Saya mencoba mengingat kembali tindakan atasan saya saat memberi SP seperti memberitahukan kesalahan yang dilakukan, harapan yang diinginkan atasan setelah ada pemberian SP dan pemberian motivasi kepada bawahan agar SP bukan bentuk kebencian namun perhatian atasan pada bawahan.Â
Jika saya tidak pernah mendapatkan SP mungkin saya akan kurang peka terhadap perasaan bawahan. Atau mungkin menjadikan SP sebagai balas dendam kepada bawahan yang kurang disukai.Â
Saya kini menempatkan SP sebagai upaya membangun hubungan profesionalitas, disiplin dan integritas dalam dunia kerja. Jika kesalahan masih bisa ditolerir dan bukan masalah besar tentu saya tidak akan serta merta mengeluarkan SP.
Pasti kita menginginkan suatu saat memiliki karir baik dan diberi kepercayaan sebagai pimpinan divisi seperti supervisor, leader, manager atau bahkan level direktur. Bisa jadi pengalaman mendapatkan SP bisa membuat kita menjadi pemimpin bijak, tegas dan profesional.Â
Jadikan SP Sebagai Pembatas Diri Yang Positif
Ketika mendapatkan SP memang ada rasa yang berkecamuk di pikiran. Tidak jarang ada rasa kesal, sedih, marah, menerima dengan tulus atau bahkan sakit hati.Â
Kita bisa menempatkan diri dengan menganggap SP adalah pembatas yang harus dilakukan untuk mencegah kesalahan berulang dan pengingat bagi karyawan lain.Â
Cara terbaik kita membalikan posisi kita sebagai atasan ketika mendapati bawahan melakukan kesalahan seperti yang kita lakukan. Bagaimana respon kita?Â
Jika kita juga akan bereaksi marah, kesal dan mengeluarkan SP kepada orang tersebut maka sejatinya tindakan pemberian SP adalah lumrah. Buktinya kita pun akan menerapkan hal sama seperti yang terjadi pada saat ini.Â
Ketika kita mampu menempatkan diri sebagai atasan yang tengah menegur bawahan maka hati akan terasa lebih ikhlas, tenang dan menerima SP dengan lapang dada. Kita harus berpikir bahwa segala hal pasti ada sisi positifnya dan kita harus fokus melihat sisi tersebut.Â
***