Selain itu keberadaan makam Sunan Ampel di Surabaya semakin menegaskan bahwa Surabaya menjadi kawasan ziarah keagamaan bagi masyarakat Muslim. Adanya lokalisasi terbesar di daerah Surabaya seakan menjadi batu sandungan bagi Surabaya sebagai kota religius.
Ketiga, Pencegahan Masalah Sosial dan Kesehatan Dari Aksi Prostitusi. Kehadiran kawasan prostitusi secara tidak langsung juga akan memunculkan masalah lain seperti munculnya premanisme, kawasan kumuh, penyakit seks menular hingga tindakan kriminalisme.
Saya sempat menonton berita dimana ketegasan kebijakan Bu Risma sempat diwarnai dengan aksi penolakan oleh beberapa kalangan. Namun Bu Risma tentu sudah memperhitungkan secara matang bagaimana membuat usaha penutupan ini tidak berakhir dengan aksi paksaan yang berlebihan.
Bu Risma memberikan pelatihan keterampilan bagi PSK maupun pihak lain yang tergantung pada perputaran uang kegiatan lokalisasi. Harapannya dengan adanya keterampilan tambahan seperti memasak atau menjahit bisa menjadi bekal mereka untuk merubah nasib dikemudian hari.
Tidak hanya itu adanya pemberian kompensasi dari pemerintah pusat maupun provinsi hingga Rp. 5.050.000 per orang sebagai modal usaha. Kini sudah berjalan 8 tahun paska penutupan tentu ada suasana baru di wilayah bekas Gang Dolly.
Seorang rekan kerja yang kebetulan tinggal di dekat Gang Dolly mengatakan bahwa kini Gang Dolly sudah tertata rapih. Jika dulu setiap menjelang malam sudah banyak kendaraan yang parkir disekitar jalan serta banyaknya lelaki hidung belang mondar-mandir di daerah tersebut kini sudah berubah 180 derajat.
Jalannya jadi lancar dan losmen yang dulu jadi tempat prostitusi kini banyak beralih menjadi tempat tinggal atau kos-kosan. Bahkan rumah dan kondisi Gang Dolly telah diubah lebih berwarna dengan banyak rumah yang di cat warna-warni sehingga menjadi indah.Â
Mayoritas PSK telah kembali ke daerah asal masing-masing atau pindah ke daerah lain. Ada kekhawatiran jika mereka memaksa tetap menjalankan bisnis haram ini akan berurusan dengan aparat hukum di Surabaya.
***