Nyatanya orang yang merupakan sosok milyarder atau terlahir dari kalangan kaya raya justru enggan menunjukkan kekayaannya kepada khalayak umum. Kita bisa lihat kisah almarhum Bob Sadino, sosok milyarder yang justru ke mana-mana menggunakan kaos oblong dan celana pendek.Â
Kisah lainnya yang sempat menghebohkan dan menjadi inspirasi ketika muncul postingan mengenai sosok orang terkaya di Indonesia, Bapak Michael Bambang Hartono yang memiliki kekayaan diatas 500 triliun rupiah serta merupakan bos dari BCA serta Djarum justru memilih berpenampilan sederhana dan masih suka makan Tahu Pong langganan yang bukan berasal dari restoran mewah.Â
Saya salut dengan sosok yang berusaha bersahaja ditengah harta yang bergelimpangan dibandingkan mereka yang sebenarnya hidup pas-pasan namun ingin terlihat mewah di sosial media. Ibarat 2 sisi bertolak belakang dimana orang kaya seakan enggan pamer kekayaan namun disisi lain orang biasa ingin berusaha pamer dengan apa yang dimiliki.
Wajar akhirnya muncul penilaian bodoh dan kampungan tersemat pada diri si social climber. Apalagi jika si social climber adalah sosok Orang Kaya Baru (OKB) seperti memiliki uang banyak setelah menjual harta warisan keluarga, memenangkan undian dengan jumlah fantastis dan sebagainya langsung memposting jumlah uang dan barang branded yang dimiliki seakan-akan dirinya telah kaya dari lahir.Â
2. Resiko Tercipta Karakter Opportunis
Demi menciptakan citra ekslusif dan glamour, adakalanya si social climber akan menunjukan sikap opportunis yaitu mencoba memanfaatkan orang lain demi keuntungan pribadinya.Â
Contoh sederhana si X lebih memilih circle pertemanan dengan orang-orang kaya karena berharap bisa merasakan fasilitas yang mereka miliki. Seringkali si X akan memposting dirinya tengah berlibur di villa yang mewah, mengendarai mobil mahal, menggunakan barang branded yang nyatanya milik temannya.Â
Ketika seseorang terlalu bersikap opportunis dalam setiap aktivitasnya maka dirinya telah menetapkan standar khusus dalam hidupnya.
Mereka yang dianggap tidak sesuai dengan standar seperti tidak berasal dari orang kaya, tidak memiliki IPhone, tidak memiliki mobil, bukan kalangan selebgram atau tokoh yang dikenal maka tidak akan masuk dalam lingkaran pertemanannya. Ini karena tidak ada hal yang bisa dimanfaatkan dari mereka yang tidak memenuhi standar hidupnya.Â
Sistem pertemanan ini tentu kurang sehat karena ada pihak yang berusaha mencari keuntungan pribadi dari sebuah pertemanan. Tidak heran orang semacam si X akan dicap sebagai sosok toxic yang bisa merugikan orang lain yang dari awal ingin berteman secara tulus.Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!