Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Rumput Tetangga Lebih Hijau, Berlaku Juga dalam Dunia Kerja?

9 Februari 2021   11:05 Diperbarui: 14 Februari 2021   22:20 1948
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Rumput Tetangga Lebih Hijau. Sumber TheRooster.com dalam Kompasiana/RumahKayu

Dalam dunia kerja selalu ada seseorang yang membandingkan kerjaan, posisi atau suasana kerja dirinya dengan orang lain atau orang disekitar. Ini pun pernah saya alami. 

"Wuah enak banget dia. Selama Pandemi bisa WFH, kumpul keluarga dan mengerjakan pekerjaan kantor di rumah"

Ungkapan ini pernah muncul di hati saya saat pemberlakuan WFH ditengah pandemi. Ini karena di tempat kerja saya masih menerapkan kerja normal atau Work From Office. Saya juga sempat iri melihat postingan teman saya bisa traveling setiap weekend dan pulang tepat waktu karena di kantor saya, sabtu pun masih harus bekerja bahkan jam kerja saya bisa 10-12 jam karena terkait tugas kantor. Jika lagi ada urusan urgent bisa kerja diatas 12 jam. 

Diluar dugaan ternyata ada teman yang cerita merasa iri dengan saya. Teman saya seperti kagum karena di kantor saya masih bisa bekerja secara normal. Padahal banyak perusahaan yang tutup dan memberhentikan karyawan. Ada pula yang bilang, wuah enak ya jadi kamu. Jenjang karir bisa secepat itu. Padahal di tempatku naik jabatan susah sekali. 

Ini artinya istilah rumput tetangga lebih hijau juga terjadi dalam dunia kerja. Kita selalu membayangkan betapa enaknya posisi, lingkungan kerja, fasilitas dan hal lain yang dimiliki oleh seseorang. Artinya kita membandingkan suatu hal yang tidak kita dapatkan atau rasakan dari kisah kerja orang lain.

Saya ingat seorang teman menegur saya, Ndra, rumput tetangga itu tampak luarnya saja hijau namun kamu tidak tahu apa yang di dalamnya? 

Butuh sekian waktu hingga ku paham maksud teguran temanku ini. Apa yang kita lihat sempurna belum tentu dirasakan demikian oleh orang tersebut. 

Mengapa?

#1. Kita Hanya Melihat Bungkus Luar Saja

Ini seperti yang saya rasakan ketika iri melihat teman yang bisa WFH selama pandemi. Ternyata cerita dari teman atau adik saya yang mengalami WFH ternyata diluar dugaan. Teman mengatakan bahwa WFH hanya menyenangkan di awal karena bisa mengerjakan tugas di rumah dan ada quality time bersama keluarga. Namun seiring waktu teman saya merasa jenuh dan mengatakan saya bersyukur masih bisa WFO. 

Selama WFH, banyak pekerja memang beraktivitas di rumah dan justru memicu rasa malas berlebihan. Banyak yang suka bangun siang, makan tidak teratur, terlalu malas bergerak alhasil tubuh mereka menjadi lebih berisi dibandingkan dulu saat bekerja normal. Selain itu bagi memiliki anak yang sangat aktif ternyata mengalami peningkatan rasa stres karena anakpun Study from Home. Biasanya orang tua disaat jam kerja hanya memikirkan urusan kerja kini harus disibukkan dengan membantu pekerjaan sekolah anak, membersihkan rumah yang kotor atau terganggu dengan aktivias anak yang super aktif.

Teman saya pun mengungkapkan kangen dengan teman kantor. Bisa bercanda ria saat di kantor, pergi makan siang bersama teman kerja, atau kangen kebawelan atasan. Ada hal yang dulu sangat dibenci justru menjadi hal yang dirindukan selama WFH. Ini pun senada yang disampaikan adik saya bahkan banyak perusahaan yang tidak memberikan gaji full selama penerapan WFH mengingat kondisi keuangan perusahaan terganggu selama Covid19.

Ini membuat anggapan saya terpatahkan dan ada rasa bersyukur karena masih bisa WFO. Saya masih bisa mengobrol dengan teman kerja, makan gorengan di kantor saat jam istirahat atau pergi kulineran saat jam pulang kerja. Rasa stres saat kerja justru hilang ketika sedang bersama teman-teman kantor.

#2. Kita Terkagum dengan Hasil Namun Menutup Mata Terhadap Prosesnya

Teman saya pernah berkata, Wah kamu enak ya. Masih muda tapi dikasi kepercayaan sama perusahaan di level managerial dan bisa handle banyak orang.

Saya akui memang karir saya tergolong cepat. Belum genap usia 30 tahun tapi dipercaya atasan menjadi Manager Area untuk Jawa Timur dan Jawa Tengah. Saat itu saya menjadi manager area termuda di perusahaan. Ada rasa bangga memang namun orang lain tidak melihat bagaimana proses saya bisa dipercaya untuk posisi tersebut.

Bagaimana saya selama 3 bulan diberi amanah untuk menyelesaikan masalah di pabrik dan merasakan kerja dari jam 4 pagi hingga malam. Setiap hari minggu dan hari libur masuk karena ada target yang harus dikejar. Ketika tengah tengah malam sering mendapat telepon karena ada masalah di pabrik dan sebagainya. Tentu jika mereka merasakan hal ini bisa jadi mereka menyerah.

Kisah seperti ini banyak terjadi di sekitar kita dimana seseorang kagum atas pencapaian seseorang dan mengganggap orang tersebut sangat berutung tanpa melihat proses bagaimana orang tersebut bisa mendapat pencapaian tersebut. Bisa jadi pencapaian yang diterima saat ini didapat dengan usaha dan kerja keras yang luar biasa.

#3. Kita Kurang Mensyukuri Pencapaian Diri Sendiri

Ketika kita merasa pencapaian orang lain terasa lebih hebat nyatanya kita memang belum mensyukuri atas pencapaian diri sendiri. Kita sadar bahwa takdir manusia pastilah berbeda satu dengan yang lainnya. Ada yang ditakdiran menjadi atasan ada pula yang hanya menjadi staff biasa. Bukan berarti bekerja sebagai staff bukan hal jelek justru tanpa kita sadari ada jutaan orang diluar sana yang menganggur menginginkan kerja sebagai staff di kantor. Bagi mereka menjadi staff sudah sangat berharga ditengah kondisi dirinya yang tengah mengganggur. Setidaknya setiap bulan ada pemasukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Bisa jadi pencapaian diri yang kita anggap biasa justru diidamkan oleh banyak orang. Rumput kita yang dianggap berwarna kuning justru akan dianggap hijau bagi orang lain. Artinya kita harus bisa mengapresiasi pencapaian yang kita dapati saat ini karena banyak orang diluar sana yang ingin mendapatkan pencapaian yang kita dapatkan saat ini.

Inilah 3 hal mengapa istilah Rumput Tetangga Lebih Hijau dalam dunia kerja justru terkesan subyektif. Hijau bagi kita belum tentu hijau bagi yang merasakan. Adakalanya mereka pun memberikan penilaian yang sama kepada kita. Tetap syukuri tentang apa yang kita terima karena semua sudah ditakdirkan oleh sang Pencipta. 

Semoga Bermanfaat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun