Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Nyepi di Bali sebagai Masyarakat Minoritas, Pengalaman Luar Biasa

9 Maret 2021   10:44 Diperbarui: 10 Maret 2021   19:52 1512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang Pecalang Yang Menjaga Selama Nyepi. Sumber (ANTARA FOTO/FIKRI YUSUF) 

Alhasil dari pihak gereja dari jauh-jauh hari menginformasikan bahwa ibadah misa dilakukan pada Hari Sabtu atau bisa dirayakan di lingkup keluarga masing-masing. 

Ini sebagai bentuk toleransi beragama dan tentu saja kita menghormati perayaan Nyepi yang tengah dirayakan oleh umat Hindu mengingat ada pantangan tidak boleh bepergian dan melaksanakan aktivitas.

Apakah tersiksa ikut merayakan suasana Nyepi di Bali?

Pertanyaan ini sering disampaikan teman atau kenalan ketika mengetahui saya sering ikut merayakan Nyepi di Bali. Pertanyaan ini wajar muncul mengingat informasi yang mereka dapat bahwa saat Nyepi dilarang menghidupkan lampu, dilarang keluar rumah dan tentu saja tidak ada siaran televisi atau hiburan karena dibatasi oleh Pemerintah Daerah. 

Secara personal, saya menjawab saya justru senang bisa ikut merayakan Nyepi di bali meskipun saya tidak merayakan secara langsung karena saya beragama Katholik.

Kesenangan saya muncul karena saat Nyepi menjadi momen bisa berkumpul dengan keluarga besar. Karena jarang bisa berkumpul seperti ini, nenek biasanya akan memasak berbagai menu favourite keluarga dalam jumlah besar. Bahkan seringkali kami bertukar makanan dengan tetangga sebgai bentuk silahturahmi dan bersosialisasi. Mengingat saluran televisi ditiadakan oleh Pemerintah Daerah, saya biasanya menonton film atau serial dari Laptop yang sebelumnya sudah dipersiapkan.

Sebagai masyarakat Non-Hindu, kita tidak dilarang sepenuhnya untuk melakukan aktivitas asalkan sesuai dengan aturan serta tidak mengganggu perayaan Nyepi. 

Jadi sekedar menonton film di Laptop atau bermain game console masih dimaklumi untuk mengisi waktu kosong. Hal menarik saya ingat adalah ketika menjelang sore, saya dan tetangga mengobrol di pekarang rumah atau bahkan di trotoar jalan. 

Kebetulan rumah saya di samping jalan, ada anak kecil hingga orang dewasa yang sekedar duduk atau bahkan tiduran di tengah jalan. Kapan lagi bisa tiduran di tengah jalan yang sepi. 

Di desa saya, hal tersebut masih dimaklumi selagi tidak berlalu lalang atau bepergian karena tentu akan ditangkap oleh Pecalang (Petugas seperti Hansip) yang bertugas berkeliling menindak warga yang melanggar aturan. Sebenarnya tetap saja ada warga yang bermain kucing-kucingan dengan petugas karena ingin keluar rumah pergi ke suatu tempat seperti ke rumah tetangga yang letaknya cukup jauh.

Malam hari menjadi suasana yang cukup mencekam. Bagaimana tidak seluruh tempat akan menjadi gelap dan tanpa penerangan. Ada larangan untuk menghidupkan lampu atau api sebagai cahaya penerangan baik untuk dinyalakan di rumah, tempat umum atau di jalan. Alhasil kita akan kembali pada jaman dahulu, menghabiskan waktu dalam kegelapan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun