Kompasianer pun kepentingannya agar tulisannya bisa dipublish, dibaca dan dihargai dalam bentuk Rewards. Pihak sponsor pun berharap dana atau support yang diberikan sebanding dengan branding yang diterima.Â
Kepentingan-kepentingan ini kadang menciptakan bentrok kepentingan. Bahkan kepentingan antar Kompasianer pun bisa bertolak belakang yang kemudian muncul aroma persaingan seperti yang pernah terjadi beberapa waktu lalu.Â
Perspektif Liberal menekankan bahwa masih ada aktor lain diluar negara yang memiliki peran penting dalam tatanan internasional seperti IGO, NGO, MNC hingga individu. Kaum liberal pun optimis menciptakan kerjasama yang menguntungkan antar aktor.Â
Di Kompasiana pun terbangun iklim yang mendekati liberalisme. Ada upaya kerjasama antar aktor. Seperti admin yang berharap dapat suntikan dana dari sponsor atau pengiklan, pihak sponsor atau pengiklan bisa mendapatkan branding dari kerjasama tersebut, penulis pun dapat hasil dari tulisannya.Â
Perspektif Marxis, sistem internasional akan menciptakan strata/hierarki seperti kaum borjuis dan buruh. Kritikan Pak Felix Tani saya nilai muncul karena merasakan kondisi ini di Kompasiana saat ini.Â
Admin Kompasiana dan pihak sponsor menempati posisi Borjuis dan Kompasianer di posisi Buruh. Kenapa begitu?Â
Kaum borjuis selaku pemilik modal akan membuat berbagai aturan kepada pekerja. Tidak suka, silakan pergi. Jika suka, silakan bertahan. Admin Kompasiana pun memiliki aturan sama.Â
Sebagai tuan rumah, admin berhak menentukan artikel mana saja yang layak, perlu diedit atau bahkan dihapus. Menentukan berapa besaran reward yang diterima tiap Kompasianer dan sebagainya.Â
Kompasianer yang tertarik dengan K-Rewards mau tidak mau mengikuti aturan tersebut. Jika merasa keberatan, silakan mundur tanpa harus diminta.Â
Disisi lain muncul strata lain seperti kaum centang biru, centang hijau dan tanpa centang dengan segala kemudahan, keistimewaan khusus yang ditawarkan.
***