Berita cukup mengejutkan dimana pemerintah secara resmi menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) per 3 Agustus 2022. Padahal sebelumnya berita kenaikan sempat diisukan diberlakukan per 1 Agustus 2022.
Menguntip dari situs Kompas, daftar kenaikan BBM yang diberlakukan sebagai berikut :
- Harga Pertalite dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter
- Harga Solar subsidi dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter
- Harga Pertamax dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500 per liter. (Info selengkapnya Klik Disini).Â
Kenaikan BBM bukanlah hal baru di tanah air. Hampir di setiap masa Presiden RI pernah menerapkan kenaikan BBM. Alasan seperti kenaikan harga minyak global, subsidi BBM terlalu memberatkan anggaran negara hingga ada unsur kepentingan lainnya.Â
Terlepas dari alasan tersebut, masyarakat perlu mengantisipasi kenaikan barang sebagai dampak dari harga BBM yang naik. Wajar mengingat mayoritas pendistribusian barang pasti membutuhkan BBM sehingga mau tidak mau harga barang akan mengalami penyesuaian.Â
Bagi masyarakat kelas atas, kenaikan barang bukanlah hal besar. Namun akan berbeda bagi masyarakat kelas bawah. Kenaikan seribu rupiah bisa saja akan berdampak besar pada kondisi keuangan mereka.Â
Mengantisipasi hal ini, ada beberapa strategi yang perlu dipersiapkan sebagai langkah bijak mengatasi kenaikan barang dan jasa paska kenaikan BBM dalam waktu dekat ini. Apa saja itu?Â
1. Terapkan Share Cost
Jika kita renungkan sejenak sebenarnya ada banyak aktivitas yang bisa diterapkan sistem share cost.Â
Misalkan si A berangkat ke kantor dengan menggunakan motor seorang diri. Si B yang merupakan tetangga juga menggunakan motor ke kantor yang jaraknya berdekatan. Alangkah baiknya jika si A dan B berangkat bersama dengan menggunakan 1 motor bergantian.Â
Cara ini pernah saya terapkan saat di SMA. Saya bergantian dengan teman yang rumahnya tidak berjauhan. Kami bisa irit bahan bakar, irit service kendaraan karena menggunakan 1 motor bergantian. Seperti minggu pertama pakai motor saya dan minggu kedua pakai motor teman. Begitu seterusnya.Â
Banyak aktivitas yang bisa menerapkan sistem share cost. Anak kos daripada masak sendiri-sendiri bisa sistem patungan dan masak bersama. Cara ini bisa menghemat gas, minyak goreng, bumbu masakan dan juga listrik untuk menanak nasi.Â
Mulai sekarang kita bisa mencatat apa saja aktivitas yang bisa dilakukan sistem share cost dan ajak orang yang memiliki tujuan yang sama. Niscaya meski ada kenaikan barang dan jasa akan tidak terlalu terasa karena kenaikan ditanggung bersama.Â
2. Mencoba Beralih Ke Produk Substitusi
Masa di sekolah pasti kita familiar dengan barang substitusi dimana mencoba barang alternatif sebagai pengganti.Â
Misalkan biasa makan nasi diganti jagung atau ketela. Jagung atau ketela menjadi produk yang memiliki fungsi sama yaitu sumber karbohidrat layaknya nasi. Sehingga seandainya harga beras mahal, masyarakat punya alternatif lainnya.Â
Ini pun harus kita biasakan untuk mengantisipasi kenaikan barang dan jasa dalam waktu dekat. Kita perlu mempertimbangkan barang atau jasa substitusi apalagi ada kenaikan barang/jasa yang digunakan saat ini.Â
Seandainya harga BBM saat ini terasa memberatkan maka tidak ada salahnya melirik moda transportasi lain seperti motor listrik atau skuter listrik.Â
Kerapkali saya melihat orang bepergian dengan skuter listrik di jalan. Bahkan cara ini telah menjadi bagian dari gaya hidup ramah lingkungan karena tidak menghasilkan polusi serta tidak menggunakan BBM.Â
Penggunaan sepeda pun telah jadi pilihan alternatif. Jika sebelumnya untuk bepergian jarak pendek masih menggunakan motor atau mobil maka tidak ada salahnya memilih skuter listrik atau sepeda kayuh. Ketergantungan terhadap BBM pun akan berkurang secara perlahan.Â
Teman saya yang tinggal di bogor dan berkantor di Jakarta pun kini beralih dari sebelumnya menggunakan mobil pribadi menjadi pengguna KRL. Karena bisa menekan pengeluaran serta mengurangi rasa stres di jalan akibat terjebak macet.Â
3. Perkuat Jaringan Distributor/Supplier
Beberapa kebutuhan rumah tangga terasa mahal karena kita membeli dari penjual yang merupakan pihak kesekian. Contoh kita ingin membeli beras. Petani akan menjual ke pengepul, pengepul menjual ke toko grosir. Toko eceran atau warung membeli ke toko grosir dan kita membeli beras di warung terdekat.Â
Ada banyak rantai jalur distribusi yang membuat harga di petani hingga kita beli memiliki selisih yang besar. Ini mengingat setiap perantara akan mencari keuntungan tersendiri.Â
Tidak ada salahnya saat ini kita menjalin kerjasama langsung ke distributor atau supplier sebagai tangan pertama. Sangat bersyukur jika kita memiliki jaringan ke produsen langsung.
Jika kita bisa mendapatkan kesempatan ini tentu harga yang di dapat akan jauh lebih murah. Ini pun pernah saya rasakan ketika beberapa saat lalu ada kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng.Â
Saya bisa mendapatkan harga yang terjangkau dan lebih murah daripada yang beredar di pasar karena kenal dengan agen minyak besar. Selain itu ketika saya pergi ke daerah penghasil hasil perkebunan. Saya kerap membeli langsung hasil tani dan harga yang diberikan sangatlah murah.Â
***
Ketakutan terbesar masyarakat saat ini adalah adanya kenaikan barang/jasa sebagai dampak dari kenaikan BBM. Ini berdasarkan pengalaman dimana kenaikan BBM memicu penyesuaian harga barang dan jasa.Â
Kita perlu menyiapkan diri menghadapi hal tersebut. Beberapa hal di atas bisa jadi pertimbangan agar kenaikan barang/jasa jangan sampai membuat keuangan kita terganggu.Â
Apabila kompasianer ada tambahan lainnya, yuk sharing di kolom komentar.Â
Semoga Bermanfaat
--HIM--
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H