Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Life Hack Pilihan

Pahami Gejala Duck Syndrome dan Lakukan Tips Ini untuk Terhindar

27 Juni 2021   19:58 Diperbarui: 2 Juli 2021   17:44 450
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang Anak Yang Mengalami Putus Asa. Sumber Situs Hello Sehat

Pernahkah sobat Kompasiana mendengar istilah Duck Syndrome?

Istilah ini mungkin terdengar asing di telinga kita. Saya mencoba memberikan sedikit gambaran terkait duck syndrome

Seorang remaja cantik sebut saja Dewi adalah siswi populer di SMA. Dirinya selain dikenal cantik juga selalu menjadi juara kelas. Banyak orang yang menganggapnya sebagai sosok beruntung karena sudah cantik eh pintar lagi. 

Eitsss, penilaian tersebut tidak semuanya benar. Tanpa kita sadari ada perjuangan luar biasa yang harus Dewi lakukan untuk membentuk citra siswi cantik dan pintar. Dewi harus menyisihkan uang jajannya untuk perawatan, membeli skincare yang harganya mahal serta busana yang menunjang penampilannya. 

Disisi lain Dewi berusaha keras belajar mati-matian hingga mengambil banyak kursus setelah pulang sekolah agar bisa menjadi juara kelas. Perjuangan Dewi yang luar biasa inilah yang akhirnya berhasil membentuk image cantik nan pintar. 

Seekor Bebek yang Tengah Berenang. Sumber Situs Hello Sehat
Seekor Bebek yang Tengah Berenang. Sumber Situs Hello Sehat

Ibarat bebek yang tengah berenang di air. Kita hanya berfokus pada si bebek yang berenang dengan tenang dari atas permukaan air tanpa kita sadari kaki si bebek berusaha keras mengayuh dan menjaga keseimbangan. Kondisi inilah yang dinamakan Duck Syndrome. 

Ternyata generasi muda khususnya usia SMP hingga kuliah sangat rentan mengalami Duck Syndrome. Di usia seperti itu mereka memiliki banyak ambisi dan ingin menjadi pusat perhatian. Banyak hal yang harus dilakukan atau dikorbankan tanpa kita sadari. 

Mengutip dari salah situs kesehatan ada beberapa faktor lain yang dapat meningkatkan risiko seseorang untuk mengalami duck syndrome, di antaranya:

  • Tuntutan akademik
  • Ekspektasi yang terlalu tinggi dari keluarga dan teman
  • Pola asuh helikopter
  • Pengaruh media sosial, misalnya terbuai ide bahwa kehidupan orang lain lebih sempurna dan bahagia ketika melihat unggahan dari orang tersebut
  • Perfeksionisme
  • Pernah mengalami peristiwa traumatik, seperti pelecehan verbal, fisik, dan seksual, kekerasan dalam rumah tangga, atau kematian orang yang dicintai
  • Self-esteem yang rendah (sumber klik disini) 

Mungkin kita setuju bahwa Jepang dan Korea Selatan memiliki standar pendidikan yang baik di Negara Asia. Para siswa di 2 negara tersebut sejak kecil sudah difokuskan untuk menjadi siswa unggul. Tidak segan orang tua memberikan les tambahan dari sore hingga malam agar anaknya cerdas dan bisa diterima di sekolah favourite. 

Kita mungkin kagum dengan kepintaran para siswa dari negara tersebut. Tapi saya pernah menonton vlog yang mewawancarai warga Korea Selatan. Mereka justru iri mengetahui bahwa siswa di Indonesia memiliki waktu untuk bermain, kumpul dengan teman di mall atau cafe selepas pulang sekolah bahkan bisa saling dekat dengan teman tanpa ada persaingan. 

Bagi negara lain mungkin siswa di Jepang dan Korea Selatan tampak begitu bersinar namun jika kita menelisik lebih dalam. Banyak artikel memberitakan kasus bunuh diri yang dilakukan oleh anak usia sekolah di kedua negara karena stress terhadap tuntutan orang tua atau malu gagal seleksi penerimaan sekolah/kampus favourite. 

Mengacu pada faktor penyebab duck syndrome, saya merasa perlu ada beberapa hal antisipasi yang bisa dilakukan oleh generasi muda. Apa saja itu?

1. Bentuk Mindset Hidup Itu Harus Dinikmati

Saya merasa orang yang terlalu berambisi dan mati-matian membentuk citra yang diinginkan justru kurang mampu menikmati hidup. Ingat selalu nasehat orang tua dulu, "Hidup cuma sekali. Nikmatilah masa mudamu"

Saya pun saat masih kuliah memiliki ambisi untuk bisa kerja di perusahaan prestis dan sebelum usia 30 tahun harus sudah di level manager. Saya memang berusaha bekerja sebaik mungkin ketika diterima kerja agar ambisi saya terwujud. 

Namun saya tidak mau menghabikan tenaga, waktu dan pikiran untuk mengejar ambisi saya. Saya tetap memikirkan diri saya dengan menyeimbangkan segala hal yang saya sukai seperti traveling, kumpul dengan teman, kulineran saat keluar kota dan menjalankan hobi. 

Saya bersyukur ambisi saya bisa terwujud dan jiwa di level yang tenang dan bahagia. Tidak ada tekanan atau depresi yang berarti karena saya mampu menyeimbangkan antara ambisi dan hobi. 

Hal seperti itukah yang seharusnya juga dimiliki oleh anak muda. Jangan menggunakan 24/7 (24 jam dalam 7 hari) dengan berkutat dalam ambisi dan menciptakan citra khusus pada dirinya.

2. It's Okay to Not be Okay

Mirip judul serial drama Korea namun sejatinya memang tidak masalah jika kita tidak dalam kondisi baik-baik saja. 

Seperti kisah si Dewi diatas bisa jadi tujuan Dewi membentuk citra cantik dan pintar karena berusaha menutup rasa ketakutan dalam hati. Jika tidak cantik maka tidak akan ada cowok yang mendekat. Jika tidak menjadi juara kelas maka dirinya tidak akan menonjol dibandingkan teman-teman lainnya. 

Saya teringat kasus rumah tangga artis ibukota. Saya beberapa kali kaget ada artis yang selama ini terlihat adem ayem, mesra di depan publik dan sangat kompak namun ternyata mengajukan gugatan cerai.

Kasus lain seperti menimpa artis komedi Nunung. Siapa sangka pelawak favourite saya ini yang selalu jenaka dan tampak bahagia ternyata terjerat kasus Narkoba dan beberapa kali mengalami konflik hidup yang pelik. 

Artinya mereka berusaha menyembunyikan masalah hidup dan keluarga. Mereka memang berhasil menipu publik dengan sikap I'm Okay. Padahal ada banyak kesedihan, kekecewaan ataupun masalah lain yang sebetulnya menempatkan diri bahwa I'm not Okay.

Bagi saya bukanlah suatu kejahatan atau aib jika kita mau berterus terang pada orang sekitar termasuk keluarga atau sahabat bahwa saya dalam kondisi tidak baik dan tengah ada masalah. 

Justru dengan keterbukaan ini akan muncul kelegaan dalam hati karena uneg-uneg tercurahkan dan banyak pihak yang mengulurkan tangan untuk membantu atau mendekap dirinya sebagai penyemangat. 

3. Sharing Dengan Konselor

Ada kalanya dalam diri kita menyadari bahwa ada gangguan psikis yang kita alami. Kondisi psikis yang labil, kecemasan tinggi, trauma, tingginya tuntutan orang lain pada dirinya dan hal lainnya namun bingung harus seperti apa. 

Cara terbaik adalah kita bisa sharing dengan konselor atau guru BK jika masih berstatus pelajar. Jangan pernah memendam masalah besar terlalu lama dan seorang diri. Kekhawatiran terbesar bisa membuat psikis terganggu dan kita terjebak dalam kepalsuan (fake) hidup. 

Konselor atau guru BK memiliki kemampuan baik untuk mendengar, mengarahkanatau memberi solusi terhadap permasalahan kita. Jangan sampai duck syndrome membuat kita menjadi pribadi palsu dimata orang-orang sekitar. 

***

Itulah sedikit informasi terkait duck syndrome yang kerapkali menimpa generasi muda. Mereka mungkin tidak menyadari bahwa upaya dirinya terlihat tenang, gemar menjadi pusat perhatian atau image lain dengan menyembunyikan segala kegusaran dan tekanan justru tidak baik bagi perkembangan psikisnya. 

Ayo kita sebagai orang dewasa bisa ikut berkontribusi dengan mengarahkan generasi muda menjadi sosok apa adanya. Memiliki ambisi sangatlah bagus namun jangan sampai ambisi yang mereka miliki membuat hidupnya tertekan dan tidak tenang. 

Semoga Bermanfaat

--HIM--

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Life Hack Selengkapnya
Lihat Life Hack Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun