Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Mengenal Ojek Gerobak Ijen, Transportasi Tradisional di Kawasan Wisata Gunung Ijen

6 Agustus 2021   08:37 Diperbarui: 6 Agustus 2021   13:18 3397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang Pendaki Kelelahan Dan Menggunakan Jasa Ojek Gerobak. Sumber Kumparan

Gunung Ijen yang terletak di Jawa Timur memang tengah naik daun di kalangan para pendaki dan wisatawan domestik serta mancanegara. Ini tidak terlepas karena fenomena api biru (blue fire) satu-satunya di Asia selain yang terdapat di Islandia. 

Inilah alasan mengapa saya memasukan Gunung Ijen dalam daftar wisata yang wajib dikunjungi. Sejak kuliah sebenarnya sudah berharap bisa berkunjung ke kawasan ini. Namun baru tahun 2019, impian untuk mengunjungi kawasan ini terwujud. 

Bersama dengan 3 orang teman dari Bali, kami mencari informasi dengan detail terkait akomodasi, fasilitas, jam pendakian hingga peralatan apa saja yang perlu dibawa. Ini karena Gunung Ijen masih berstatus gunung aktif dengan aroma belerang dari kawah yang menyengat.

Berbekal informasi yang kami terima, kami pun berangkat dari hotel yang terletak di pusat kota Banyuwangi pada tengah malam. Ini karena jadwal pendakian terbaik dari gerbang/loket sekitar pukul 12 malam hingga 2 dini hari. 

Ini karena proses pendakian membutuhkan waktu 2-5 jam tergantung stamina pengunjung. Apalagi mayoritas mengejar momen api biru sebelum matahari terbit. 

Saya ingat perjalanan dari hotel hingga titik awal pendakian terbilang sepi. Mengendarai 2 motor menerobos kegelapan malam apalagi melewati hutan yang minim penerangan. Tibalah kami di lokasi sekitar jam 00.15 atau masih tengah malam. 

Beristirahat sejenak di warung dekat area parkir serta memastikan kembali peralatan pendakian khususnya masker belerang, jaket, headlamp/senter dan sarung tangan karena cuaca dingin, gelap dan aroma belerang akan menyengat ketika berada di area kawah. 

Jam 1 pagi, kami pun bersiap memulai pendakian. Setelah membayar tiket masuk, pendakian pun dimulai dengan langsung disambut trek menanjak. 

Hal menarik, baru memulai berjalan menanjak beberapa ratus meter. Tiba-tiba kami dihampiri oleh 2 orang yang menawarkan jasa unik. 

"Mas, mbak. Yuk naik ojek gerobak aja. Capek loh mendaki," ujar seorang bapak dengan membawa unit kendaraan yang tampak tak biasa. 

Sebuah gerobak kecil kurang lebih berukuran panjang 1 meter dengan roda cukup besar serta memiliki alas duduk. Ada 1 orang bapak yang mendorong gerobak dan ada 1-2 orang lainnya yang mendampingi. 

Cukup unik ketika beliau menawarkan jasa ojek gerobak. Di otak saya, istilah ojek seakan sudah terpatri untuk jasa pengantaran penumpang dengan kendaraan motor. Bahkan munculnya aplikasi ojek online semakin memperkuat stigma tersebut. Kami pun ketika mendengar istilah ojek gerobak sempat tersenyum kecil karena baru mendengar transportasi ini. 

Tampilan Gerobak Sebagai Transportasi Penumpang di Gunung Ijen. Sumber Situs Traveling Yuk
Tampilan Gerobak Sebagai Transportasi Penumpang di Gunung Ijen. Sumber Situs Traveling Yuk

Sebenarnya ada banyak istilah yang disematkan pengunjung terhadap transportasi ini. Ada yang menamakan ojek gerobak, ojek troli, taksi manusia, taksi gerobak, taksi ijen, dan istilah lainnya. 

"Ayo mas, mbak. Jalur pendakian lama loh. Naik ini aja biar gak capek," ujar bapak ini menawarkan lagi

Saya pun penasaran dengan harga yang dipatok. Namun kemudian sedikit menghela nafas ketika si bapak mengatakan tarif naik sebesar 700ribu dan untuk turun 500ribu.

Mengingat tujuan kami mendaki dengan sistem low budget tentu tarif tersebut akan membuat pengeluaran membengkak. 

Apakah Tarif Ojek Gerobak Tergolong Mahal? 

Penilaian ini memang relatif bagi kondisi finansial pengunjung. Awalnya saya sempat berpikir tarif ini mahal apalagi untuk pengunjung yang ingin menekan pengeluaran (cost) traveling seperti saya dan rombongan. Ini karena jika saya menggunakan jasa tersebut pulang-pergi (PP) maka harus siap merogoh kocek hingga 1,2 juta. 

Bagi yang tidak membawa uang cash sebanyak itu saat pendakian. Tenang, si pemilik tetap berkenan melayani si pengunjung dengan membayar nanti setelah balik ke pos awal. Hanya menjaminkan identitas diri serta sedikit data personal seperti nomor telepon atau nomor polisi kendaraan. Tergantung kebutuhan si pemilik ojek gerobak. 

Seiring pendakian, penilaian saya terhadap tarif ojek gerobak mulai berubah. Bagi saya medan pendakian Gunung Ijen masuk kategori medium-hard artinya pengunjung akan menjumpai medan dengan trek menanjak dan jarang menemukan area datar atau landai. 

Tingkat kemiringan pendakian pun ada yang nyaris 70 derajat artinya butuh tenaga ekstra untuk berjalan. Saya pun berulang kali berhenti untuk istirahat serta mengatur nafas. 

Beberapa kali saya melihat pengunjung menyerah dan akhirnya bernegosiasi harga dengan abang pemilik ojek gerobak. Tidak sedikit yang akhirnya memilih menggunakan jasa ojek gerobak dengan harga yang disepakati. 

Seorang Pendaki Kelelahan Dan Menggunakan Jasa Ojek Gerobak. Sumber Kumparan
Seorang Pendaki Kelelahan Dan Menggunakan Jasa Ojek Gerobak. Sumber Kumparan

Artinya harga yang ditawarkan pun bisa berubah tergantung kemampuan tawar-menawar, berat penumpang, sisa jarak pendakian, dan tipe penumpang (anak-anak, lansia, wanita atau pria dewasa). 

Saya pun memaklumi jika tarif yang ditawarkan oleh bapak ojek gerobak bernilai ratusan ribu. Saya menempatkan diri sebagai pemilik jasa tersebut. Mendorong gerobak kondisi naik saja sudah ribet dan berat. Apalagi jika ditambah harus mengangkut penumpang. 

Ada kondisi ketika berat tubuh penumpang melebihi bapak si pendorong gerobak. Artinya bisa jadi si bapak akan kewalahan atau justru tidak kuat mendorong naik ke atas gunung. 

Inilah peran para pendamping yang menemani si bapak pemilik gerobak. Mereka akan ikut mendorong gerobak dari belakang. Bahkan tidak jarang ketika menaiki jalur dengan ketinggian curam serta licin. Gerobak bisa ditarik atau didorong oleh banyak orang.

Tentu usaha ini tidak cuma-cuma atau gratis. Tarif ratusan ribu yang dikenakan awal akan dibagi kepada pihak lain yang ikut membantu mengantarkan penumpang. Tarif pembagian pun sesuai kesepakatan.

Andai kata tarif naik sebesar 700 ribu dan membutuhkan 2 orang lain untuk mendoromg gerobak. Maka tarif bisa terbagi dimana pemilik gerobak mendapatkan 300-400 ribu dan sisanya dibagi oleh 2 orang yang membantu. 

Inilah mengapa tarif naik akan lebih mahal dibandingkan tarif turun. Mengingat jika turun mungkin bisa dilakukan seorang diri ataupun hanya butuh 1 orang pendamping saja. 

Jarak pendakian dari pos awal hingga puncak kurang lebih 3,5 kilometer. Jarak ini tidak terlalu panjang seandainya jalur datar atau menurun. Namun berbeda jika medan adalah mendaki dengan mayoritas tanjakan dan licin jikalau hujan. 

Susahnya Menjadi Ojek Gerobak Ijen

Saya menilai bahwa perjuangan ojek gerobak di Gunung Ijen sangatlah luar biasa. Setidaknya ada 3 hal dasar yang harus dimiliki para ojek gerobak. 

Ojek Gerobak Yang Tengah Mendorong Pendaki. Sumber Detik.com
Ojek Gerobak Yang Tengah Mendorong Pendaki. Sumber Detik.com

Pertama, Stamina Kuat. Ini adalah hal mendasar dan wajib dimiliki oleh ojek gerobak. Kekuatan stamina dibutuhkan karena pendakian yang melelahkan ditambah lagi harus mendorong gerobak serta tubuh penumpang yang tidak ringan di medan menanjak atau menurun. 

Tanpa stamina kuat, tentu penumpang yang semula menggunakan jasa tersebut demi kenyaman justru kecewa. Setiap beberapa meter, pendorong sudah istirahat untuk mengumpulkan tenaga. Akhirnya mereka gagal melihat fenomena blue fire dan sunrise di puncak ataupun kawah Ijen. 

Kedua, Daya Tahan Tubuh. Stamina kuat juga perlu daya tahan tubuh prima. Ini karena udara dan kondisi Gunung Ijen dikenal dingin serta aroma belerang yang kuat dan bisa mengganggu pernafasan. 

Saya ajungkan 2 jempol ketika melihat bapak-bapak ojek gerobak dimana karena terbiasa. Mereka dengan santai menggunakan pakaian sederhana serta tanpa masker gas. Faktor telah terbiasa memang telah membentuk daya tahan tubuh mereka lebih kuat. 

Ketiga, Kemampuan Sales. Berbeda dengan ojek online dimana ada bantuan teknologi yang membantu mencarikan penumpang. Ojek gerobak masih menerapkan gaya konvensional yaitu menawarkan langsung kepada pengunjung. 

Di sinilah kemampuan sales dibutuhkan. Membujuk rayu pengunjung serta melakukan negosiasi harga jika ada yang berminat. Mereka bahkan harus ikut berjalan mendaki menghampiri pengunjung yang sudah merasa kelelahan mendaki. 

Hal menarik mereka tidak segan memberikan diskon apalagi hingga menjelang siang belum mendapatkan penumpang. Saya pernah ditawari tarif 100 ribu rupiah saat balik pendakian dan sudah tidak terlalu jauh sampai di pos awal. 

Kehadiran ojek gerobak seakan menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung. Tidak jarang mereka juga ramah kepada pengunjung dan menjadi teman mengobrol selama pendakian. Harapannya ojek gerobak ini tetap bisa menjadi tumpuan ekonomi warga sekitar Gunung Ijen. 

Semoga Bermanfaat

--HIM--

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun