Membuat status di media sosial seperti di Facebook, Twitter, WhatsApp, Instagram, dan media sosial lainnya memang sah-sah saja. Mengingat tidak ada larangan bagi seseorang memposting sesuatu di media sosial miliknya sendiri.Â
Bahkan postingan status bisa sebagai ekspresi diri, informasi hingga promosi kepada rekan atau orang lain.
Lisa, seorang teman kerja di Head Office sering memanfaatkan media sosial untuk mempromosikan barang dagangannya. Ia memang memiliki usaha kecil-kecilan seperti jasa titip (jastip) hingga reseller produk.Â
Aktivitasnya ini bahkan mampu memberikan tambahan pemasukan. Bahkan hal mencengangkan banyak orang tertarik membeli produk yang ia promosikan di status WhatsApp dan keuntungan bisa melebihi gaji yang diterima.Â
Berbeda kisah dengan teman kerja lainnya sebut saja Irma. Irma ini sering berkeluh kesah tentang hal-hal yang terjadi di hidupnya. Mulai hal sepele seperti tengah sakit, beratnya mengasuh anak hingga yang cukup privasi seperti konflik dengan suami atau orang lain pun diumbar dalam status media sosial.Â
Terkait postingan status WhatsApp, saya sempat merasa kesal dengan seorang tetangga. Ia sempat meminjam uang pada saya dengan dalih untuk keperluan keluarga. Hal yang bikin kesal, ia seakan memanfaatkan sifat saya yang enggan menagih bahkan dirinya memposting tengah membangun rumah.Â
Artinya sebenarnya ia memiliki uang tabungan yang bisa digunakan membayar hutangnya namun justru terkesan melupakan. Dirinya dengan bangga menceritakan perkembangan pembangunan rumahnya tanpa memikirkan perasaan saya yang masih berharap hutangnya segera dibayarkan.Â
Kondisi inilah yang membuat saya berpikir tidak semua orang bijak dalam berinteraksi di dunia maya khususnya dalam hal postingan media sosial.Â
Apa hal yang sepatutnya bisa jadi pertimbangan kita sebelum memposting status berlebihan di media sosial?Â
# Jangan Posting untuk Mencari Simpati Berlebihan
"Duh, capek kerja dari pagi sampai sore. Gaji cuma segitu-gitunya."
"Hari ini sial banget, kepleset gara-gara kulit pisang."
Tanpa dipungkiri ada diantara kita yang sengaja membuat postingan untuk mencari simpati orang lain. Biasanya mereka akan menulis tentang kesialan, kesedihan, kemarahan hingga hal-hal apes lainnya.Â
Di satu sisi mungkin teman media sosialakan menaruh iba atau perhatian khusus ketika ada yang curhat tentang hal tidak menyenangkan dalam hidupnya.Â
Namun ketika nyaris setiap hari postingan berbau hal sama bahkan lebih dari 1 postingan tiap hari. Penilaian orang justru akan berubah.Â
Mulanya mungkin simpati namun berubah menjadi antipati. Bukan hal mustahil jika kelak muncul title Drama Queen, di mana si penulis status terlalu mendramatisir kisah hidupnya.Â
Contoh kasus Irma, ketika nyaris tiap hari memposting cerita kesedihan dan kekesalan hidup. Teman-teman justru memberikan stigma drama queen pada dirinya.Â
Padahal ada banyak orang yang bernasib lebih tragis dan menyedihkan namun mereka berusaha tegar dan menjadikan hal itu sebagai masalah pribadi.Â
Curhat kerja dari pagi sampai sore dengan gaji yang kurang menurut si pembuat status nyatanya banyak diluar sana yang berstatus pengangguran. Bahkan masa pandemi ini banyak orang kerja keras mencari kerjaan bahkan digaji UMR pun adalah berkah tersendiri.Â
# Aib Personal Bukan Konsumsi Publik
Berantem dengan pasangan, tidak akur dengan mertua, sifat pasangan bikin kesal, sering muncul konflik rumah tangga adalah hal yang bersifat personal.Â
Tidak jarang ada yang bersifat aib dan berharap tidak diketahui oleh orang lain. Nyatanya saya masih menemukan seseorang yang dengan bangganya menceritakan aib personal dan keluarga di status media sosial.Â
Hati kadang miris membaca status seperti ini. Saya pernah menegur ibu saya yang meluapkan kekesalan dengan saudaranya melalui media sosial. Bagi saya, hal personal atau hal keluarga sebaiknya diselesaikan secara personal atau kekeluargaan.Â
Tidak lucu rasanya orang luar jadi tahu masalah internal kita. Masalah bisa kian runyam karena kita menceritakan hal pribadi ke media sosial dan menyebarkan kepada orang lain yang mungkin tidak kita kenal dekat.
"Jarimu adalah harimaumu", istilah yang bisa mewakili beberapa kasus di mana postingan yang awalnya menyindir atau menceritakan konflik orang lain justru membuat masalah baru.Â
Sempat ada kasus viral seseorang menyindir temannya yang merupakan istri petinggi di Polri yang memiliki masalah sangkutan piutang. Sindiran ini justru berujung pada pelaporan dengan indikasi pencemaran nama baik.Â
Khawatir akan banyak kasus baru muncul karena postingan tidak bijak khususnya bagi mereka yang kurang berkenan terhadap status tersebut. Sebelum itu terjadi, sebaiknya kita perlu berpikir bijak sebelum menuliskan sesuatu di status media sosial.Â
# Ceritamu Hanya Semu Semata
Saya pernah teringat beberapa postingan status lucu dari beberapa orang kenalan.Â
Ada yang posting baru membeli Iphone keluaran terbaru di media sosial ternyata Iphone tersebut milik temannya yang sengaja ia foto untuk dipamerkan.Â
Ada yang suka posting sering pergi liburan ke tempat-tempat menarik atau makan kulineran mahal hingga membeli barang branded. Padahal kita yang kenal dekat tahu bahwa ia sering berutang karena tidak punya uang cadangan untuk bertahan hidup atau postingan hanya untuk pencitraan semata.Â
Kasus seperti yang saya alami ketika ada orang berutang pada kita namun postingannya seakan memiliki gaya hidup mewah dan glamour. Nyatanya postingan ini bertolak belakang saat dulu dirinya memohon untuk pinjam uang atau barang pada kita.Â
Beribu alasan dan ekspresi memelas ditunjukan untuk menarik simpati untuk dibantu. Namun dunia berubah 180 derajat di mana postingannya terkesan ia memiliki banyak uang. Bahkan tragisnya berusaha melupakan utang yang dimiliki.Â
Jujur orang dengan tipe ini tidak layak mendapatkan simpati. Postingan status hanyalah hoax dan pencitraan yang bertolak belakang dengan kenyataan.Â
Hal buruk terjadi bisa jadi si pembuat status akan mendapat sindiran dan kritikan pedas ketika ia tengah terjatuh atau berusaha memelas kepada orang lain.Â
***
Media sosial memang telah menjadi media interaksi dengan banyak orang melalui kecanggihan teknologi dan internet. Pengguna media sosial ternyata masih banyak yang bersikap semaunya dalam meluapkan ekspresi dan emosi dalam postingan status sosmed.Â
Status yang kurang bijak justru bukan menarik simpati namun lebih ke hal-hal yang tidak sesuai ekspektasi kita. Kasus seperti pelabelan terlalu alay, drama queen, palsu (hoax), pencitraan semata justru diberikan pada status sosmed kita.Â
Jika Sobat Kompasiana masih terjebak dalam kondisi ini tidak ada salahnya mulai merubahnya. Saya pun kini lebih suka memposting video-video lucu yang menghibur di media sosial serta hal-hal inspiratif.
Tujuannya agar orang melihat saya sosok yang berusaha menciptakan aura positif bagi orang disekitarnya. Segala keluh kesah hidup lebih baik saya pendam karena orang lain hanyalah penonton. Bisa jadi mereka justru tertawa atau nyinyir terhadap postingan kita yang terlalu banyak drama.Â
Semoga Bermanfaat
--HIM--
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H