Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Memaknai Filosofi "Berilah Kail, Jangan Ikannya" di Zaman Saat Ini

23 April 2022   11:46 Diperbarui: 23 April 2022   15:17 6200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pilihan Antara Memberikan Ikan Atau Alat Pancing Untuk Orang Lain | Sumber Blog Aditya Pratama Setiaboedi

Pernahkah sobat Kompasiana mendengar pepatah lama "Berilah Kail, Jangan Ikannya"?

Pepatah turun temurun yang menitikberatkan bantuan yang ingin diberikan ke orang lain harus bisa membuat orang tersebut mandiri serta tidak ketergantungan. Saya sangat setuju dengan pepatah ini karena nyatanya banyak orang yang terlalu bergantung pada bantuan orang lain ketika tengah susah.

Fenomena Jaman Kini

Tidak perlu jauh-jauh mencari contoh sederhana. Kita akan mudah menemukan pengemis atau peminta-minta di perempatan lampu merah, mesin ATM, tempat keramaian, pasar dan sebagainya. 

Secara manusiawi ketika kita merasa iba melihat mereka berjuang untuk mencari rejeki dan bertahan hidup. Saya pun pernah merasakan hal sama dan tidak segan memberikan seribu dua ribu kepada pengemis yang renta atau membawa seorang anak kecil.

Ternyata niat baik seperti ini ternyata keliru besar. Bagi saya, mereka adalah sosok yang butuh uluran orang lain agar bisa bertahan. Nyatanya mereka justru terlena dan berhasil mengelabui kita dengan "kisah keprihatinan mereka".

Saat kuliah, ada tugas tentang meliput fenomena unik di lingkungan sekitar. Saya dan beberapa teman dalam satu team mengangkat fenomena pengemis yang kerap hadir di dekat kampus.

Fenomena Pengemis Di Area Publik | Sumber Tribunnews
Fenomena Pengemis Di Area Publik | Sumber Tribunnews

Saat melakukan wawancara dan pendekatan personal, ada hal yang merubah mindset saya terhadap pengemis. Rasa iba orang terhadap pengemis yang berusia tua, cacat fisik atau membawa anak kecil justru sangat besar. Pengemis ini bisa mendapatkan uang hingga ratusan ribu per hari.

Bahkan bisa meningkat tajam menjelang lebaran, hari raya atau awal masa gajian. Jumlah fantastis yang bisa melebihi pekerja buruh lepas.

Sempat ada pertanyaan sederhana kenapa memilih berprofesi sebagai pengemis. Jawaban polos karena nyaman dan pendapatan fantastis.

Pilihan Antara Memberikan Ikan Atau Alat Pancing Untuk Orang Lain | Sumber Blog Aditya Pratama Setiaboedi
Pilihan Antara Memberikan Ikan Atau Alat Pancing Untuk Orang Lain | Sumber Blog Aditya Pratama Setiaboedi

Nyaman karena mereka tidak perlu mendapatkan tekanan dari atasan layaknya bekerja di perusahaan, bisa beraktivitas sesuai kehendak hati dan tidak butuh usaha besar untuk mendapatkan uang.

Bermodalkan rayuan meminta, ekspresi sedih hingga keterbatasan yang dimiliki, uang akan datang dengan sendirinya. Mindset sederhana terbentuk, untuk apa bekerja formal jika dengan cara ini uang bisa datang dengan sendirinya.

Wajar akhirnya muncul anjuran pemerintah melarang pemberian uang kepada pengemis, pengamen, gelandangan dan sebagainya. Ini karena niat baik kita memberikan sedikit rejeki membuat mereka menjadi malas dan merasa mudah mendapatkan uang dengan mencari orang yang bersimpati dan iba dengan hidup mereka.

Secara personal saya pun pernah merasa bersalah terlalu memberikan ikan dibandingkan kail ketika membantu orang. Maksud hati kasihan ada seorang teman yang terlilit hutang, saya membantu sebisa mungkin. Harapan bantuan saya bisa meringankan masalahnya.

Kekecewaan muncul ketika nyaris setiap saat mengalami kesusahan langsung menghubungi saya. Saat saya sedang menekan pengeluaran dengan menginformasikan tidak bisa membantu. 

Dirinya bereaksi tidak terduga. Puluhan chat masuk seakan menuntut saya tetap bisa membantu bahkan ketika saya tetap konsisten belum bisa membantu. Hubungan sempat menjadi kurang baik.

Ilustrasi Orang Memancing Di Laut |Sumber CNN Indonesia
Ilustrasi Orang Memancing Di Laut |Sumber CNN Indonesia

Dampak Apa Yang Kerap Terjadi?

Berkaca pada pengalaman dan fenomena disekitar saya bahwa sejatinya memang lebih baik memberikan "kail" dibandingkan "ikan" kepada orang yang butuh bantuan.

Berubah jadi Manja, inilah dampak yang saya rasakan. Seperti kasus teman yang selalu meminjam uang. Saya merasakan bahwa dirinya sudah paham bahwa saya tipe tidak tegaan sehingga ketika ada masalah akan langsung menghubungi saya tanpa mau berusaha dulu menyelesaikan masalah secara personal.

Di sekitar saya ada orang dewasa yang tidak punya uang untuk beli susu anak langsung meminta uang pada orang tua, ada suami yang selama ini mengganggur mengandalkan istri untuk kebutuhan sehari-hari, anak yang hanya tinggal minta pada orang tua dan sebagainya.

Dampak lainnya terkesan kurang mau pengembangan diri. Ketika bertemu pengemis, niat awal kita membantu pasti agar kebutuhan dirinya bisa terpenuhi dan berharap kelak bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. Setahun, Dua tahun atau bahkan bertahun-tahun ternyata ia tetap memilih sebagai profesi.

Secara logika kondisi fisik yang masih sehat bugar seharusnya mereka bisa mendapatkan pekerjaan lebih layak dibandingkan menjadi pengemis di jalan. Ternyata bagi mereka, mengemis lebih praktis dan tidak butuh usaha ekstra untuk mendapatkan uang.

Artinya selain sudah nyaman, sosok ini kurang mau pengembangan diri. Mereka sudah malas keluar dari zona nyaman karena dengan tetap menjadi pengemis sudah bisa mendapatkan penghasilan.

"Minta mentahnya (uang) aja dong"

Saya begitu kesal dan sebal jika ada orang yang hendak dibantu justru melontarkan kalimat ini. Tanda bahwa dirinya lebih suka mendapatkan bantuan jangka pendek dibandingkan jangka panjang. Memberikan uang memang lebih praktis dan langsung bisa mengatasi masalah yang dihadapi seperti perut lapar, ada tagihan kredit dan lain-lain.

Padahal masalah utama masih terus muncul yaitu tidak ada penghasilan hidup. Bantuan uang hanya bersifat sementara sehingga ketika uang sudah habis terpakai, dirinya akan kembali pada masalah utama. Inilah yang kerap terjadi di antara kita yang tengah butuh bantuan.

Bagaimana Caranya Memberikan Kail Yang Tepat Saat Ini?

Saya ingat tante saya membantu saudaranya yang tengah terdampak saat pandemi. Hal yang dilakukan adalah dirinya menfasilitasi tempat usaha dan memberikan "pinjaman modal". 

Tujuannya sangat baik dengan berstatus pinjaman modal maka saudara termotivasi untuk menjalankan usaha untuk bisa mengembalikan modal yang diberikan. Seandainya diberikan cuma-cuma, kekhawatiran merintis usaha ala kadarnya. Ada untung syukur, rugi juga tidak masalah karena modal yang diberikan adalah hibah.

Ada kisah inspiratif lainnya, ada seorang bapak yang kasihan melihat gelandangan sering berlalu-lalang di sekitar kantornya. Ia melihat gelandangan itu sering mengais sisa makanan untuk bertahan hidup.

Membantu memberikan uang atau makanan tentu akan membuat gelandangan itu senang namun hanya sesaat. Cara yang dilakukan patut diapresiasi.

Dirinya justru merekrut si gelandangan sebagai Office Boy (OB) di kantornya. Bagi si bapak, dengan bekerja sebagai Office Boy ia bisa memberikan nafkah jangka panjang. Selain itu ini akan menjaga harga diri si gelandangan bahwa ia bisa menafkahi dirinya dengan usaha dan kinerja bukan hasil meminta-minta dari kebaikan orang lain.

Memang lebih baik membantu orang lain yang tengah kesusahan adalah tidak langsung memberikan apa yang dirinya minta seperti uang atau barang. Lebih baik memberikan sesuatu jangka panjang seperti pekerjaan atau usaha.

Di jaman pandemi saat ini sudah banyak orang terlena akan kebaikan orang sehingga menjadi malas dan tergantung. Yuk mulai dari sekarang kita mulai berikan kail dibandingkan ikan untuk membantu orang lain.

Semoga Bermanfaat

--HIM--

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun