Saat ini ketika generasi Z dan Alpha menganggap gaya bahasa campuran terkesan keren, seru dan lebih anak muda.Â
Ironisnya ketika mereka sudah terbiasa berkomunikasi dengan gaya bahasa campuran dalam aktivitas sehari-hari justru membekas di alam bawah sadar. Kekhawatiran jika kebiasaan ini telah menjadi karakter.Â
Bayangkan 10-15 tahun kedepan generasi Z dan Alpha sudah menikah dan memiliki anak. Secara naluriah pasti sebagai orangtua, kita ingin mendidik anak dengan baik.Â
Nyatanya ketika gaya komunikasi mix ini telah menjadi karakter dan ditularkan kepada anak. Justru ini akan menjadi dilematika tersendiri. Orangtua berpotensi tidak mengajarkan cara komunikasi yang baik pada anak. Anak akan ketularan gaya berbicara seperti orang tuanya.Â
Hal berbahaya lainnya, anak yang sudah di doktrin oleh orangtua menggunakan bahasa campuran berpotensi kurang peka terhadap tata krama dan mengeneralisasi lawan bicara seperti teman sebaya.Â
Anak bisa berbicara tidak sopan pada orang tua, anak berbicara tanpa melakukan filter hingga anak mulai mengganggap cara berpikir orangtua sangatlah kuno.Â
***
Salah satu cara berkomunikasi baik adalah menyampaikan sesuatu kepada pihak lain secara benar, tepat, dan tidak ada salah tafsir. Nyatanya tren penggunaan bahasa campuran ala anak Jaksel telah menjadi catatan bagi pemerhati pendidikan dan bahasa, apakah gaya komunikasi masih dianggap baik dan layak?Â
Secara personal saya memaklumi bahwa seiring waktu pasti akan ada perubahan atau improvisasi dalam hidup. Nyatanya saya merasa miris jika bahasa Indonesia yang susah payah dibangun dan diajarkan oleh pendidik menjadi "rusak" dan "bias" karena tren bahasa campuran.Â
Bagi anak muda bahasa campuran ala anak Jaksel terkesan kekinian, mengikuti tren jaman dan media untuk mengembangkan bahasa Inggris.Â