Chairil Anwar, sosok sastrawan yang karyanya sudah melekat pada masyarakat yang menyukai dunia sastra Indonesia. Saya yakin kompasianer yang rajin menuliskan puisi pasti familiar atau setidaknya pernah membaca karya sastra beliau.Â
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Di atas adalah penggalan syair puisi yang berjudul "Aku" Â begitu membekas dalam pikiranku. Puisi yang dulu sempat menjadi bahan ujian dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia saat duduk di bangku Sekolah Dasar (SD).Â
Saya sejak SD suka dengan karya sastra khususnya puisi. Jika ada materi tentang sastra, nilai saya cukup bisa dibanggakan. Bahkan pernah sekali saya diajak oleh guru bahasa Indonesia untuk class tour memperagakan teknik membaca puisi.Â
Antara malu tapi juga bangga karena tidak semua anak tertarik dan suka terhadap sastra. Ini karena sastra itu seni yang tumbuh seketika dan kuat hingga kelak dirinya tumbuh dewasa.Â
Jika ditanya adakah kenangan khusus pada karya sastra Chairil Anwar? Saya jawab ada.Â
Dulu saat duduk di bangku 1 SMA, saya diminta oleh guru Bahasa Indonesia untuk mengikuti lomba baca puisi tingkat kabupaten. Dengan senang hati saya mengiyakan dan mencoba mendaftar pada ajang tersebut.Â
Setiap peserta diberikan materi puisi yang perlu dikuasai. Seingat saya saat itu ada sekitar 10 puisi yang harus dikuasai antara lain : Aku karya Chairil Anwar; Karawang Bekasi karya Chairil Anwar; Wajah Kita karya Hamid Jabbar; Sajak Tafsir karya Sapardi Djoko Damono dan masih banyak lainnya.Â
Bagi saya syair yang ditulis oleh penyair Chairil Anwar sangat indah memiliki pesan mendalam namun butuh penghayatan kuat agar bisa menyampaikan pesan dalam puisi yang dibaca.Â
Pada ajang lomba puisi tersebut, pada babak penyisihan saya membaca puisi Wajah Kita karya Hamid Jabbar dan berhasil tembus 10 besar untuk masuk pada sesi final.Â
Tidak terduga dengan sistem undian, puisi Karawang Bekasi menjadi puisi yang harus saya bawakan pada sesi final. Jantung ini degdegan karena puisi ini bersifat heroik dan melukiskan perjuangan rakyat Indonesia di masa kemerdekaan.Â