Tantangan karena saya hidup di masa pasca kemerdekaan dengan lingkungan aman damai. Berusaha mengfantasikan kondisi terlibat sebagai pejuang melawan penjajah.Â
Saya mencoba mengulas sederhana penggalan sajak puisi Karawang Bekasi karya Chairil Anwar dan menyampaikan pesan mendalam dari puisi tersebut.Â
Kami yang kini terbaring antara Kerawang-Bekasi. Tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi
Syair pembuka yang sudah menggambarkan bahwa "Kami" tanda ada puluhan, ratusan atau bahkan ribuan pejuang yang harus rela menyampaikan selamat berpisah pada raga. Perjuangan yang terhenti karena mereka gugur di medan perang dan tidak bisa bersama lagi mengangkat senjata untuk berjuang.Â
Saya membayangkan pejuang sudah ikhlas apapun hasil yang terjadi pada dirinya. Ditembak, disiksa atau bahkan harus meninggal dalam medan perang adalah jalan yang harus siap dihadapi.Â
"Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi"
Suasana mencekam terasa jelas di masa penjajahan dulu. Mungkin untuk keluar rumah mengobrol dengan tetangga akan menjadi momen yang susah dilakukan.Â
Bayang-bayang bagaimana pejuang ini berusaha membangun asa sesamanya dalam keheningan yang tidak dirasakan oleh musuh.Â
"Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu. Kenang, kenanglah kami"
Sejujurnya ini adalah penggalan syair yang membuat saya terenyuh, sedih sekaligus bangga. Pejuang usia muda mungkin ada yang belum berusia 25 tahun namun rela mengorbankan nyawa untuk kemerdekaan.Â
Belum tentu anak muda di jaman saat ini ataupun saya sendiri memiliki semangat pengorbanan seperti. Jangankan maju ke medan perang, gadget tertinggal saja sudah bikin kita uring-uringan. Malu rasanya jika saya introspeksi diri, bisa kah saya sehebat pejuang muda saat itu?Â
Mereka berjuang dengan sekuat tenaga. Mungkin tidak ada ucapan terima kasih yang bisa kita utarakan langsung. Cukup mengenang perjuangan mereka adalah cara bijak menghargai usaha dan pengorbanan mereka untuk generasi saat ini.Â
"Kami cuma tulang-tulang berserakan. Tapi kami adalah kepunyaanmu"
Syair ini membuatku mengerti bahwa meski jutaan pejuang telah tiada namun mereka tetap menjadi bagian dari Indonesia. Kita bersyukur karena memperoleh kedamaian dan kemerdekaan dari usaha pejuan ini.Â
"Kaulah sekarang yang berkata"