Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pentingnya Nilai Kemanusiaan pada Profesi Asisten Rumah Tangga

27 September 2021   16:58 Diperbarui: 29 September 2021   15:55 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ART (Thinkstock/Choreograph)

Ada kisah yang cukup mengharukan yang dibagikan seorang rekan di kantor. Dirinya bercerita Asisten Rumah Tangga (ART) yang sudah bekerja 4 tahun mengajukan resign. 

Alasan karena dirinya akan menikah dan mengikuti suami di kampung halamannya. Selama ini ART banyak membantu dirinya membersihkan rumah selagi dirinya dan suami bekerja serta menjaga anaknya sejak berusia 2 tahun. 

Di hari perpisahan, rekan saya dan suami hingga rela mengajukan ijin kerja setengah hari karena ingin mengantar langsung ART ke terminal dan mengucapkan salam perpisahan. 

Rekan saya cerita, dirinya beserta suami tanpa terasa meneteskan air mata karena sudah menganggap ART ini layaknya keluarga sendiri. Ketika bepergian pun ART selalu ikut menemani. 

Reaksi si anak pun bisa ditebak. Dirinya menangis sambil meminta si ART untuk tidak balik. Si anak menanggap "mbak" sebagai kakaknya sendiri yang selalu menemani selama orang tua bekerja. 

Secara personal saya salut pada rekan kerja saya ini yang berusaha memanusiakan orang lain meski berstatus ART. Bahkan pernah sekali dirinya bercerita memarahi si anak karena bertindak kurang sopan, baginya ART bukan profesi yang direndahkan namun mereka juga manusia biasa yang harus dihormati. 

Dalam kasus berbeda, saya sering kali membaca berita penyiksaan ART oleh majikannya karena suatu hal. 

Ika Musriati, ART yang bekerja di rumah pasangan daerah Semarang mengalami kisah pilu. Dirinya mengalami penyiksaan dari majikan setelah memasuki bulan ke-3 bekerja. 

Ika mengalami kekerasan fisik dibuktikan dengan luka sayatan di tangan, dipaksa minum air mendidih dan makan 50 cabai. 

Tindakan ini bagi saya sangat keterlaluan sungguh tega seseorang dipaksa minum air mendidih yang bisa menciderai lidah. 

Bahkan memakan cabai jumlah banyak bisa membahayakan kesehatan. Akibat tindakan ini membuat dirinya trauma berkepanjangan dan harus rela melaporkan penganiayaan ke pihak berwajib (Berita selengkapnya di sini). 

ART yang Disiksa Majikan (Kompas/Riska F)
ART yang Disiksa Majikan (Kompas/Riska F)

Kisah kelam lainnya juga dirasakan oleh Anggraini Setyawati (45) di Surabaya. Dirinya bahkan disiksa oleh majikan menggunakan sapu, pipa, setrika dan selang. 

Hal lebih tragis, dirinya dipaksa makan kotoran kucing peliharaan dan gaji tidak dibayarkan hingga berbulan-bulan. Kini si korban mengalami lumpuh karena penyiksaan tersebut (Selengkapnya klik di sini). 

Memanusiakan manusia seakan dilupakan dan diabaikan oleh sebagian orang khususnya yang bertindak sebagai majikan/atasan. 

Mereka mengganggap uang dan jabatan adalah segalanya sehingga bawahannya harus menuruti keinginan mereka. 

Belajar dari cara perlakuan teman saya pada ART, ternyata ada beberapa nilai penting bagaimana kita bisa tetap memanusiakan manusia khususnya ART. 

Tugas ART Bukanlah Pekerjaan Mudah

Saya mengganggap salah besar jika pekerjaan ART dianggap simpel dan tidak berat. 

Adakalanya majikan membuat aturan di mana ART bangun lebih awal hanya untuk menyiapkan menu sarapan, memandikan anak majikan. 

Setelah siang hari kemudian membersihkan rumah mulai menyapu dan mengepel. Tidak hanya itu ada tugas yang sering diberikan yaitu memasak menu sore, mencuci dan menyetrika pakaian. 

Jikalau masih mengganggap pekerjaan ART ringan, maka muncul pertanyaan ringan. Bersediakah jika ART diliburkan seminggu dan majikan melakukan tugas tersebut seorang diri? 

Jika tidak bersedia, maka artinya si majikan sangat membutuhkan peran ART karena tugas rumah yang begitu banyak dan berat. 

Seorang ART yang mengerjakan Banyam Tugas. (Sumber dari Grid.id)
Seorang ART yang mengerjakan Banyam Tugas. (Sumber dari Grid.id)

Saya salut ART banyak yang dituntut bangun sepagi mungkin dan tidur ketika majikan sudah istirahat malam. Sistem kerja yang tidak menentu tapi mereka berusaha tetap kerja sebaik mungkin. 

Hal unik kerapkali terjadi ketika libur lebaran. Banyak ART yang cuti pulang kampung. Majikan kemudian stres karena rumah tidak terurus, anak tidak ada yang menjaga dan rumah terasa sepi. 

Alhasil mereka mengharap si ART cepat balik atau bahkan me-lobby agar si ART tidak pulang kampung. Salah satunya menaikan upah atau memberikan bonus jika mereka bersedia tidak ambil cuti kerja. 

Ketika sudah menyadari bahwa ART sangat penting maka sebaiknya kita bisa semakin menghargai ART. 

Biarpun ART mendapatkan gaji bulanan dari si majikan, bukan berarti mereka memegang kendali terhadap diri si ART. 

Pendidikan Rendah, Kaya Pengalaman

Tidak dipungkiri ART memiliki latar pendidikan rendah karena keterbatasan ekonomi. Ada seorang pembantu yang hanya lulusan SD karena kedua orang tuanya meninggal sehingga harus diasuh oleh kakek-neneknya. 

Sebenarnya ART ini cerdas karena sering juara kelas namun karena faktor ekonomilah yang membuat dirinya tidak bisa lanjut ke jenjang tinggi. 

Disisi lain justru dirinya memiliki kaya pengalaman. Dia bisa memasak, mengasuh anak kecil, membersihkan rumah bahkan menjahit pakaian yang rusak. 

Pengalaman ini jauh diatas kemampuan si majikan. Bahkan majikan perempuan tidak bisa memasak dan selalu stres jika mengasuh anaknya yang masih kecil. 

Bahkan jika majikan pria disuruh menyetrika pun belum tentu bisa. Ini menandakan bahwa ART pun memiliki keterampilan yang mumpuni meskipun dari sisi pendidikan dan nasib memang tidak seberuntung majikannya. 

Jikalau diberi kesempatan sama baik pendidikan dan latar belakang sosial. Bisa jadi ART bisa jauh lebih sukses dibandingkan si majikan. 

Kisah Perjuangan Hidup Yang Luar Biasa

Saya pernah mendengarkan kisah pengalaman hidup seorang ART. Ketika sang suami meninggalkan dirinya beserta anak-anak. 

Dirinya rela meninggalkan anak-anak di kampung untuk bekerja sebagai ART.  Lebih dari 20 tahun, ia hanya pulang menemui keluarga saat lebaran idul fitri. Dari uang hasil bekerja sebagai ART, ia bisa menyekolahkan anak hingga jenjang perguruan tinggi. 

Teresita Alcanzare, seorang ART yang Berhasil Membiayai Anaknya. Sumber Grid.Id
Teresita Alcanzare, seorang ART yang Berhasil Membiayai Anaknya. Sumber Grid.Id

Kisah Teresita Alcanzare, wanita asal Filipina mungkin bisa menjadi inspirasi. Dirinya adalah ibu dengan meninggalkan 7 anak-anaknya untuk menjadi ART di Hongkong. 

Berpisah selama 20 tahun, dirinya akhirnya bisa bangga ketika anak-anaknya bisa tumbuh dengan sehat serta menempuh pendidikan hingga perguruan tinggi. Ini semua dari hasil gajinya yang diterima selama bekerja sebagai ART (Kisah selengkapnya klik di sini). 

Nasib seseorang memanglah tidak bisa ditebak. Ada yang beruntung memiliki keluarga lengkap, kondisi finansial baik, pendidikan tinggi atau segala kebutuhan terpenuhi.  

Tanpa kita sadari ada kisah lain yang tidak seberuntung itu. Ada banyak kisah mengharu biru dari perjuangan hidup seseorang sehingga bersedia menjadi ART. 

Ada kakak yang rela bekerja sebagai ART agar adik-adiknya bisa sekolah, ada ibu yang menjadi ART karena ditinggalkan suami, anak jadi ART karena yatim piatu dan sebagainya. 

Saya merasa perjuangan hidup mereka bisa lebih menginspirasi dibandingkan kisah si majikan. Belum tentu jika posisi ditukar, majikan mampu melakukan perjuangan sehebat ART-nya. 

***

Banyaknya kisah penyiksaan terhadap ART memang sangat disayangkan. Ini artinya masih banyak majikan yang tidak memanusiakan manusia. Mengganggap dirinya lebih superior dibandingkan orang lain. 

Nyatanya ART tetaplah profesi yang tetap harus diapreasiasi. Bahkan keterampilan mereka tidak bisa dipandang sebelah mata. Disisi lain mereka pun berjuang untuk keluarga dan orang dicintai. 

Semoga Bermanfaat

--HIM--

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun