Nyatanya orang asing paham mana orang yang menggunakan bahasa campuran untuk belajar dan mana yang sekadar gaya-gayaan.Â
Ini karena fenomena kata yang digunakan tidak berkembang. Hanya beberapa kosakata saja yang dijadikan dialog seperti which is, at least, basically, honestly, damn, even, literally, prefer dan sebagainya.Â
Orang yang tengah belajar bahasa asing pasti akan memiliki tambahan kosakata. Namun orang yang hanya sekadar gaya-gayaan hanya menggunakan kosakata itu tanpa berusaha menambah kosakata lainnya.Â
Seandainya saya adalah Warga Negara Asing (WNA) dan mendengar tetangga berbicara bahasa mix mungkin awal akan biasa saja. Namun lama-kelamaan akan berubah jadi risih bahkan bisa jadi obyek bahan candaan.Â
# Berkontribusi terhadap Rusaknya Bahasa
Suka tidak suka nyatanya gaya bahasa ini sudah merusak tatanan bahasa Indonesia. Padahal sejak masa meraih kemerdekaan, banyak pihak berusaha keras menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.Â
Bahkan para pendidik sudah berjuang keras membimbing anak-anak yang tinggal di daerah atau yang terbiasa menggunakan bahasa daerah agar beralih menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari.Â
Mungkin saat ini hanya anak muda di Jaksel yang sering menggunakan gaya bahasa ini. Namun dengan canggihnya media internet, media televisi hingga media komunikasi membuat gaya bahasa ini menyebar cepat di seluruh pelosok tanah air.
Tidak perlu jauh-jauh, anak kecil di lingkungan tinggal saya saat di Bogor pun sudah tertular gaya bahasa Jaksel. Padahal sudah lintas provinsi.Â
Saat dulu penugasan di Jawa Timur pun. Saat lagi nongkrong di cafe, saya sering mendengar anak muda yang berbicara ala anak Jaksel. Terasa cepat penyebaran dan kekhawatiran rusaknya bahasa Indonesia semakin terlihat.Â
# Menciptakan Pola Pendidikan Keliru pada Anak