Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Kesal dengan Perusahaan Tempat Anda Bekerja Bukan Berarti Harus Menjelekkan

6 Juli 2021   11:31 Diperbarui: 6 Juli 2021   21:41 1631
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi lelah karena pekerjaan sering kali membuat hati kesal (Sumber: shuttestock via money.kompas.com)

Ada satu momen ketika reuni bersama teman-teman masa kuliah. Kami mengobrol panjang lebar untuk mengakrabkan kembali suasana serta melepas rindu lama tidak berjumpa. Salah satu topik adalah seputar kerjaan yang tengah digeluti. 

Teman ada bercerita tentang posisi kerjaan, tugasnya, pencapaiannya, lingkungan kerja hingga ada yang curhat terkait kekesalan pada manajemen perusahaan. 

Teman ini bercerita ketidaknyamannya pada atasan yang galak serta ada aturan perusahaan yang membuatnya tidak berpihak pada karyawan. 

Kami pun mendengarkan curhatan hatinya yang berapi-api tentang kekesalan dirinya pada manajemen perusahaan. 

Sebagai teman, kami berusaha memberikan solusi terbaik dan menganjurkan untuk berpindah kerja jika sudah tidak nyaman. Namun karena situasi belum memungkinkan, dirinya memilih bertahan dulu. 

Seiring waktu saya pun berpikir, etiskah menceritakan kejelekan perusahaan kepada orang lain? 

Saya pernah membaca quote bijak bahwa jangan pernah menjatuhkan atau menjelekkan perusahaan tempatmu bekerja karena setidaknya kamu pernah bertahan hidup dari perusahaan tersebut. 

Saya mengamini quote tersebut karena sejatinya ada beberapa alasan mendasar jangan menjelekkan perusahaan tempat kita bekerja meski tengah berada di situasi tidak nyaman. Mengapa? 

1. Kekesalan Justru Berawal Dari Diri Sendiri

Ketika ada teman yang cerita bahwa atasan di perusahaannya galak tidak jelas pada dirinya. Kita yang mendengar pasti ikut prihatin dan ikut merasakan kekesalan yang dialami oleh teman kita. 

Eitss, jika kita mau bersikap obyektif. Kita perlu mencari tahu kenapa si bos teman ini suka marah pada dirinya. Apakah karena sifatnya yang pemarah, ada masalah pribadi yang dibawa ke tempat kerja atau justru kemarahan si atasan karena tingkah laku teman kita sendiri yang tidak bisa ditolerir. 

Bisa jadi si bos suka memarahi teman kita karena dirinya sering datang telat ke kantor, mengerjakan tugas tidak pernah tepat waktu, suka bersosial media ketika jam kerja atau bahkan sering bolos kerja.

Saya rasa jika saya menempatkan diri sebagai atasannya tentu akan bereaksi sama, yaitu akan marah pada orang tersebut. 

Kondisi seperti ini yang tidak diceritakan oleh si teman ketika menjelekkan atasan. Bisa jadi itu semua berawal dari diri karyawan tersebut. 

2. Terkesan Tidak Profesional

Ketika saya tengah menginterview kandidat yang ingin di rekrut perusahaan. Seringkali saya melontarkan pertanyaan, kenapa kamu resign atau ingin resign dari perusahaan sebelumnya. 

Ada saja jawaban tidak terduga terlontar dari si kandidat. Tidak sedikit yang bercerita panjang lebar yang menjurus menjelekkan perusahaan sebelumnya. Bahkan ada yang menceritakan sesuatu yang menjadi rahasia perusahaan. 

Karyawan Yang Dipecat Karena Kesalahannya. (Sumber Situs Magazine Job-Like)
Karyawan Yang Dipecat Karena Kesalahannya. (Sumber Situs Magazine Job-Like)

Respon saya pun sudah bisa diduga. Saya tidak merekrut karyawan seperti ini. Kenapa? 

Saya anggap karyawan seperti ini tidak profesional dan tidak berintegritas. Dirinya mampu menjelekkan perusahaan tempatnya bekerja kepada orang yang baru dikenal. Bahkan menceritakan rahasia perusahaan. 

Artinya jikalau saya rekrut, ada peluang dirinya akan melakukan hal sama terhadap perusahaan. Ini berbahaya jika dirinya resign dan melamar ke perusahaan kompetitor.

3. Bisa Berdampak Pada Nasib Banyak Orang

Dulu di Bali ada sebuah perusahaan terkemuka harus menutup usahanya karena oknum mantan karyawan menceritakan rahasia perusahaan yang "melanggar hukum".

Informasi yang saya dapat, oknum tersebut sakit hati karena diberhentikan oleh manajemen perusahaan karena suatu kesalahan. 

Alhasil karena dirinya mengetahui rahasia perusahaan yang memang melanggar hukum. Dirinya menyampaikan hal tersebut ke instansi terkait. 

Kini perusahaan harus tutup dan ratusan karyawan harus dirumahkan termasuk paman dan tante saya sendiri. Karena aksi oknum tersebut, ratusan orang terkena dampaknya. Banyak dari mereka kini menganggur hingga saat ini. 

Nyatanya saat dirinya masih bekerja, oknum ini ikut menutupi kesalahan perusahaan karena oknum memiliki jabatan yang cukup tinggi. 

Namun karena dirinya diberhentikan, kenapa justru bertindak mengorbankan nasib ratusan orang yang berujung kehilangan pekerjaan. Ini menjadi sesuatu yang dilematis. 

4. Berpotensi Pencemaran Nama Baik

Lidah memang tak bertulang, peribahasa ini memang tepat menggambarkan karakter orang yang suka menyampaikan segala sesuatu tanpa difilter. Bahaya jika yang disampaikan justru menjelekkan salah satu pihak. 

Pada kasus ini bila yang dijelekkan adalah perusahaan tempatnya bekerja dan perusahaan tersebut menganggap apa yang disampaikan oleh si karyawan keliru atau tidak benar maka perusahaan bisa menuntut balik karyawan tersebut sebagai pencemaran nama baik. 

Ada beberapa kasus di mana seseorang memanfaatkan sosial media sebagai media untuk menjelekkan atau menjatuhkan pihak tertentu. Akibat perbuatan ini maka orang tersebut dapat dituntut UU ITE oleh pihak yang merasa dirugikan. Adapun salah satu pasal yang berlaku Pasal 45 ayat (3) UUITE 2016 :

"Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah)" (Sumber info klik di sini). 

Setiap tindakan yang merugikan tentu ada konsekuensinya. Jangan sampai ketidaksukaan kita terhadap perusahaan justru berujung pada fitnah atau tindakan lain yang merugikan sehingga harus berurusan dengan jalur hukum. 

Perusahaan besar bahkan telah memiliki bagian legal sendiri atau bahkan menyewa pengacara handal untuk melaporkan balik pihak yang merugikan citra. 

Bagi perusahaan, cara ini untuk pembelaan dan menjaga citra perusahaan. Tentu karyawan harus menyiapkan mental jika apa yang disampaikan ternyata tidak benar. 

5. Resign Bisa Menjadi Solusi Bijak

Ini pernah terjadi di lingkungan saya kerja di mana ada karyawan yang merasa ada aturan manajemen yang tidak sejalan dengan harapannya. Berkali-kali dirinya menuntut pada perusahaan terhadap hak yang dimintanya. 

Tidak hanya itu, karyawan ini tidak segan mengajak rekan kerja untuk menyatukan suara. Padahal kami karyawan sudah diberi tahu terkait hak-hak apa yang kami terima saat mendaftar di perusahaan. 

Ketika kita telah tanda tangan kontrak kerja, artinya saya sudah paham aturan, hak dan kewajiban apa yang sudah disepakati. 

Saya justru kecewa dengan sikap karyawan ini. Jika merasa ada aturan perusahaan yang tidak berkenan, mengapa dirinya bersedia tanda tangan kontrak kerja. 

Selain itu jikalau ada hal yang bertentangan dengan dirinya, bukankah bisa mengajukan resign. Malah kesannya dirinya berkoar-koar menuntut pada manajemen tapi tetap ingin bekerja dan digaji perusahaan. 

Saya salut pada karyawan yang memilih resign dan mencari pekerjaan lain yang dianggapnya lebih sesuai daripada berusaha menjelek-jelekan perusahaan. 

Kita sadar bahwa perusahaan memiliki aturan masing-masing dan bisa jadi apa yang diterima karyawan di perusahaan A bisa berbeda diterima di perusahaan B.

Senior saya bahkan berpesan, seandainya perusahaan masih memberikan gaji sesuai kesepakatan dan selalu tepat waktu. Itu adalah rejeki bagi kita. Tidak semua perusahaan bisa seperti itu dan tetaplah menjaga nama baik perusahaan di manapun kita berada. 

Nasehat ini selalu saya pegang jikalah suatu saat harus berpindah kerja karena suatu hal. Perusahaan sebelumnya sudah memberikan saya kesempatan pengalaman kerja serta penghasilan. Tidak etis rasanya saya menjelekkan perusahaan ketika sudah resign sekalipun. 

***

Itulah 5 hal yang patut menjadi pertimbangan sebelum menjelekkan perusahaan karena suatu alasan tertentu. 

Alangkah baiknya kita memahami batasan yang perlu atau tidak dilakukan untuk menjaga citra perusahaan. 

Jangan sampai satu tindakan yang kita lakukan seperti menjelekkan perusahaan temlat kita bekerja justru berakhir penyesalan. 

Ingatlah tetap jaga lisan karena sejatinya lidah memang tidak bertulang. Tapi kita memiliki kendali penuh untuk mengatur semua tindakan dan perilaku kita. 

Semoga Bermanfaat

--HIM--

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun