Andai ada oknum perangkat desa nakal mengambil 10 persen saja maka sudahbisa mendapatkan 600 juta. Jumlah yang besar dan melebihi dana kampanye yang dikeluarkan selama masa Pilkades. Tidak jarang muncul pemberitaan penangkapan perangkat desa yang menyelewengkan dana anggaran desa untuk kepentingan pribadi.Â
Kasus tertangkapnya Muhammad Suheri (31), Kepala Desa Paya Bilie, Kecamatan Muara Dua, Kota Lhokseumawe. Oknum Kepala Desa ini diduga melakukan penyelewangan anggaran dana desa dimana salah satunya pengadaan sepeda motor desa menggunakan nama pribadi kepala desa. (Berita selengkapnya klik disini).Â
Kasus lainnya juga menimpa mantan Kepala Desa di Cianjur dimana diduga menggelapkan dana anggaran desa selama masa jabatannya. Diperkirakan kerugian negara mencapai Rp 362 juta dimana uang hasil korupsinya digunakan untuk kepentingan pribadi (Sumber selengkapnya klik disini).Â
Belajar pada 2 kasus diatas akan muncul pertanyaan, apakah ada cara untuk mengantisipasi korupsi atau penyelewengan Anggaran Dana Desa?Â
Belajar pada beberapa terobosan yang telah dilakukan oleh perangkat desa hingga masyarakat. Saya melihat ada 3 hal yang bisa dilakukan untuk mengawasi penggunaan Anggaran Dana Desa.Â
1. Publikasi Laporan Penggunaan Anggaran Desa
Saya pernah secara tidak sengaja melihat papan baliho di salah satu desa di Cibinong, Bogor. Perangkat desa berusaha mempublikasikan penggunaan anggaran desa secara transparan kepada publik.Â
Di Baliho tersebut terlihat jelas saldo awal, jumlah dana yang masuk, dana yang dikeluarkan berdasarkan kegiatan/program desa hingga saldo akhir. Bahkan dilampirkan dulu dokumentasi hasil dari kegiatan atau program seperti pengaspalan jalan hingga pembangunan insfrastruktur desa.Â
Saya mengancungi jempol terhadap perangkat desa ini karena tidak banyak perangkat desa yang mau transparan kepada masyarakat. Berkaca pada saya dan beberapa orang di tempat kerja terkait apakah tahu penggunaan anggaran desa di tempatnya tinggal.Â
Hampir semua menjawab tidak tahu. Ini karena mereka tidak terlibat dalam laporan pertanggungjawaban dan tidak adanya publikasi dari perangkat desa setempat.Â