Saya teringat saat masih penempatan kerja di Jawa Timur. Seorang vendor tiba-tiba meminta sesuatu pada saya,Â
"Pak, doakan ya semoga saya bisa lolos jadi Kepala Desa! "Â
Saya terkejut karena mendapat permintaan itu apalagi saya tidak tinggal di desa beliau dan tidak memiliki hak memilih mengingat KTP saya dari luar pulau.Â
Saya selain menjawab iya dan menyemangati namun juga muncul rasa penasaran tentang persiapan beliau mencalonkan diri sebagai kepala desa.Â
"Sekitar berapa pak habis buat nyalon Kades?Â
"Sampai saat ini sudah 300 jutaan pak" Jawab dirinya agak malu
"Seriusan pak? Gak sayang duit sebanyak itu habis untuk Pilkades?Â
Sejujurnya saya masih belum ada pemikiran jika menguras isi tabungan sebanyak itu untuk menjadi Kepala Desa. Bagi saya uang senominal itu bisa untuk modal usaha, bikin rumah atau diputar dalam bentuk investasi. Apalagi setahu saya gaji Kepala Desa tidaklah besar. Menguntip dari salah satu artikel online Kompas, gaji Kepala Desa minimal Rp 2.426.640 (Berita selengkapnya klik disini).Â
Artinya jika dana untuk pemilihan habis 300 juta dan gaji Kepala Desa anggap 2,5 juta maka butuh 120 bulan atau 10 tahun untuk balik modal. Itu pun jika gaji digunakan sepenuhnya untuk mengembalikan modal awal. Nyatanya itu mustahil karena gaji pasti diperuntukan memenuhi kebutuhan pribadi.Â
Padahal masa jabatan Kepala Desa untuk 1 periode hanya 6 tahun. Seandainya hanya terpilih 1 periode bisa jadi tidak balik modal.  Terkait pertanyaan saya terakhir, jawaban tidak terduga saya terima.Â
"Seandainya saya terpilih. Uang segitu bisa balik modal Pak"
Pertanyaan sederhana, darimana bisa balik modal?Â
Rasa penasaran saya sedikit terjawab ketika beberapa staff di kantor cerita bahwa ada kerabat atau keluarganya yang pernah menjabat Kepala Desa. Bukan rahasia umum lagi jika banyak oknum perangkat desa nakal yang melakukan korupsi anggaran dana desa.
Menguntip data dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKB) menginfokan bahwa ada peningkatan anggaran desa yang diterima tiap tahun. Tahun 2018 setiap desa mendapatkan rata-rata alokasi dana desa sebesar Rp800,4juta, tahun 2019 sebesar Rp933,9 juta, dan tahun 2020 sebesar Rp960,6 juta (Info selengkapnya klik).Â
Jikalau tahun ini anggaran desa mencapai 1 milyar dan diterima selama 6 tahun masa jabatan maka kepala desa bertanggungjawab terhadap pengunaan dana sebesar 6 milyar selama 1 masa jabatannya.Â
Andai ada oknum perangkat desa nakal mengambil 10 persen saja maka sudahbisa mendapatkan 600 juta. Jumlah yang besar dan melebihi dana kampanye yang dikeluarkan selama masa Pilkades. Tidak jarang muncul pemberitaan penangkapan perangkat desa yang menyelewengkan dana anggaran desa untuk kepentingan pribadi.Â
Kasus tertangkapnya Muhammad Suheri (31), Kepala Desa Paya Bilie, Kecamatan Muara Dua, Kota Lhokseumawe. Oknum Kepala Desa ini diduga melakukan penyelewangan anggaran dana desa dimana salah satunya pengadaan sepeda motor desa menggunakan nama pribadi kepala desa. (Berita selengkapnya klik disini).Â
Kasus lainnya juga menimpa mantan Kepala Desa di Cianjur dimana diduga menggelapkan dana anggaran desa selama masa jabatannya. Diperkirakan kerugian negara mencapai Rp 362 juta dimana uang hasil korupsinya digunakan untuk kepentingan pribadi (Sumber selengkapnya klik disini).Â
Belajar pada 2 kasus diatas akan muncul pertanyaan, apakah ada cara untuk mengantisipasi korupsi atau penyelewengan Anggaran Dana Desa?Â
Belajar pada beberapa terobosan yang telah dilakukan oleh perangkat desa hingga masyarakat. Saya melihat ada 3 hal yang bisa dilakukan untuk mengawasi penggunaan Anggaran Dana Desa.Â
1. Publikasi Laporan Penggunaan Anggaran Desa
Saya pernah secara tidak sengaja melihat papan baliho di salah satu desa di Cibinong, Bogor. Perangkat desa berusaha mempublikasikan penggunaan anggaran desa secara transparan kepada publik.Â
Di Baliho tersebut terlihat jelas saldo awal, jumlah dana yang masuk, dana yang dikeluarkan berdasarkan kegiatan/program desa hingga saldo akhir. Bahkan dilampirkan dulu dokumentasi hasil dari kegiatan atau program seperti pengaspalan jalan hingga pembangunan insfrastruktur desa.Â
Saya mengancungi jempol terhadap perangkat desa ini karena tidak banyak perangkat desa yang mau transparan kepada masyarakat. Berkaca pada saya dan beberapa orang di tempat kerja terkait apakah tahu penggunaan anggaran desa di tempatnya tinggal.Â
Hampir semua menjawab tidak tahu. Ini karena mereka tidak terlibat dalam laporan pertanggungjawaban dan tidak adanya publikasi dari perangkat desa setempat.Â
Saya menyarankan agar perangkat desa untuk menerapkan hal ini juga. Seandainya perangkat desa berani berbuat ini maka masyarakat akan menilai apakah anggaran telah dikeluarkan secara tepat atau ada indikasi penyelewangan.
Andaipun ada perangkat yang ragu atau tidak ingin ada transparansi semacam ini. Maka ada indikasi terjadi penyalahgunaan anggaran. Sederhananya kita tidak akan takut untuk mempertanggungjawabkan tugas dan dana selagi kita benar.Â
2. Karang Taruna Sebagai Pengawas Mandiri
Karang Taruna sebagai organisasi kepemudaan di tingkat desa dapat bertindak sebagai team pengawasan mandiri terhadap penggunaan Anggaran Dana Desa.
Kelebihan Karang Taruna karena pemuda memiliki latar belakang pendidikan yang baik bahkan mungkin ada yang memiliki pengalaman audit atau finance, lebih kritis, lebih update informasi dan visioner.Â
Disini Karang Taruna menjadi jembatan antara perangkat desa dengan masyarakat untuk menyampaikan informasi dan pengawasan terhadap penggunaan anggaran.Â
Tidak jarang justru anggota Karang Taruna menjadi garda terdepan ketika menyadari ada anggaran yang tidak sesuai atau upaya penyelewangan dana.Â
Jika ditemukan kasus ini, Karang Taruna dapat bertindak cepat seperti melaporkan kasus ini ke instansi berwenang atau berinisiatif mengadakan musyawarah desa untuk menggali informasi lebih dalam.Â
Ini pernah terjadi dimana Karang Taruna menyadari ada ketidaksesuaian terhadap anggaran pengaspalan jalan desa. Oknum perangkat desa seakan melakukan mark-up dana dimana dana yang dikeluarkan seakan tidak sesuai dengan kualitas, dan kebutuhan pengaspalan.
Karang Taruna berhasil membongkar tindakan penyelewangan tersebut dan oknum perangkat desa pun akhirnya dibuktikan bersalah dan menerima sanksi.Â
Manfaatkan peran pemuda sebagai pihak pengawasan karena mereka lebih berani dalam mengkritisi atau mengawasi penggunaan anggaran dana.Â
3. Sosial Media Sebagai Media Publikasi
Tidak ada salahnya jika sosial media seperti facebook, instagram atau twitter menjadi sarana publikasi kegiatan desa. Perangkatdesa bisa memberikan informasi kegiatan melalui sosial media tersebut.Â
Ada beberapa manfaat seperti media informasi kegiatan atau program, media interaksi serta pendekatan dengan masyarakat, hingga pertanggungjawaban kegiatan perangkat desa.Â
Kita sebagai masyarakat bisa ikut memantau apa saja program jangka pendek dan menengah yang tengah digarap oleh perangkat desa menggunakan anggaran dana desa.Â
Kita pun bisa berinteraksi dengan mengusulkan program tertentu misalkan pembangunan jembatan atau toilet umum melalui sosial media tersebut. Selain itu kita pun ikut mengawasi dana yang diterima desa digunakan untuk program apa saja.Â
Jangan sampai dana yang besar dari pemerintah justru minim program pembangunan desa. Ketika sosial media desa aktif menginformasikan kegiatan/program dan transparan terhadap penggunaan anggaran.
Tentu ini akan meningkatkan kepercayaan terhadap perangkat desa dan ikut menciptkaan perangkat desa yang bersih dari KKN.Â
***
Anggaran Dana Desa yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat memang sejatinya digunakan untuk membangun kemajuan desa baik dari insfrastruktur, Ekonomi hingga pemgembangan SDM.Â
Nyatanya dana yang besar memang biaa membuat oknum perangkat desa gelap mata hingga berani melakukan penyelewangan dana. Ini terbukti banyaknya kasus penangkapan perangkat desa yang terbukti melakukan korupsi dana desa untuk kepentingan pribadi.Â
3 Cara yang saya paparkan diatas diharaplan bisa menjadi terobosan untuk meminimalisir penyelewengan anggaran sehingga digunakan secara tepat, efektif dan efisien.Â
Semoga Bermanfaat
--HIM--
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H