Gilaaa, bentar lagi ada Flash Sale 4.4 nih. Pas banget masih awal gajian
Begitulah respon seorang rekan kerja yang seakan sudah mempersiapkan diri menyambut promo flash sale dari salah satu aplikasi belanja online e-commerce. Kini munculnya e-commerce semakin memudahkan masyarakat untuk memilih barang, membeli serta mencari harga termurah.Â
Kenyamanan semakin meningkat dimana beberapa e-comnerce berlomba-lomba menawarkan promo seperti flash sale, Harbolnas, cuci  gudang, promo lebaran dan juga gratis ongkos kirim (ongkir).Â
Saya pun sebagai konsumen begitu dimanjakan karena tidak perlu lagi keliling mencari barang di toko konvensional, hanya cukup buka gadget, buka aplikasi e-commerce dan klik untuk membeli.Â
Nyatanya kenyamanan dan kemudahan transaksi di e-commerce telah menciptakan masalah baru yaitu adanya impulsive buying di sebagian konsumen.Â
Mengintip dari salah satu sumber online, impulsive buying adalah tindakan konsumtif dengan berbelanja tanpa perencanaan terlebih dahulu dan bersifat spontan atau mendadak (sumber klik disini).Â
Kondisi ini seringkali membuat pengeluaran membengkak tiba-tiba dan justru menciptakan penyesalan setelahnya karena barang tidak terpakai atau beli hanya karena hasrat sesaat.
Saya secara pribadi pernah mengalami hal ini. Ketika ada Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas) dari salah satu e-commerce.Â
Saya seakan kalap mata melihat banyaknya potongan harga dan banyak terdapat produk yang menurut saya menarik untuk dibeli.Â
Alhasil dalam hitungan sejam memilih produk dan memasukan dalam keranjang belanja. Tanpa sadar lebih dari 1 juta habis untuk belanja banyak barang mulai dari printilan tempat baju kotor hingga pakaian dan sepatu.Â
Apakah saya menyesal melakukan impulsive buying?Â
Saya jawab Iya, karena tindakan ini tanpa perencanaan matang dan terlalu spontan. Banyak sekali barang yang dibeli justru tidak terpakai.Â
Saya ingat membeli tripod kamera untuk kepentingan foto outdoor. Tripod tersebut lebih dari setahun tidak terpakai dan ketika dipakai ternyata langsung rusak. Masih banyak lagi hal lain yang membuat saya menyesal melakukan impulsive buying.Â
Belajar dari hal itu saya mulai menekan jiwa konsumtif saya agar tidak menyesal seperti sebelumnya. Saya melakukan 5 cara yang menurut saya cukup efektif.Â
1. Renungkan Uang Itu Untuk Kepentingan Lain
Saat ada promo besar-besaran apalagi disaat gajian tentu hasrat ingin membeli ini itu akan sangat besar. Pilih barang, masukan dalam keranjang dan kemudian memilih barang lainnya. Tanpa sadar ketika melakukan pembayaran barang yang dibeli dalam jumlah besar dan total biaya diluar ekspetasi.Â
Sebelum melakukan transaksi pembayaran alangkah baiknya kita merenung kembali sudah siapkan kita kehilangan uang mungkin ratusan ribu, jutaan atau bahkan puluhan juta setelah kita menekan tombol pembayaran?Â
Misalkan kita belanja online dengan pengeluaran 1 juta. Sebelum membayar, kita merenung seandainya 1 juta ini apakah sisa uang kita masih cukup jika suatu saat ada hal yang tidak diinginkan terjadi seperti orang tua sakit dan butuh biaya besar, adik harus bayar SPP, kendaraan tiba-tiba perlu di service, dan hal lainnya.Â
Semakin banyak kita merenung dan mengganggap akan banyak kebutuhan lain yang harus dipenuhi niscaya niat untuk berbelanja hal tidak perlu akan berkurang.Â
Bisa jadi kita justru batal membeli dan memilih uang tersebut tetap ditabung. Ini yang selalu saya praktekan agar tidak mudah terjadi impulsive buying.Â
2. Beli Barang Bekas (Second)Â
Saya adalah tipe orang yang tiba-tiba ingin memiliki atau membeli suatu barang, menggunakan barang tersebut dalam waktu sebentar karena bosan dan akhirnya barang tersebut terbengkalai hingga rusak. Jika barang tersebut murah bukan masalah besar namun bagaimana jika harga barang itu tergolong mahal.Â
Saya hampir terjebak dalam kondisi ini beberapa kali ingin membeli suatu barang yang tengah booming di masyarakat. Sempat ingin beli kamera DSLR karena seru punya kamera dan menfoto segala sesuatu yang dilihat saat traveling dan sempat ingin action camera karena melihat begitu populer di anak muda saat itu.Â
Untungnya seorang teman tahu saya tipe orang cepat bosan menyarankan untuk membeli tipe bekas/second terlebih dahulu. Ini karena bisa jadi saya bosan menggunakan barang tersebut atau justru bingung cara menggunakannya sehingga jarang akan terpakai. Meskipun saya sudah siapkan dana untuk membeli barang tersebut di e-commerce tapi akhirnya saya mengikuti saran teman.Â
Alhasil tindakan saya ini tepar dan saya beruntung mengikuti saran ini. Akhirnya saya membeli DSLR bekas seharga 1,4 juta dan action camera bekas seharga 300 ribu.Â
Tidak hanya 1 bulan, saya sudah bosan pakai kamera tersebut. Bayangkan jika saya membeli harga DSLR Baru yang harganya 6 jutaan dan action camera baru yang harganya masih 1 jutaan.Â
Jumlah uang yang terbuang sia-sia pasti sangat besar. Kini DSLR lebih banyak mengganggur di kamar dan action kamera saya kasihkan kepada adik.
Kelebihan kita membeli yang bekas terlebih dahulu adalah selain kita mengukur apakah barang tersebut memang berguna bagi kita namun juga mengantisipasi resiko yang tidak terduga misalkan rusak, hilang, atau kita sudah bosan. Bahkan ketika kita menjual kembali barang bekas barang tersebut, harga bisa mendekati harga disaat kita beli atau jika beruntung bisa lebih mahal disaat membeli dulu. Padahal jika beli barang baru dan ingin dijual lagi umumnya harga akan anjlok karena termasuk elektronik.Â
3. Tuliskan Kebermanfaatan Barang yang Pernah Dibeli
Jika sobat memiliki kegemaran berbelanja online dan seringkali mengalami penyesalan setelahnya. Maka bisa melakukan tips ini untuk menghindari kesalahan yang sama.Â
Sobat cukup siapkan kertas dan tuliskan barang apa saja yang sudah dibeli selama 3 bulan terakhir beserta harga barang tersebut.Â
Setelah itu tulis mana barang yang terpakai, jarang terpakai atau belum terpakai. Dari sini kita dapat mengukur apakah kita termasuk impulsive buying atau tidak.Â
Jika list banyak menunjukkan mayoritas barang yang dibeli terpakai maka kita memang membutuhkan barang tersebut. Namun jika sebaliknya mayoritas list menunjukan barang jarang terpakai apalagi belum terpakai maka bisa dipastikan kita sudah melakukan impulsive buying.Â
Hitung kembali berapa jumlah harga dari barang yang jarang terpakai dan belum terpakai. Jika harganya sudah menunjukkan jumlah fantastis maka hindari membeli barang pada promo berikutnya karena pasti akan terjadi seperti ini lagi. Penyesalan karena membeli barang yang tidak dibutuhkan.Â
****
Itulah 3 hal yang bisa jadi pertimbangan sebelum kita terlena membeli barang di e-commerce saat ada promo gila-gilaan. Memang membeli barang yang kita suka membuat kita hati senang namun apakah hati tetap senang setelah kita kehilangan banyak uang membeli barang yang tidak dibutuhkan?Â
Teman saya cerita melakukan hal ekstrim untuk berhenti melakukan impulsive buying seperti menguninstal semua aplikasi belanja online dan tidak lagi menggunakan mobile banking dan internet banking. Ini karena kemudahan seperti ini membuat dirinya ingin terus berbelanja. Kini dirinya bisa tenang karena intensitas belanja online sudah berkurang drastis setelah melakukan cara ekstrim ini.Â
Jika sobat kompasiana juga adalah tipe impulsive buyer. Bisa saling sharing bagaimana mengatasi hal ini di kolom komentar. Siapa tahu bisa bermanfaat bagi orang lain.Â
Semoga bermanfaat
--HIM--
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H