Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Berantem dengan Tetangga Gara-gara Anak

12 Februari 2022   10:32 Diperbarui: 12 Februari 2022   21:25 2431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berantem (Sumber: Shutterstock)

Kehidupan bertetangga kadang penuh cerita, ada saja hal tidak terduga terjadi dengan tetangga di sekitar tempat tinggal. Salah satunya berantem hanya karena masalah sepele seperti kenakalan antar anak. 

Saya teringat momen saat masih kecil. Ibu saya ribut dengan tetangga karena anaknya melempar batu dan mengenai kepala saya hingga terluka dan harus dijahit. 

Sebagai orang tua pasti tidak terima jika anaknya dilukai orang lain. Saya lupa apa penyebabnya karena terjadi saat saya masih TK. 

Seingat saya sejak saat itu hubungan antara ibu saya dengan orang tua si anak yang melempar batu jadi tidak harmonis lagi dalam jangka waktu lama. 

Ribut antar orang tua pun sering saya temui. Si anak mengadu pada orang tua jika diusili oleh teman sebaya atau diledek hingga menangis. Orang tua yang tidak terima meluapkan kekesalan pada teman anaknya yang dianggap nakal. 

Antar orang tua yang tidak terima akhirnya ribut. Ada skala kecil namun ada juga keributan yang tergolong besar. 

Kisah seorang ayah yang menghabisi nyawa tetangganya sendiri karena konflik antar anak. 

Kisah ini terjadi di daerah Bandar Lampung. Anak si pelaku diduga mem-bully anak korban sehingga membuat si korban datang menasehati si anak pelaku. Namun muncul salah persepsi di mana pelaku mengira si korban datang menganiaya anaknya. 

Pertengkaran pun terjadi antar orang tua yang akhirnya si pelaku yang membawa senjata tajam melukai si korban. 

Luka tusukan ini membuat korban harus dibawa ke rumah sakit dan berujung pada kematian (berita detail klik di sini). 

Kasus seperti ini sebenarnya bisa dihindari dengan beberapa hal, apa saja itu? 

1. Kenakalan Anak Itu Bagian dari Aktivitas Sosial

Coba ingat kembali saat dulu kita masih kecil hingga usia sekolah.

  • Pernah kita berbuat usil pada teman? 
  • Pernahkah kita melakukan perudungan pada teman? 
  • Pernahkah teman marah karena kelakuan kita? 

Jika pernah, maka hal ini lumrah terjadi di usia anak-anak. Jangan terlalu berlebihan dalam memberikan reaksi. 

Anak kadang bersikap usil atau nakal pada teman sebayanya karena hal ini adalah bagian dari aktivitas sosialnya. Bisa jadi keusilan atau kenakalan anak pada teman sebaya justru membuat hubungan pertemanan mereka penuh warna.

Saya ingat dulu punya teman tetangga yang usil, namun seiring waktu justru bisa berteman dengan baik. Ini pun bisa terjadi di anak-anak kita.

Ironisnya orang tua justru berusaha menjadi hakim dan pembela dalam kasus seperti ini. Memutuskan bahwa anak tetangga yang bersalah dan anaknya yang benar yang salah harus diberi hukuman yang setimpal. 

Upaya inilah yang rentan memicu konflik antar orang tua karena sebagai orang tua pasti ingin membela anaknya dan tidak terima jika anaknya dipersalahkan.

Lebih baik sebagai orang tua hanya bersifat memantau saja. Selagi anak-anak berinteraksi normal dan kenakalan masih bisa ditoleransi alangkah baiknya hanya sekedar pemberi nasihat. 

Ini karena kita pun sewaktu kecil pernah merasakan hal sama dan justru lebih indah jika masalah diselesaikan secara internal oleh anak.

2. Filterisasi Informasi yang Diterima

Jangan terkecoh, kadang anak bisa memberikan informasi yang berlebihan pada orang tuanya. Misalkan si anak terluka karena jatuh dari sepeda. 

Si anak bercerita jika si anak X yang membuatnya terjatuh dan terluka. Orang tua ketika mendengar hal ini tentu bisa langsung kesal dan langsung menjustifikasi bahwa si anak X lah pelakunya.

Padahal bisa jadi sebenarnya anaknya sendiri yang ugal-ugalan membawa sepeda sehingga menyenggol si anak X dan membuat ia tidak bisa mengontrol keseimbangan hingga terjatuh dan terluka. 

Sebenarnya kesalahan bukan karena si anak X justru disebabkan oleh anaknya sendiri. Ini karena ada cerita yang tidak sesuai dengan fakta atau dilebih-lebihkan.

Ini pernah terjadi di mana orang tua mengamuk di sekolah anaknya. Si orang tua ini tidak terima jika anaknya dilukai oleh teman sekelasnya. Si orang tua ini mendapatkan info dari si anak jika temannya memukul dirinya.

Ternyata setelah dikroscek melalui CCTV sekolah serta dikonfirmasi ke teman anaknya yang lain. Terbukti anak orang tua inilah yang memulai masalah dengan merudung teman sekelasnya, bahkan anaknya ini yang memulai memukul temannya. Teman yang kesal hanya merespon memukul balik sebagai pertahanan diri.

Akhirnya orang tua pun jadi malu akibat kejadian ini di mana ia merasa dibohongi oleh anak sendiri demi mencari pembelaan. 

Alangkah baiknya orang tua bersikap tenang dan mau mengkroscek dulu informasi yang diterima dari anak atau orang lain. 

Tujuannya agar titik masalah diketahui dan tidak menyebabkan masalah semakin runyam di mana info yang didapat tidak sesuai dengan kenyataan.

3. Bekali Anak Bela Diri

Cara ini menurut saya lebih bijak di mana biar si anak berusaha menyelesaikan masalahnya sendiri khususnya ketika menjadi obyek kenakalan teman sebaya. 

Saya pernah mendapatkan kisah seorang ayah yang mendidik anaknya bermental kuat dan pemberani. Si ayah sengaja memasukan anaknya ke beberapa pelatihan bela diri untuk membekali anak kemampuan membela diri.

Bahkan si ayah berpesan pada anaknya bahwa tujuan si anak belajar bela diri hanya untuk pertahanan jika diserang oleh pihak lain atau membela seseorang dari orang jahat.

Anak Yang Belajar Karate Untuk Pertahanan Diri | Sumber Popmama.com
Anak Yang Belajar Karate Untuk Pertahanan Diri | Sumber Popmama.com

Si ayah tidak membenarkan jika kemampuan bela diri si anak untuk sok jago-jagoan atau mem-bully teman sebayanya. Si ayah ini ingin mendidik bahwa biarkan si anak menyelesaikan masalahnya sendiri. 

Cara ini sekaligus untuk membentuk mental berani, tanggung jawab dan mampu melakukan problem solving.

Biasanya anak berantem dengan teman sebaya hanya sebentar. Bisa jadi hitungan jam, hari atau minggu mereka sudah baikan kembali seperti semula, padahal ini berbanding terbalik jika orang tua ikut campur. 

Justru ketika si anak sudah berbaikan bisa jadi orang tua masih bermusuhan bahkan hingga akhir hayatnya. Suatu tindakan konyol yang sebenarnya bisa diantisipasi. 

Percayakan anak mampu menyelesaikan masalahnya sendiri. Membekali seni bela diri bisa jadi pilihan tepat agar si anak punya kepercayaan diri lebih jika menghadapi orang lain.

***

Saya sering merasa lucu ketika anak memiliki masalah dengan teman sepermainan namun orang tua justru berusaha ingin terlibat di dalamnya. Padahal orang tua bisa jadi tidak mengetahui detail apa masalah yang si anak dan teman sepermainan alami.

Bagi mereka anak harus di bela hingga titik darah penghabisan. Padahal menurut saya, pola pendidikan ini bisa salah karena anak-anak dapat berperilaku nakal atau usil justru sebagai upaya mewarnai pertemanan mereka. 

Orang tua bukan berarti tidak boleh terlibat dalam masalah anak namun sebaiknya bisa menempatkan porsi yang pas. 

Sebaiknya kita lebih menempatkan diri sebagai pemantau dan pemberi nasihat dahulu dibandingkan langsung meluapkan emosi berlebihan. 

Kasus yang terjadi di Bandar Lampung dapat menjadi contoh pembelajaran hidup bahwa kasus konflik anak justru dapat memutuskan hubungan silahturahmi dengan tetangga atau bahkan berujung bencana.

Semoga Bermanfaat

--HIM--

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun