Viralnya kisah warga Tuban yang berbondong-bondong membeli mobil di tengah pandemi memang menghebohkan tanah air. Di tengah pandemi di mana masyarakat berusaha menekan pengeluaran serta berjuang di tengah kesulitan ekonomi selama wabah Covid19 justru dibuat terpukau dengan berita banyaknya warga Tuban yang menghamburkan uang dengan membeli mobil harga ratusan juta rupiah. Padahal mobil masih dianggap sebagai barang tersier atau barang mewah.
Ternyata munculnya upaya konsumtif warga Tuban tidak terlepas dari pembayaran ganti rugi lahan oleh Pertamina terkait lahan yang terkena proyek pembangunan Kilang Minyak Pertamina.Â
Tidak tanggung-tanggung dari beberapa referensi yang saya baca, mayoritas warga yang terkena ganti rugi menerima nominal berjumlah fantastis di atas 2 milyar rupiah.
Nominalnya tersebut sangatlah besar dan jujur untuk mengumpulkan uang sejumlah 1 Milyar saya sudah membayangkan harus kerja di level Manager, hidup ngirit agar bisa menabung minimal 5 juta per bulan. Itu pun butuh waktu hampir 17 tahun agar punya uang sebesar 1 milyar. Membutuhkan usaha dan niat yang besar untuk bisa memiliki sejumlah uang tersebut.
Nyatanya warga Tuban termasuk beruntung mendapatkan nilai ganti rugi sejumlah harga fantastis dalam waktu singkat. Saya yakin mayoritas penerima uang ganti rugi pasti baru pertama kali memegang uang dengan jumlah sebesar itu. Andai uang 1 milyar diganti dengan uang koin, pasti jumlahnya cukup untuk membuat kolam renang dari koin 500 rupiah.
Di luar rasa bangga melihat warga Tuban yang menjadi miliarder baru, entah kenapa hati kecil saya tetap ada rasa prihatin apalagi membaca pemberitaan mereka berlomba-lomba membeli mobil yang notabene-nya bukan kebutuhan utama. Bisakah kekayaan yang didapat justru berakhir pilu?
Saya teringat kisah Michael Carroll asal Inggris yang menjadi miliarder di usia muda karena memenangkan Lotre sebesar US$ 15,5 Juta atau setara 223 milyar untuk tahun 2002. Perubahan ekonomi secara drastis dan tiba-tiba membuat Carroll menjadi gelap mata
Dirinya menghamburkan kekayaan yang dimiliki dengan membeli rumah mewah, mobil, helikopter, menyewa perempuan penghibur hingga membeli obat terlarang.Â
Bahkan Carroll tega mengusir istri dan anak perempuannya karena merasa dirinya bisa mendapatkan lebih dengan uangnya. Alhasil tidak butuh waktu lama, kekayaannya habis dan kini Carroll berakhir dengan menyedihkan yaitu sebagai tukang sampah.Â
Melalui kisah Carroll saya melihat bahwa sifat manusia yang paling sering muncul ketika mendapatkan rezeki berlimpah dalam waktu singkat adalah tamak, serakah dan konsumtif. Ini karena uang yang didapat bersifat instan dan menganggap sebagai rezeki sehingga rezeki haruslah dinikmati.
Jumlah orang yang berpikir lebih bijak dengan melihat masa depan mungkin hanya hitungan jari. Kenapa saya melihat ada ketakutan sendiri tentang nasib warga Tuban yang terlena dengan rezeki yang didapat tanpa ada pertimbangan finansial yang matang. Berikut alasannya :
1. Sedari Awal Sudah Konsumtif
Wajar memang ketika mendapatkan rezeki maka kita berusaha menyenangkan diri sendiri, keluarga atau orang di sekitar kita. Misalkan dulu kita bepergian dengan motor butut atau naik angkot berdesak-desakan. Melihat tetangga memiliki mobil dengan AC yang dingin, bisa ajak keluarga bertamasya atau pulang mudik tanpa takut kepanasan dan kehujanan hingga muncul rasa berandai-andai untuk bisa memiliki mobil juga jika ada rezeki.
Nyatanya rasa berandai-andai tersebut kini bisa direalisasikan dengan mudah karena telah memiliki rezeki dalam jumlah besar maka pasti kita akan langsung mewujudkan mimpi tersebut. Kita akan langsung membeli mobil terbaik dan jika bisa belum ada yang memiliki. Harga bisa menjadi pilihan kedua karena duit ada di tangan, yang penting hati puas dan keluarga senang.
Saya mengelus dada ketika membaca berita ada warga yang memborong hingga lebih dari 4 mobil. Mobil itu untuk dirinya, istrinya dan anak-anaknya.Â
Padahal kita tahu mobil standar harganya bisa 200 juta artinya minimal 400 juta uang sudah melayang. Ini jika mobil yang dipilih adalah merk biasa. Jika dirinya membeli kualitas high end maka harga bisa di atas 300 juta per unit. Jika membeli 4 unit maka sudah menghabiskan 1,2 milyar hanya untuk membeli mobil.
Nyatanya membeli mobil bukan hanya sekadar membeli unitnya saja. Masih ada biaya printilan lain yang harus dipikirkan seperti biaya surat-surat, pajak kendaraan, perawatan, sparepart, asuransi, BBM dan sebagainya. Untuk perawatan rutin saja bisa menghabiskan 2 jutaan rupiah ini belum termasuk jika ada kerusakan sparepart. Saya akan langsung mengelus dada jika harus menyiapkan anggaran untuk perawatan 4 mobil.
2. Mobil Bukan Properti Inventaris Masa Depan
Saya menilai bahwa membeli mobil bukanlah pilihan bijak jika diharapkan kelak menjadi sebuah inventaris yang menjanjikan. Kita tahu bahwa harga mobil tiap tahun selalu turun karena ada biaya penyusutan mesin, pajak serta munculnya produk mobil terbaru yang membuat mobil lama akan kurang diminati.
Ketika warga Tuban berbondong-bondong membeli mobil hingga berunit-unit artinya mereka harus siap uang yang dikeluarkan akan tidak balik sepenuhnya jika suatu saat mobil harus dijual kembali. Jika mereka membeli 4 unit seharga 1,2 milyar. Meskipun baru dipakai sebulan, bisa jadi harga jual hanya laku 900 juta saja. Artinya 300 juta sudah hilang sia-sia dalam waktu hanya sebulan.
Ini berbeda jika mereka menggunakan uang untuk membeli tanah, rumah atau emas. Peluang jumlah uang bisa bertambah berlipat-lipat karena barang tersebut selalu mengalami kenaikan harga tiap tahunnya.
3. Rentan Terjadinya Financial Loss
Kasus yang menimpa Carroll yang menjadi miliarder namun hanya sesaat juga berpotensi menimpa warga Tuban yang tidak bijak mengatur finansialnya. Carroll yang menang lotre dan mendapatkan rezeki berjumlah fantastis terkena syok kekayaan. Dirinya menganggap uang yang didapat tidak akan habis selama 7 turunan meskipun dipakai setiap hari.
Nyatanya jika pengeluaran tidak diimbangi dengan pemasukan pastilah kekayaan akan merosot turun dan berpotensi habis. Kesalahan terbesar mereka yang tiba-tiba menjadi kaya adalah tidak memikirkan cara untuk memutar uang yang ada. Mereka hanya berpikir bagaimana menghabiskan uang yang ada dan tidak membangun pemikiran bagaimana melipatkan uang yang ada.
Orang yang kaya karena usahanya pasti di otaknya sudah tertanam mindset apa yang harus dilakukan agar uang yang dimiliki tidak lekas habis dan harus bisa berputar hingga bertambah jumlahnya.Â
Ironisnya para Orang Kaya Baru (OKB) berpikir sebaliknya, apa yang bisa saya dapatkan dari uang yang dimiliki. Mereka tidak mau dipusingkan dengan pemikiran usaha apa yang perlu dilakukan agar uang bisa berkembang dikemudian hati.
Kesalahan ini juga bisa terjadi oleh warga Tuban yang mendapat uang ganti rugi. Jangan salahkan bila kekayaan justru semakin menyusut tiap waktu karena mereka lebih fokus untuk menghabiskan uang bukan mengelola uang.
Apabila mindset ini tidak diubah. Tanah dan warisan sudah terlanjur dijual, uang yang didapat sudah habis dan malah berakhir tragis seperti yang dialami oleh si Carroll.
Itulah 3 pandangan dan kekhawatiran saya tentang halal yang berpotensi terjadi kepada wara Tuban yang masih terjebak pada mindset memikirkan hari ini bukan masa depan. Pintar lah selalu dalam mengelola finansial jangan sampai berakhir dengan penyesalan di kemudian hari.
Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H