Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Siapkah Orangtua Menghadapi Kekritisan, Rasa Ingin Tahu, dan Kecerdasan Buah Hati?

22 September 2021   19:40 Diperbarui: 23 September 2021   13:13 808
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sela jam kosong kantor, rekan saya curhat stres menghadapi kekritisan anak saat pembelajaran via virtual dengan guru di sekolah. 

Rekan saya hanya mendampingi si anak ketika belajar mengenal hewan buas dalam bahasa inggris. 

"Giraffe isn't a wild animal, miss?" Kata anak rekan saya memprotes ibu gurunya yang memasukan jerapah dalam kategori hewan buas. 

Rekan kerja saya cerita, ibu gurunya sudah menjelaskan bahwa alasan jerapah masuk kategori hewan buas karena tidak bisa didekati manusia. 

Namun sang anak kembali membantah argumen si guru. Baginya hewan buas itu makanannya daging, sedangkan jerapah hanya makan rumput. 

Bahkan dia mengatakan saat di taman safari, dia bisa kasih makan ke jerapah secara langsung. Artinya jerapah bukan hewan buas. 

Rekan saya yang juga ibu si anak bahkan sampai memberi kode pada si anak untuk tidak terlalu kritis. 

Hal tidak terduga si anak justru memarahi si ibu dan menegaskan kembali argumennya. 

"Saya stres pak, anak saya terlalu kritis. Kasihan gurunya sampai bingung menjawab," katanya kepada saya.

"Tahu gak pak, ayahnya aja sampai keluar kamar buat tenangin si anak agar tidak terlalu banyak bertanya," tambahnya lagi

"Terus si anak nurut?" Tanya saya penasaran

"Yaudah, ayah aja yang jelasin ke kakak. Kenapa Jerapah masuk hewan buas?" Ujar rekan saya menirukan celetuk si anak seketika

Sang ayah yang semula ingin menenangkan akhirnya memilih masuk kembali ke kamar karena pusing cara menjawab pertanyaan si anak. 

Saya tertawa terpingkal-pingkal karena orangtua justru bingung menghadapi rasa ingin tahu dan kekritisan anak. 

Momen ini sangat sering terjadi di sekitar saya dimana si anak mengajukan pertanyaan tak terduga seperti:

  • Kenapa mobil bisa jalan? 
  • Kenapa ban bentuknya bulat? 
  • Dari mana si anak dilahirkan? 
  • Kenapa si anak tercipta? Dan pertanyaan lainnya

Saya teringat dulu sempat menanyakan sesuatu yang membuat guru agama saya gelagapan mencari jawaban. 

Pertanyaan simpel, Jika manusia diciptakan oleh Tuhan lalu siapa yang menciptakan Tuhan? 

Saya ingat respon guru saya yang tampak bingung, padahal niat saya hanya murni bertanya karena rasa ingin tahu. Apalagi saat itu saya masih duduk di kelas 1 SD jadi tidak ada niat memberikan pertanyaan menjebak. 

Mengapa Anak Bersikap Kritis dan Terlalu Ingin Tahu? 

Menguntip dari jurnal psikolog, kemampuan kritis anak khususnya saat balita sangatlah wajar. Ini karena mereka memiliki rasa ingin tahu terhadap hal-hal di sekitarnya serta berkembangnya kemampuan otak seiring dengan keterampilan berbicara. 

Anak yang Memiliki Rasa Ingin Tahu Tinggi | Sumber: Freepik/jcomp
Anak yang Memiliki Rasa Ingin Tahu Tinggi | Sumber: Freepik/jcomp
Bagi saya kekritisan anak ini justru menandakan anak peka terhadap kondisi sekitar, syarat otak berkembang baik dan cikal anak bertipe cerdas jika dibarengi pola asuh tepat. 

Keluarga adalah Sekolah Pertama Bagi Anak

Jangan pernah lupa bahwa orangtua adalah guru pertama bagi si anak. Bagaimana mereka belajar berjalan, berbicara hingga memberikan informasi yang dibutuhkan. 

Seharusnya orangtua tidak perlu kaget atau bereaksi berlebihan jika anak terlalu kritis dan rasa ingin tahu terlalu besar. 

Apa yang Perlu Dipersiapkan Orangtua? 

Bagi saya, jangan pernah melarang anak saat bertanya ataupun kritis terhadap suatu hal. Ada dampak besar ketika orangtua melarang atau mengabaikan pertanyaan anak. 

Menguntip dari sebuah artikel, dampak terburuk yang dapat terjadi yaitu anak tidak akan berani untuk bertanya dan sering kali bersikap defensif atau tidak mau bercerita pada orangtuanya sendiri, bahkan ketika ditanya sekalipun (Sumber Klik Di sini). 

Hal bijak yang dapat dilakukan oleh orangtua menyikapi kondisi ini antara lain :

1. Perbanyak Menggali Informasi dan Edukasi

Kesalahan orangtua yang ketap terjadi, yaitu merasa di usianya sudah tidak perlu lagi meng-update informasi atau pengetahuan yang dulu sempat dipelajari masa sekolah. 

Alhasil ketika muncul pertanyaan dari si anak, orangtua langsung gelagapan untuk menerangkan atau menjawab.

Orangtua yang Mendampingi Anak Belajar. Sumber: bimba-aiueo.com
Orangtua yang Mendampingi Anak Belajar. Sumber: bimba-aiueo.com

Kemudahan teknologi dan informasi khususnya melalui internet dapat digunakan untuk menjawab rasa penasaran si anak. 

Misalkan anak bertanya, "Kenapa ban mobil bentuknya bulat/bundar?"

Jangan sesekali menjawab, memang dari sananya berbentuk bulat atau tidak tahu. Jawaban seperti ini tentu tidak diterima oleh si anak. 

Orangtua bisa browsing terlebih dahulu jika dirasa jawaban belum pasti. Setelah menemukan bisa memberikan jawaban dengan cara sederhana.

Contoh cara menjawab: kakak, ban mobil itu berbentuk bulat karena ban harus bergerak di jalan. Benda yang berbentuk bulat lebih mudah bergerak dibandingkan persegi atau segitiga. 

Orangtua bisa mengilustrasikan dengan menggunakan kelereng, dadu atau kayu. Anak akan mengerti lebih cepat jika ditampilkan ilustrasi bagaimana ketiga benda digelindingkan bersama. 

Tentu kelereng yang berbentuk bulat akan menggelinding dengam cepat dan tanpa hambatan. Anak pun akan cepat menangkap apa yang dijelaskan oleh orangtua. 

2. Ajak Anak Mengunjungi Pusat Edukasi

Ada beberapa tempat atau wahana yang bisa memberikan edukasi lebih pada anak. Misalkan di Kota Batu, Jawa Timur. 

Ada wahana The Bagong Adventure Museum Tubuh, di mana menjadi tempat edukasi pengenalan anatomi tubuh manusia. 

Anak Bermain Di Museum Tubuh Malang. Sumber Dokumentasi Jatim Park Group
Anak Bermain Di Museum Tubuh Malang. Sumber Dokumentasi Jatim Park Group

Di sini banyak dikunjungi oleh anak balita hingga usia Sekolah Dasar (SD) untuk menjawab rasa penasaran mereka terhadap anatomi tubuh dan fungsinya. 

Di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta juga terdapat museum IPTEK. Di sini seakan menjadi sarana pembelajaran budaya serta ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikemas dengan cara menghibur, berkesan, mudah, dan kreatif.

Rasa ingin tahu anak terkait proses gunung meletus, listrik, gelombang suara dan sebagainya dapat dijelaskan dengan cara yang menarik dan mudah diterima. 

Seandainya ada pertanyaan anak terakit sains yang tidak bisa dijelaskan oleh orangtua mungkin ahli di bidangnya bisa membantu tugas orangtua ini. 

3. Menyediakan Sarana Edukasi

Jika keluarga memiliki finansial yang baik tidak ada salahnya menyediakan beberala sarana edukasi bagi anak seperti berlangganan TV kabel atau memutarkan kanal youtube khusus anak. 

Ada beberapa acara atau serial yang baik untuk anak seperti Nussa Official, National Geographic Kids, Cocomelon, Make Me Genius dan sebagainya. 

Selain bisa menjadj acara favorit anak di kala senggang juga ikut menambah wawasan bagi si anak. 

Mereka akan terlatih untuk berpikir dan memecahkan masalah meski dari sebuah tontonan. 

Buku Edukasi Bagi Anak | Sumber Caraousell
Buku Edukasi Bagi Anak | Sumber Caraousell

Selain itu orangtua bisa membelikan buku edukasi seperti eksiklopedia anak. Tampilan gambar yang menarik serta sarat informasi akan membantu para orangtua dalam menjelaskan suatu hal. 

***

Ketakutan orangtua dalam menghadapi kekritisan serta rasa ingin tahu yang besar dari anak sebenarnya bisa diantipasi dengan bijak. 3 hal yang saya paparkan diatas adalah tindakan sederhananya. 

Sangat disayangkan jika ketakutan ini justru melarang anak untuk berpikir kritis atau mengabaikan rasa ingin tahu anak. 

Tidak menutup kemungkinan rasa ingin tahu anak yang besar justru dikarenakan IQ anak begitu tinggi serta berpotensi menjadi sosok cerdas dikemudian hari. 

Yuk, para orangtua jangan lagi mengabaikan rasa ingin tahu anak. Jadilah orangtua yang cerdas dan bijak. 

Semoga Bermanfaat

--HIM--

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun