Pak, enak gak sih merantau? Seorang di kantor bertanya pada saya. Dirinya tahu kisah saya yang sejak kecil tinggal berpindah-pindah tempat.Â
Secara personal saya menjawab menikmati pengalaman merantau di berbagai kota. Saya mencoba flashback saat dulu tinggal di Serang, Denpasar, Malang, Jakarta, Pasuruan dan kini di Bogor.Â
Ada berbagai alasan dan kondisi yang membuat seseorang keluar dari kampung halaman dan tinggal di kota baru seperti mengikuti orang tua atau pasangan, lanjut pendidikan, pekerjaan, ingin merubah nasib ataupun alasan pribadi.Â
Beberapa teman dan orang di sekitar saya tidak seberuntung saya bisa merantau ke beberapa daerah. Ada teman yang takut jika harus tinggal di daerah baru yang terasa asing baginya.Â
Di sisi lain ada yang ingin merantau namun terkendala izin orang tua hingga khawatir tidak betah dan rindu kampung halaman.Â
Terlepas dari kekhawatiran dan ketakutan bagi perantau pemula. Saya justru tertarik menyarankan selagi muda untuk keluar dari zona nyaman dan mencoba merantau.Â
Berikut beberapa manfaat dan cara menghilangkan mindset ketakutan merantau dalam diri, apa saja itu?
Merantau Membuat Kita Open Minded
Ada kisah di mana teman semasa kuliah sakit hati karena temannya menggunakan intonasi suara tinggi saat berbicara padanya.Â
Baginya orang tersebut seakan ketus dan marah padanya. Dirinya tidak terbiasa jika ada lawan bicara yang memiliki intonasi tinggi dan ceplas-ceplos.Â
Ternyata lawan bicaranya ini adalah mahasiswa perantau dari Medan. Bagi si mahasiswa asal Medan ini ia berbicara normal dan memang memiliki intonasi terkesan tinggi.Â
Bagi orang yang tidak terbiasa pasti akan menyangka cara bicaranya seakan ngajak ribut dan ceplas-ceplos.Â
Bagi kaum perantau, adanya perbedaan budaya, tradisi dan gaya hidup masyarakat akan ditanggapi secara luas. Bisa jadi apa yang dianggap berbeda dalam tradisi atau kebiasaan kita ternyata adalah hal biasa bagi mereka yang berasal dari daerah tertentu.Â
Ini seperti penggunaan istilah Cuk, yang kerap kali dilontarkan oleh anak muda di Surabaya bahkan menyebar di sekitarnya.Â
Awalnya saya pun tersinggung ada yang memanggil saya dengan istilah Cuk. Namun kini justru terbiasa dan bahkan istilah itu menjadi pengakrab dengan teman sebaya atau teman dari asal Surabaya.Â
Merantau ke daerah lain akan membuat pikiran kita lebih terbuka dan memahami ada hal lain yang unik dan berbeda yang tidak umum ditemukan di daerah kita.Â
Bagi kita minum arak atau alkohol adalah hal aneh dan tidak baik. Namun ketika kita merantau ke negara barat, minum alkohol adalah hal umum bahkan banyak dikonsumsi saat musim pendingin untuk menghangatkan badan.Â
Merantau Memperluas Koneksi
Ini adalah keuntungan lain jika kita merantau ke daerah baru dan bertemu dengan sesama perantau. Seiring waktu koneksi pertemanan kita semakin luas.Â
Terbukti ketika saya kuliah di Malang dan bertemu dengan banyak teman mahasiswa perantau dari berbagai kota. Kini ketika sudah lulus dan mengunjungi suatu daerah.Â
Saya sering menghubungi teman untuk kumpul atau bahkan menumpang istirahat sejenak.Â
Ini seperti saat saya ke Jogja, Kediri ataupun Blitar. Ketika tahu saya sedang berwisata ke daerah tersebut, teman sering menawari untuk mampir atau menjadi tour guide gratis.
Seorang teman saya pun mengalami kisah berbeda dan cukup beruntung. Ketika ia menganggur sekian lama karena belum mendapatkan pekerjaan. Seorang teman semasa kuliah menawarkan sebuah pekerjaan untuknya.Â
Dirinya pun beruntung teman semasa perantau saat kuliah dulu membantu dirinya di tengah kesusahan. Bahkan tidak segan memberikan tumpangan selama ia mengikuti proses seleksi kerja. Keberuntungan ini didapat karena adanya koneksi yang terbangun saat dulu merantau kuliah.Â
Lokasi Baru, Keluarga Baru
Mungkin ada ketakutan jika nanti berada di daerah baru dan terjadi sesuatu. Tidak ada anggota keluarga yang akan menolong.Â
Nyatanya jika kita pandai bersosialisasi justru kita akan mendapatkan keluarga baru di mana pun kita berada.Â
Ini terjadi pada adik saya saat ia merantau ke Semarang saat kuliah. Ia seakan menemukan keluarga baru yaitu pemilik kos serta teman-teman di organisasi kampus.Â
Saat adik saya sakit atau pernah terjadi kemalingan di dalam kos. Orang-orang terdekat dengan sigap memberikan pertolongan dan membantu adik saya layaknya keluarga sendiri. Bahkan ketika dirinya wisuda, banyak teman dan adik kelas datang untuk memberikan ucapan selamat.Â
Saya pun merasakan sendiri ketika saya dimutasi ke Pasuruan, Jawa Timur. Selama 2 tahun tinggal dan berinteraksi dengan lingkungan kerja dan tempat tinggal sudah berasa keluarga sendiri.Â
Bahkan ketika mereka tahu saya harus mutasi lagi ke Bogor, beberapa orang meneteskan air mata karena sedih dan berulang kali meminta saya untuk balik lagi.Â
Teman saya yang berasal dari Padang, Sumatera Barat. Ketika di tanah rantau, dirinya tidak sulit mencari teman ataupun keluarga baru.Â
Teman saya ini sangat suka makan di rumah padang yang ada di sekitar tempat tinggal saat dulu kuliah di Jogja dan kerja di Jakarta.
Alhasil ia pun kenal dengan seluruh pemilik rumah makan Padang yang ia jumpai bahkan sering diberikan diskon atau tambahan lauk ketika tengah makan di rumah makan tersebut.Â
Ini adalah momen spesial di mana kita yang merupakan orang asing di daerah baru justru menemukan sahabat dan keluarga baru di sana. Tidak jarang kebaikan mereka bisa melebihi keluarga sendiri.Â
Merantau Meningkatkan Keterampilan Diri
Saya mengakui bahwa selama merantau ada banyak keterampilan diri yang terbentuk. Saat kuliah dulu, saya terbiasa mencuci pakaian, memasak makanan hingga manajemen waktu.Â
Dulu saya terbiasa jadi anak manja yang ketika bangun tidur sudah langsung tersaji sarapan. Ketika ingin sesuatu pun minta uang pada orang tua.Â
Justru semenjak kuliah, saya jadi bisa memasak. Bahkan seringkali saya dan teman-teman kuliah masak bersama untuk kebersamaan serta upaya berhemat.Â
Keterampilan manajemen waktu pun kian meningkat. Dari bangun pagi hingga malam sudah ada porsi kegiatan yang sudah saya atur dengan baik. Mulai kuliah, mengerjakan tugas kuliah, membersihkan kosan hingga jalan-jalan bersama teman.Â
Hal lainnya pun saya bisa melakukan manajemen keuangan. Mulai berpikir untuk menggunakan uang kiriman agar cukup untuk kebutuhan selama kuliah hingga mencari uang tambahan jika ingin membeli sesuatu atau uang kiriman orang tua kurang.Â
Manajemen keuangan selama merantau ini masih terbawa hingga sekarang. Saya berusaha berpikir bijak jika ingin mengeluarkan sesuatu.
- Apakah kebutuhan itu penting atau hanya mengikuti ego semata?Â
- Apakah ada produk serupa dengan harga kompetitif?Â
- Apakah ada promo tertentu untuk memangkas pengeluaran? Dan sebagainya
Seandainya saya tidak pernah merasakan merantau dan pusing ketika uang kiriman orang tua menipis yang artinya saya harus bisa berhemat. Mungkin saat ini saya akan jadi sosok yang boros dan konsumtif.Â
***
Merantau bukanlah sesuatu yang menakutkan dan perlu dihindari. Ada banyak pengalaman dan kisah baru serta seru yang didapatkan justru ketika kita merantau.Â
Di atas hanyalah sebagian kecil keuntungan ketika kita berani keluar dari zona nyaman dan mencari hal baru di tanah rantau. Yuk sharing pengalaman seru Sobat Kompasiana saat merantau di kolom komentar.
Semoga makin melengkapi tulisan artikel ini.Â
Semoga Bermanfaat
--HIM--
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H