Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Asyiknya Berwisata Tanpa Itinerary

3 Maret 2022   20:38 Diperbarui: 7 Maret 2022   13:00 1046
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada pertanyaan sederhana, apakah Sobat Kompasiana termasuk orang yang jika berwisata menyusun Itinerary atau tidak? 

Itinerary atau disingkat Itin sangat akrab di telinga orang yang suka berwisata. Itinerary merupakan istilah asing yang mengacu pada penyusunan rute perjalanan secara terperinci.

Biasanya dalam Itin terdapat jam, tujuan wisata, kegiatan wisata, akomodasi serta seberapa lama kita di sana. 

Mirip saat dulu ikut study tour kelulusan sekolah di mana pihak travel sudah memberikan agenda kegiatan dari awal kumpul hingga pulang. 

Saya pernah menerapkan keduanya dan memiliki kisah yang berbeda. Saat tahun 2017, saya sempat mengagendakan wisata ke Singapura dan Malaysia 5 hari 4 malam bersama 3 teman semasa kuliah. 

Saat itu teman saya sibuk menyusun Itin dan berdiskusi tentang wisata yang akan dikunjungi, berapa biaya masuk, apa kegiatan di sana, berapa lama, akomodasi seperti apa dengan detail dan rapih. 

ilustrasi peta (Sumber: Sylwia Bartyzel/Magdeleine)
ilustrasi peta (Sumber: Sylwia Bartyzel/Magdeleine)

Saya yang notabane-nya jarang menerapkan Itin hanya bisa jadi pengamat dengan tetap memberi masukan. 

Saya akui adanya Itin membuat kami memaksimalkan kegiatan dan mencegah terjadi hal tidak diinginkan seperti kebingungan mencari akomodasi, tersesat atau berada di tempat yang kurang ekspetasi. 

Wisata tanpa Itin pun bagi saya memiliki keseruan sendiri. Jujur saya personal menikmati wisata tanpa Itin. Ada banyak keseruan yang didapat. Apa saja itu? 

1. Lebih Bisa Berbaur Dengan Masyarakat Lokal

Tanpa itin, saya tidak perlu terikat dengan agenda. Saya bisa mengeksplorasi sebanyak wisata yang dikehendaki.

Kadang kenikmatan wisata tidak hanya bisa melihat alam yang indah, namun juga budaya dan tradisi masyarakat lokal. 

Upacara Melasti Di Pantai Oleh Warga Hindu di Bali | Sumber Liputan6.com
Upacara Melasti Di Pantai Oleh Warga Hindu di Bali | Sumber Liputan6.com

Contoh sederhana saat saya tengah wisata ke Pantai Petitenget di Bali. Awalnya hanya ingin melihat pantai saja, namun ternyata saya beruntung, tengah ada upacara melasti di sekitar pantai. 

Upacara melasti sendiri merupakan upacara pembersihan diri secara dunia manusia (sekala) maupun dunia tak kasat mata (niskala). 

Tradisi ini juga untuk menyusikan benda-benda yang dianggap sakral seperti sarana upacara, patung, barong ataupun benda lainnya. 

Saya bisa menikmati dan mengobrol dengan masyarakat setempat. Ini berbanding terbalik dengan satu rombongan. 

Ada anggota rombongan wisata ingin melihat lebih lama namun terkendala karena mereka sudah dibatasi waktu. Ada tempat lain yang ingin mereka kunjungi sehingga tidak bisa berlama-lama. 

Kelebihan ini yang patut disyukuri bagi kita yang berwisata tanpa itin. Saya bisa mengekslpore lebih lama dan mendalam terkait apa saja dari daya tarik di wisata tersebut. Bisa dari sisi sejarah, budaya dan tradisi masyarakat setempat. 

2. Menemukan Surga Tersembunyi

Ketika seseorang membuat itin, biasanya tempat wisata yang dikunjungi adalah wisata umum dan populer. 

Mereka sering mencari informasi dari internet sehingga wisata yang dikunjungi pasti ramai dan kurang spesial. 

Berbeda jika tanpa Itin, kita biasanya memanfaatkan informasi dari warga setempat terkait wisata menarik. Biasanya karena belum populer, wisata ini masih sepi, asri dan bahkan jadi surga yang tersembunyi. 

Saya ingat dulu dengan teman karena bosan, mencoba menjelajahi daerah Sentul dan sekitarnya. 

Secara iseng saya bertanya adakah tempat menarik yang belum banyak dijelajahi wisatawan ke pemilik warung saat istirahat sejenak. 

Si pemilik warung justru mereferensikan kami ke Curug (Air Terjun) Ngumpet yang letaknya tidak jauh. Karena belum populer, masih sedikit yang ke curug tersebut dan sesuai namanya lokasinya memang agak menyempil sehingga disarankan untuk di dampingi warga lokal. 

Saya bersyukur karena dengan tanpa Itin, saya menemukan wisata yang indah. Ini karena saya mencari informasi dari warga lokal yang belum ada di internet. 

# 3. Melatih Keberanian Diri, Kepercayaan Diri dan Komunikasi

Ini adalah keuntungan kita jika berwisata tanpa Itin. Ini karena secara mau tidak mau, kita akan berinteraksi dengan banyak pihak selama wisata. 

Contoh saat saya bertanya kepada warga lokal tentang wisata menarik di sekitar daerah itu. Saya memberanikan diri untuk bertanya. 

Hal luar biasa warga lokal sangat ramah kepada orang asing apalagi yang berniat wisata. Mereka tanpa ragu memberikan informasi yang dibutuhkan. 

Wisatawan Yang Bertanya Arah Pada Warga Lokal | Sumber Okezone Travel
Wisatawan Yang Bertanya Arah Pada Warga Lokal | Sumber Okezone Travel

Teringat kata pepatah, malu bertanya sesat di jalan. Saya pun pernah mengalami tersesat saat berwisata. Tanpa itin memang saya mengandalkan insting saja untuk mencari akomodasi atau arah wisata. 

Namun justru saya lebih berani untuk menyapa dan bertanya pada warga lokal. Tujuan tentu agar saya tidak tersesat lebih jauh dan mendapatkan petunjuk arah yang benar. 

Sisi positif untuk melatih diri berani untuk berinteraksi. Ini penting mengingat saat ini masih banyak generasi muda yang memiliki karakter malu. Jangankan bertanya, menyapa orang lain saja ragu dan takut. 

Selain itu dengan berani bertanya, kita juga percaya diri. Tidak jarang warga lokal akan bertanya-tanya hal personal misal dari mana, tujuan ke mana, kerja di mana dan sebagainya. Kita bisa percaya diri untuk berbagi cerita. 

Interaksi jika sudah terjalin tanpa sadar membuat kemampuan komunikasi kita meningkat. Jika dulu, saya berbicara dengan orang baru tampak gugup dan terbata-bata. Kini sudah bisa santai dan lancar layaknya berkomunikasi dengan teman lama. 

# 4. Mendapatkan Relasi Baru

Ini masih berkaitan dengan interaksi kita dengan masyarakat lokal justru bisa membangun relasi baru. Contoh saat wisata ke Madura selepas kuliah. 

Mengetahui saya berwisata jauh dari Malang. Ada masyarakat lokal bakal menawari saya dan teman untuk menginap di tempatnya. 

Bahkan jika saya berwisata lagi ke tempat tersebut, si bapak bersedia mendampingi biar tahu lokasi menarik di sana. Ini hal tidak terduga yang mungkin tidak bisa saya dapatkan jika berwisata dengan Itin. 

Warga Lokal Yang Mendampingi Wisatawan | Sumber Genpi
Warga Lokal Yang Mendampingi Wisatawan | Sumber Genpi

Teman saya pun pernah bercerita, dirinya sengaja berwisata tanpa Itin. Ketika menjelajahi tempat baru. Dirinya bertemu seseorang yang hobi backpacker-an juga. Teman saya ini selain mendapat teman baru juga mendapatkan informasi lokasi wisata menarik dari temannya ini. 

***

Berwisata dengan Itin memang membuat wisata kita terkonsep, detail dan sesuai dengan rencana awal wisata. Namun bukan berarti berwisata tanpa Itin membuat kegiatan wisata jadi tidak menyenangkan. 

Justru ada hal-hal lain yang menjadikan wisata tanpa Itin menjadi pengalaman berkesan dan memberi manfaat lebih. Beberapa hal di atas hanyalah sebagian kecil dari manfaat yang saya rasakan ketika berwisata tanpa Itin. 

Apakah sobat Kompasiana juga merasakan hal sama? Yuk sharing di Kolom komentar

Semoga Bermanfaat

--HIM--

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun