"Kamu nanti jika jadi atasan selalu ingat sama bawahan. Jangan terlalu bossy, jadilah sosok humanis"
"Kamu jangan terlalu baik sama anak buah. Nanti mereka ngelunjak dan malah manfaatin kebaikanmu"
Dua buah nasihat yang sedikit bertolak belakang. Nasihat paling atas adalah dari seorang teman semasa kuliah. Dia berpesan kelak jika kita jadi atasan, tetaplah rendah hati dan peduli pada bawahan.Â
Nasihat di bawahnya adalah dari senior di kantor. Baginya atasan yang terlalu baik mudah dimanfaatkan dan justru mengurangi sisi kewibawaan sebagai atasan. Bisa jadi akan ada kasus anak buah yang kurang menghormati atasan karena terlalu baik.Â
Secara personal saya tidak bisa menghakimi jika salah satu nasihat tersebut keliru. Bisa jadi nasihat itu diberikan berdasarkan pengalaman berbeda yang dirasakan oleh tiap orang.Â
Saya pernah melihat seorang pegawai di sebuah percetakan yang terkena amukan pemilik karena sebuah kesalahan.Â
Saya melihat bagaimana raut menahan sedih dan malu karena si pegawai dicaci maki di depan karyawan lain dan pelanggan yang tengah berada di percetakan tersebut.Â
Seandainya saya di posisi si pegawai, bisa jadi saya akan langsung mengajukan resign karena merasa tidak kuat memiliki atasan yang super galak dan merendahkan pegawai atau anak buahnya.Â
Namun saya juga pernah melihat atasan yang super baik pada bawahan. Terlalu baiknya sampai bawahan seenaknya seperti sering datang terlambat karena atasan jarang menegur, minta ijin semaunya, bahkan bawahan sering meminta sesuatu yang menurut saya kurang etis.Â
Jika saya disuruh memilih ingin menjadi karakter atasan yang mana. Saya memilih tetap ingin menjadi atasan yang humanis dengan segala resiko. Adapun beberapa hal mengapa saya memilih ingin jadi sosok atasan humanis, antara lain sebagai berikut:
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!