Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Koran, Rinduku Setinggi Gunung

11 Januari 2021   10:17 Diperbarui: 11 Januari 2021   12:29 1683
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tumpukan Koran Kompas. Sumber Situs Kompas TV

Entah kenapa saat tadi perjalanan ke kantor tiba-tiba teringat kisah masa kecil yang suka membaca koran. Kini lupa entah kapan terakhir membaca koran konvensional. 

Dulu kalau ada orang yang membaca koran di tempat umum pasti terlihat berwawasan, kritis, dan selalu update berita. Namun saat ini saya jarang sekali melihat orang membaca koran di tempat umum. Kini mereka beralih membaca berita melalui media online yang lebih praktis.

Judulku memang sedikit lebay, ya sesekali ingin buat judul yang hipebola namun dalam hati yang mendalam memang ku merindukan banyak hal semasa kecil. Salah satunya media cetak seperti koran/surat kabar, majalah ataupun tabloid dimana masa tahun 1990-an begitu banyak media cetak yang beredar di masyarakat. 

Di desa saya, segala bentuk media cetak baik itu surat kabar, majalah atau tabloid selalu dinamakan koran karena mereka tidak mau ribet dengan banyak istilah. Istilah koran seakan sudah mendarah daging di desa saya saat itu.

Saya ingat betul ada banyak koran lokal maupun nasional yang bersaing memberikan informasi terupdate setiap pagi. Selain itu muncul juga majalah dan tabloid khusus seperti seputar otomotif, seluler, anak-anak, hingga dulu ada majalah yang khusus memuat dunia selebritis bollywood, hingga asia timur.

Teringat dulu saat sedang naiknya pamor acara dari Taiwan Meteor Garden. Muncul banyak tabloid dan majalah yang mengulas tentang serba serbi anak muda serta artis Asia Timur. Bahkan ada majalah yang mengadakan kuis berhadiah tiket konser atau gathering bersama artis idola. 

Saya menyadari bahwa semakin maju peradaban maka akan ada yang ditinggalkan. Kini semakin berkembangnya platform berita online membuat industri media cetak mengalami masa sulit. 

Satu persatu media cetak baik koran, majalan dan tabloid bertumbangan karena menurunnya permintaan ditengah tingginya biaya produksi sehingga mereka kalah saing.

Ada beberapa hal yang membuat saya seakan rindu masa kecil yang pernah asyik sendiri membaca koran yang setiap pagi diantarkan ke rumah. Bahkan dulu ibu saya menyuruh untuk membaca tiap tulisan yang ada di koran untuk melatih kemampuan baca. Hal yang kini jarang terjadi pada jaman sekarang. Apa saja yang membuat saya begitu rindu dengan koran :

Koran Menjadi Sumber Penghasilan sebagian orang

Jika pembaca Kompasiana dulu adalah orang yang berlangganan koran atau majalah pasti pernah merasakan momen loper koran berteriak koran...koran... sambil melemparkan koran ke pekarangan rumah atau diantar langsung ke rumah. Ini adalah salah satu kenangan yang tidak terlupakan.

Saya ingat betul setiap pagi ada loper koran ke rumah untuk mengantarkan koran. Ayah saya dulu memang langganan koran Kompas sehingga setiap pagi akan ada loper koran yang mengantarkan ke rumah. 

Tidak hanya itu setiap Kamis menjadi hari yang paling bahagia karena ada majalah Bobo selalu diantar ke rumah. Dulu memiliki majalah ini terasa senang sekali karena banyak cerita dan informasi yang menarik dan tentu saja kadang terhadap selip hadiah di dalam majalah.

Loper  koran telah profesi yang digeluti oleh sebagian orang. Tugas mereka mengantarkan koran kepada pelanggan baik dengan berjalan kaki, menggunakan sepeda ontel ataupun motor bagi yang membawa pesanan dalam jumlah banyak.

Di perempatan lampu merah sering saya lihat mulai anak kecil hingga orang dewasa yang  menawarkan koran kepada pengendara.

Tidak heran pekerjaan sebagai loper koran telah menjadi tumpuan ekonomi sebagian orang. Ada banyak kisah yang sering saya dengar seperti seorang anak bisa mengumpulkan uang jajan atau membayar uang sekolah dengan menjual koran sebelum berangkat atau sepulang sekolah. Ada juga seorang ayah yang mampu membiayai kebutuhan rumah tangga dengan menjadi loper koran.

Selain itu dulu masih banyak terlihat agen koran di pinggir jalan. Mereka menjual  berbagai koran nasional, lokal, majalan hingga tabloid. Namun kini selama saya bekerja, hampir tidak terlihat lagi agen koran di pinggir jalan. Fenomena yang sangat kontras dibandingkan dulu masih di tahun 1990an.

Koran dan Majalah sebagai Sumber Hiburan

Dulu semasih kecil, saya adalah tipe yang membuka koran langsung mencari jadwal acara televisi. Saya mau melihat apakah serial favorite saya seperti film vampir/drakula ada  di tayangkan di salah satu TV Nasional kemudian melihat acara kartun apa saja yang tayang pada hari itu. 

Jangan kaget melihat ekspresi orang tua yang langsung tahu jika koran yang baru datang sudah dalam kondisi kusut dan tidak tertata lagi. Maklum namanya juga anak kecil jadi cuma bisa buat berantakan dan malas merapihkan lagi.

Mama saya juga setiap hari minggu selalu mencari rubrik Teka Teki Silang (TTS) dan mencoba mengisi setiap pertanyaan. Kadang jika sudah terisi semua, mama selalu mengirimkan TTS tersebut berharap mendapat hadiah. 

Setahu saya dulu mama saya pernah menjadi salah satu pemenang kuis TTS di salah satu koran nasional. Hadiahnya tidak seberapa namun kepuasaan dan kebanggaan menjadi salah satu pemenang yang bikin dirindukan.

Sumber Informasi Penting

Selain sarat informasi berita, koran juga banyak memberikan informasi penting seperti rubrik lowongan kerja, jual beli hingga informasi kehilangan. 

Saya ingat saat dulu lulus SMA dan memilih untuk bekerja dulu sementara waktu. Saya pasti membeli koran di hari Senin karena informasi yang didapat setiap Senin akan banyak perusahaan yang menawarkan lowongan pekerjaan. Benar saja lowongan setiap Senin bahkan bisa lebih dari 2 halaman.

Semasih kecil, ayah juga jika resign dari perusahaan langsung mencari lowongan pekerjaan di koran. Dulu perusahaan lebih banyak menyampaikan lowongan pekerjaan melalui koran karena jangkauannya luas. 

Informasi pekerjaan pun mulai dari yang kerja serabutan, sales, supervisor hingga level manajer banyak diinfokan melalui koran. Kini munculnya platform situs pencari kerja dan jobfair yang membuat info lowongan pekerjaan di koran tidak sebanyak 1 dekade yang lalu.

Hal unik yang pernah saya lihat di koran adalah ada pengumuman kontak jodoh yang menghiasi salah satu rubrik koran nasional. Mereka yang ingin mencari pasangan tidak senggan menginfokan melalui koran. Misalkan Budi Bin Sulaiman, 38 tahun, lajang mencari kekasih yang siap menikah. Jika ada hubungi ke nomor xxxxxxx. Hal seperti inilah yang membuat koran memiliki kisah sendiri di hati saya.

Perlu diakui kini memang jaman telah berubah. Banyak hal yang beralih ke teknologi digital mengingat lebih praktis, efisien hingga jangkauan dapat lebih luas membuat koran dan teman-temannya mulai ditinggalkan. 

Kini saya cenderung melihat koran atau majalah hanya di ruang customer service bank atau hotel namun umumnya tidak update. Lebih ke koran atau majalah lama yang disediakan untuk sekedar membaca sambil menunggu antrian

Adakah dari sobat Kompasiana yang merindukan hal indah seperti ini? Jika ada, bisa ceritakan pengalaman indahnya di kolom komentar mungkin kita bisa saling bercanda ria sambil mengingat kisah jaman kecil dulu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun