Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Nasib Wayang Kulit yang Dirindu Sekaligus Terlupakan

9 Mei 2021   21:38 Diperbarui: 17 November 2021   11:33 1316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sempat saya iseng bertanya pada beberapa orang kapan terakhir menonton pertunjukan wayang kulit? 

Seorang teman bernama Palupi mengatakan terakhir menonton saat kuliah karena kebetulan ayahnya suka atraksi budaya jadi sering mengajaknya menonton atraksi wayang kulit. Namun sebaliknya banyak teman saya yang lain menjawab nyaris tidak pernah menonton atraksi wayang kulit. 

Jika pertanyaan tersebut ditanyakan kepada saya, saya hanya mengingat sekali menonton wayang kulit itupun saat Sekolah Dasar (SD) karena ada salah satu keluarga yang mengadakan hajatan dan mengundang dalang wayang kulit untuk menghibur warga disekitar rumahnya. 

Jika di flashback artinya nyaris momen itu terjadi 20 tahun lalu. Setelah itu saya tidak pernah menonton atraksi wayang kulit lagi. 

Saya mencoba menganalisis bertanya kepada beberapa teman mengapa dirinya kurang antusias menonton pagelaran wayang kulit. Alasan yang sempat terkumpul diantaranya :

1. Kurang Bisa Bahasa Daerah

Hal ini banyak dirasakan oleh penonton generasi muda di mana umumnya pagelaran wayang kulit menggunakan bahasa daerah dalam level tinggi. 

Misalkan bagi masyarakat Suku Jawa menggunakan bahasa Jawa Krama Lugu ataupun Krama Inggil; jika di Bali menggunakan bahasa Bali Alus Singgih, Alias Sor atau Alus Mider. 

Jangan terlalu berharap jika dalang menggunakan bahasa anak muda kekinian seperti Acakadut (bahasa Sunda yang berarti sembarangan), Lur (bahasa Jawa dari kata Sedulur yang berarti saudara), Cuk atau Cok (bahasa kasar sekaligus bahasa keakraban masyarakat Surabaya), Kera (bahasa walikan khas Malang yang berasal dari kata Arek atau orang) dan sebagainya. 

Kendala tersebut karena masyarakat Indonesia tergolong heterogen. Akan sangat kesulitan ketika masyarakat dari Medan, Padang, Kalimantan, Maluku atau daerah lainnya ingin menonton atraksi wayang kulit namun tidak paham apa yang disampaikan karena terkendala bahasa. 

Ini juga yang menjadi alasan utama saya tidak antusias menonton pagelaran wayang kulit karena saya kurang bisa menangkap penyampaian dalang yang menggunakan bahasa daerah tingkat tinggi. 

2. Mitos Wayang Kulit di Masyarakat

Ada mitos yang cukup kental dimana masyarakat diwajibkan menonton pagelaran wayang kulit dari awal hingga selesai. Ini karena ada anggapan bahwa atraksi wayang kulit melibatkan hal mistis agar acara dapat berlangsung dengan sukses. 

Ketika ada yang menonton secara tidak tuntas dikabarkan ketika di perjalanan pulang akan mengalami hal-hal mistis. Mitos ini begitu mengakar di masyarakat karena disampaikan secara mulut-kemulut dan ketika ada suatu kejadian yang menimpa penonton yang memilih pulang di tengah acara makan selalu dikaitkan dengan mitos tersebut. 

Padahal yang kita tahu atraksi wayang kulit dimulai saat malam dan bisa berlangsung hingga dini hari. Kondisi ini yang membuat orang enggan untuk menonton karena stigma bahwa menonton wayang kulit hanya selesai. Artinya ketika dirinya merasa bosan, mau tidak mau harus tetap berada di lokasi tersebut. 

Seorang Dalang Yang Mementaskan Wayang Kulit. Sumber Situs Good News From Indonesia
Seorang Dalang Yang Mementaskan Wayang Kulit. Sumber Situs Good News From Indonesia

 3. Munculnya Hiburan Lain yang Lebih Menarik

Cobalah menawarkan opsi kepada para ibu yang ada di sekitar kita. Lebih memilih mana menonton sinetron bertemakan perselingkuhan, azab atau intrik keluarga selama 2 jam atau menonton pagelaran wayang kulit dengan durasi yang sama? 

Entah kenapa ada keyakinan para ibu lebih menyukai menonton sinetron yang menyayat hari dan kental menceritakan realita kehidupan sehari-hari. 

Kondisi ini juga bisa kita tanyakan kepada generasi muda. Lebih memilih mana menonton drama Korea selama 5 jam non stop; menonton film di bioskop selama 3 jam atau menonton atraksi wayang kulit secara gratis. Tetap saya menjamin mayoritas generasi muda memilih opsi diluar wayang kulit. 

Atraksi wayang kulit masih diidentikan sebagai tontonan orang tua atau mereka yang berusia sepuh. Ini karena di zamannya masih sedikit yang memiliki televisi sebagai hiburan sehingga ketika ada atraksi wayang kulit yang diadakan di desanya akan menjadi hiburan yang paling digemari. 

4. Mengadakan Hiburan Wayang Kulit Menguras Kantong

Seorang teman semasa kuliah ada yang berprofesi sebagai dalang wayang kulit. Dirinya menginformasikan bahwa jika dirinya diundang untuk menampilkan atraksi wayang kulit makan pihak pengundang setidaknya membayar belasan hingga puluhan juta rupiah untuk sekali atraksi. 

Biaya ini sudah meliputi jasa dalang, sinden, tukang gamelan pendamping, dan sebagainya. Biaya ini tentu tidak murah khususnya bagi mereka yang tinggal di perkampungan. 

Tidak jarang warga yang memiliki hajatan lebih menyukai mengundang penyanyi dangdut keliling, anak band atau atraksi tarian daerah untuk menghibur warga dibandingkan menggunakan jasa dalang wayang kulit.

Ke-4 kondisi inilah yang membuat pamor wayang kulit kian meredup di tengah perubahan perilaku masyarakat serta bertebaran atraksi hiburan lainnya. 

Saya cukup senang ketika ada stasiun TV Nasional yang mengusung konsep hiburan wayang orang berjudul Opera Van Java. Acara ini bahkan sempat menjadi terfavorit dengan berhasilnya meraih penghargaan Panasonic Gobel Awards untuk acara program dan para pemainnya. 

Acara yang sempat dimeriahkan oleh Parto, Sule, Aziz, Andre, Nunung serta beberapa artis pelawak lainnya membuat kita terpingkal-pingkal karena aksi konyolnya. 

Tim kreatif berhasil memadukan nilai budaya lokal tanah air dengan budaya modern yang tengah berkembang. Ini yang membuat acara ini mudah diterima oleh semua kalangan, usia dan suku budaya. 

Ketika acara ini dikemas dengan konsep serta pemain baru. Jujur ada rasa kerinduan yang mendalam terhadap konsep dan pemain OVJ yang lama. Kondisi ini juga yang saya rasakan terhadap perkembangan wayang kulit di tanah air. 

Saat ini saya merasakan ada kerinduan terhadap pagelaran wayang kulit karena sarat budaya, adat istiadat, dan kearifan lokal. Ini karena atraksi banyak mengangkat kisah Ramayana, Mahabharata, Petruk, dan Dolar maupun kisah lokal lainnya. 

Disisi lain kita tidak menepis bahwa atraksi wayang kulit seakan mulai ditinggalkan dimana mulai menyusutnya jumlah penonton. Dulu ketika masih kecil, ketika ada hajatan di suatu desa dan mengundang atraksi pagelaran wayang kulit. Banyak warga dari desa lain yang sengaja datang untuk menonton. Namun kini situasi seakan berbeda. 

Berkaca selama 20 tahun setelah terakhir menonton wayang kulit di acara salah keluarga. Saya belum pernah menonton wayang kulit lagi. Bahkan di kota besar seperti Jakarta, Surabaya atau Kota Bogor yang saya pernah tinggal. Belum menemukan hajatan warga yang mengundang wayang kulit. 

Ada harapan sederhana semoga atraksi wayang kulit bisa kembali memiliki pecinta sejati. Mungkin salah satunya dengan memadukan kisah lokal dengan perkembangan zaman sehingga lebih menghibur kayaknya acara OVJ. 

Selain itu bisa menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pentas agar mudah dipahami oleh masyarakat dari luar daerah. Mudah-mudahan kedepannya atraksi wayang kulit bisa bersinar lagi. 

Semoga Bermanfaat

--HIM--

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun