Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

[Kisahku] "Sweet Karma" yang Berujung Keberuntungan

10 Februari 2021   10:42 Diperbarui: 10 Februari 2021   17:27 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Topik pilihan Kompasiana tentang Sweet Karma justru memancingku mengingat satu kejadian sweet karma dalam hidupku. Kisah ini berawal saat saya duduk di kelas 3 SMA. Ketika itu semua siswa akan menentukan pilihan hidup selepas lulus SMA antara lanjut kerja, menikah atau kuliah. 

Mayoritas teman di kelasku memilih melanjutkan kuliah karena untuk mendukung mereka mendapatkan pekerjaan impian. Ini juga terjadi pada diri saya yang memiliki impian melanjutkan kuliah.

Selama ini saya selalu memiliki bucket list dalam hidup yaitu daftar capaian hidup kedepannya baik dari sisi pendidikan, karir dan keluarga. Salah satu bucket list saya saat SMA adalah ingin melanjutkan kuliah di Pulau Jawa (saya saat itu bersekolah di Bali). 

Alasannya karena dari kecil sudah terbiasa hidup merantau jadi ada keinginan untuk kuliah diluar tempat tinggal agar bisa lebih mandiri. Entah kenapa seakan "mem-blacklist" kuliah di Universitas Brawijaya di Malang. Padahal kampus itu masuk 10 besar kampus terbaik versi Ditjen Dikti ataupun lembaga perengkingan kampus lainnya.

Saya berusaha mem-flashblack mencari tahu alasan kenapa membuat blacklist tersebut. Ternyata ada 2 alasan yaitu saya ingin kuliah di antara kota Jogja, Bandung atau Jakarta sehingga Malang tidak menjadi prioritas utama dan target saat itu selepas SMA ingin berkuliah di Sekolah Kedinasan agar lulus bisa langsung diterima kerja di instansi pemerintah.

Apa daya saat itu saya gagal diterima di kampus yang diincar meskipun sempat nyaris diterima di Akademi Meteorologi dan Geofisika (AMG) Bandung namun di Pantauhir ternyata gagal. Akhirnya sempat mengurungkan niat sementara dan bekerja selama 2 tahun setelah lepas SMA. Suatu ketika tante meminta saya mendaftar di Universitas Brawijaya (UB) karena anaknya (sepupu) sedang mendaftar di Fakultas Kedokteran UB. Jadi semisal diterima, saya bisa dampingi sepupu kuliah di UB.

Mengingat permintaan tante, akhirnya saya mengesampingkan rasa idealis ditambah tahun ketiga adalah tahun terakhir melamar kuliah di kampus UB. Padahal impian saya untuk kuliah masih tertunda. 

Saya pun mendaftar di UB yang dahulu tidak menjadi kampus prioritas. Ternyata rejeki saya malah diterima di kampus ini dan apesnya sepupu gagal diterima di FK UB. Artinya rencana awal untuk mendampingi sepupu malah saya yang harus kuliah di UB.

Ibarat menelan ludah sendiri yang dulu menolak kuliah di UB Malang karena hal lucu ingin kuliah di tempat yang lebih jauh justru Tuhan menakdirkan saya kuliah di UB. Justru saya merasakan sweet karma yang berkesan. Kini dalam hati saya, saya bersyukur bisa kuliah di kampus yang dulu tidak masuk dalam bucket list saya.

Kenapa?

Saya merasa nyaman tinggal di Malang lingkungan sejuk, biaya hidup murah, gedung kampus yang ibarat Negara Singapura tidak begitu luas namun megah dan mewah dan pasti saya mampu berprestasi di Kampus ini.

Bukan rahasia umum jika Malang Raya khususnya Batu dan Kota Malang dikenal sebagai tempat yang sejuk karena terletak di dataran tinggi. Saya masih bisa mengeluarkan asap nafas jika bangun di pagi hari. Bahkan ketika malam hari, tidak perlu menghidupkan AC atau kipas angin karena udara sudah dingin.

Bahkan ketika saya menginap di Kota Batu sering menggigil kedinginan karena dinginnya udara di malam hari. Saat mandi pun air terasa sejuk dan dingin. Jangan kaget banyak mahasiswa yang kuliah pagi banyak yang tidak mandi karena airnya dingin bikin malas mandi.

Biaya hidup di Malang sangat murah dan nyaman di kantong mahasiswa. Biaya hidup di Malang tidak jauh berbeda dengan Jogja. Saat harga ayam lalapan di Bali tahun 2009 seharga Rp. 12.000 namun di Malang hanya seharga Rp. 5.000 sudah dapat nasi, ayam dan sayur lalapan. 

Harga bakso keliling saja hanya berkisar Rp. 1.000/pcs dan tahu atau gorengan seharga Rp. 500/pcs. Harga kos-kosan masih ada seharga Rp. 200.000/bulan dan jika ingin lebih nyaman seharga Rp. 600.000/bulan sudah bisa dapat kamar mandi dalam. Bayangkan jika saya saat itu kuliah di Jakarta, tentu pengeluaran saya akan membengkak karena biaya hidup sangat tinggi.

Suasana Universitas Brawijaya. Sumber situs Mamikos
Suasana Universitas Brawijaya. Sumber situs Mamikos

Salah satu kebanggaan saya kuliah di UB adalah gedung fakultas sangat megah dan mewah. Sebenarnya untuk luas kampus tidaklah besar. Saya pernah bersama teman-teman kuliah mengintari kampus dan hanya butuh jalan kaki selama 40 menit sudah berhasil mengunjungi semua fakultas.

Bayangkan jika kita mengelilingi kampus UI atau UGM dengan jalan kaki, saya yakin kaki akan gempor karena terlalu luas. Karena wilayah yang tidak luas, pihak rektorat dan kampus memaksimalkan lahan dengan membangun bangunan dengan sistem bertingkat dan megah.

Jujur jika pembaca pernah ke kampus UB, tata letak terkonsep rapih dan struktur bangunan tinggi menjulang. Bahkan kita saling membandingkan kemewahan gedung fakultas satu dengan lainnya karena setiap fakultas memiliki icon dan landmark masing-masing.

Disisi lain ada  hal utama kenapa saya bersyukur bisa kuliah disini. Saya bertemu dengan teman kuliah yang tepat dimana membantu saya berkembang dengan baik khususnya dalam hal prestasi. Selama kuliah saya sering mewakili kampus dalam ajang Lomba Karya Tulis yang diselenggarakan oleh kampus lain. Akibat prestasi ini saya bisa mendapatkan beasiswa hingga lulus serta dipercaya sebagai ketua organisasi badan riset. 

Setiap aktivitas berhubungan dengan lomba, pihak rektorat dan fakultas sangat mendukung. Saya dibantu terkait biaya akomodasi, pendaftaran dan sebagainya jika itu berkaitan dengan kegiatan yang melibatkan kampus. Dukungan ini belum tentu saya dapatkan di universitas lainnya. 

Saya pernah lomba di Universitas Negeri Padang di Sumatera Barat, segala biaya transportasi dan kebutuhan selama lomba dibantu oleh kampus. Ini menjadi pengalaman saya pertama kali merasakan terbang dengan pesawat mengingat biaya untu naik pesawat Malang-Padang cukup mahal.

Saya akui ini adalah sweet karma yang justru saya bersyukur menerimanya. Saya berulang kali mengucapkan syukur kepada Tuhan karena Tuhan jusru memberikan jalan yang terbaik meskipun awalnya tidak saya kehendaki. Ini menguatkan pikiran saya bahwa Manusia hanya bisa berencana namun Tuhanlah yang menentukan. Rencana Tuhan pastilah baik bagi kita.

Semoga bermanfaat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun