain maka kelak ia akan mendapatkan karma (balasan) yang baik. Begitupun sebaliknya jika berbuat kejahatan maka kelak ia juga akan dapat karma yang buruk. 

Bagi umat kristiani dikenal istilah hukum tabur tuai. Apa yang kamu tabur maka itu yang akan kamu tuai dikemudian hari. Prinsip ini ingin tetap ingin saya jaga jika sebagai atasan. 

Ada kisah menarik suatu ketika saya ingin mengunjungi kantor lama di Pasuruan. Saya ingin wisata ke Malang dari Bali dan mampir sebentar ke kantor di Pasuruan menyapa teman-teman kerja. 

Awalnya saya hanya cerita ke salah satu teman kantor di Pasuruan mengabarkan saya ingin main ke kantor. Ternyata informasi tersebut cepat menyebar. Tanpa diduga sopir di kantor lama mengirimkan pesan memastikan informasi kedatangan saya. 

Bahkan beliau menawarkan akan menjemput. Saya justru sungkan dan mengatakan bahwa tidak perlu dijemput karena nanti akan naik taksi online dan kemungkinan sampai subuh. 

Jadi rencana ingin langsung ke kos teman kerja saya yang di pasuruan. Hal tak terduga, beliau tetap memaksa akan menjemput meski subuh sekalipun. Bahkan teman kerja lain ada yang ingin menyiapkan oleh-oleh buat saya. 

Ada rasa haru, mereka sebaik itu pada saya. Hal menyentuh katanya dulu saat masih penempatan di Pasuruan, saya sudah bersikap baik kepada mereka. Ternyata apa yang kita lakukan (khususnya dalam hal kebaikan) bisa membekas lama dan bisa memberikan dampak baik dalam jangka panjang. 

Momen seperti ini mungkin banyak dirasakan oleh pembaca. Saat ini berbuat baik pada orang lain di kemudian hari saat kita mengalami kesusahan, ternyata ada orang baik yang membantu kesusahan kita. Seakan kita mendapatkan balasan atas kebaikan yang dilakukan di masa lalu meski dilakukan oleh orang berbeda. 

Saya percaya hal ini, ketika kita memudahkan urusan orang lain kelak urusan kita pun akan dimudahkan. Jika kita memaknai hal ini niscaya kita akan berusaha jadi sosok yang baik. 

# Jadikan Pengalaman Masa Lalu Sebagai Cermin

Ada seorang senior bercerita jika dulu saat masih jadi pegawai baru. Dirinya kerap direndahkan atasan dan teman sekitar. Dirinya pun merasa dianak-tirikan di lingkungan kerja. Pengalaman buruk ini membuat dirinya menjadi sosok tegar, mandiri dan berusaha jadi terbaik. 

Beberapa tahun kemudian, senior saya telah dipercaya sebagai leader dengan membawahi beberapa orang. Justru dirinya berusaha bersikap humanis pada bawahan. 

Hal luar biasa, ia jadikan pengalaman buruk masa lalu sebagai cermin untuk memperlakukan orang lain. Ia tidak ingin anak buahnya merasakan dan memiliki pengalaman yang tidak menyenangkan seperti dirinya dulu. 

Sangat jarang saya menemukan sosok seperti ini. Seringkali saya menemukan sosok yang ingin membalas dendam kenangan masa lalu.

Contoh jika dulu ia direndahkan oleh senior, ketika kini posisinya sudah di level atas. Ia membalas sikap senior yang posisinya di bawah dirinya. Atau ketika dulu dia sering dimarahi oleh atasan, maka kini ia juga bersikap sama suka memarahi bawahan.

Sosok yang menjadikan pengalaman sebagai refleksi hidup memang langka namun bukan berarti tidak ada. Kini saatnya kita bisa jadi sosok tersebut dengan menjadikan pengalaman buruk sebagai pembelajaran hidup agar dirinya tidak melakukan hal sama kepada bawahan. 

# Belajar Berempati

Saya pernah menonton sebuah video inspirasi. Seorang atasan mendapati karyawan wanita di kantornya sering datang terlambat. 

Awalnya ia merasa kesal dan bermaksud menegur si bawahan, namun ketika menyadari alasan keterlambatan ia justru berubah sikap. 

Pemimpin Yang Disukai Anak Buah | Sumber shutterstock
Pemimpin Yang Disukai Anak Buah | Sumber shutterstock

Bawahan ini ternyata sebelum berangkat ke kantor harus mengantarkan anaknya yang masih kecil ke rumah orang tua yang lokasinya cukup jauh. Ini karena ia dan suami sama-sama bekerja dan hanya mempercayakan kepada orang tua untuk menjaga buah hati.

Kondisi inilah yang membuatnya datang terlambat. Uniknya si atasan justru memperbolehkan anaknya dibawa ke kantor selagi bisa diawasi dan tidak mengganggu lingkungan kerja. Alhasil justru lingkungan kerja bisa ramah pada anaknya dan bahkan akrab dengan si anak. 

Kondisi atasan yang berusaha berempati pada kondisi bawahan akan jadi anugerah tersendiri bagi si bawahan. Bisa jadi ketika kita bisa berempati pada kesusahan orang lain khususnya bawahan, bawahan merasa menemukan tempat kerja yang tepat dan merasa atasan adalah sosok malaikat di hatinya. 

***

Rejeki bukan selalu dalam bentuk uang. Memiliki atasan yang humanis juga adalah rejeki tersendiri. Namun ketika kita menemukan atasan dengan tipe ini, janganlah justru memanfaatkan kebaikan si atasan. 

Kita pun juga bisa jadi sosok atasan atau pemimpin yang mengutamakan sisi humanis dalam bekerja. Ini karena seperti hukum karma, jika kita berbuat baik maka kelak kita pun akan mendapatkan kebaikan yang sama di kemudian hari. 

Apakah atasan sobat pembaca adalah sosok yang humanis atau justru galak pada bawahannya? Yuk sharing pengalaman di kolom komentar. 

Semoga Bermanfaat

--HIM--

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun