Putusan Pemprov Jakarta untuk penerapan kembali PSBB per 14 September 2020 memang memicu pro dan kontra. Saya memahami bahwa Pak Anies Baswedan selaku Gubernur Jakarta tidak serta merta mengeluarkan kebijakan tanpa sebuah alasan yang jelas.
Pertimbangan semakin meningkatnya penyebaran Covid19 di area Jakarta yang bisa menembus 1.000 kasus per hari menunjukan butuh tindakan cepat untuk mengatasi hal tersebut. Disisi lain masyarakat perlu mempersiapkan mental dan finansial jika kebijakan tersebut diberlakukan kembali. Ini mengingat tidak sedikit masyarakat yang mengalami depresi atau stres karena ruang aktivitasnya dibatasi serta kekhawatiran penerapan kembali PSBB di Jakarta memicu gelombang PHK di sektor swasta.
Saya berkaca pada tempat saya bekerja yang bergerak di produsen air minum. Ada kabar baik bahwa pemerintah tetap mengijinkan 11 sektor usaha untuk tetap beroperasi selama PSBB. Industri tersebut meliputiÂ
- Kesehatan.
- Bahan pangan/makanan/minuman.
- Energi.
- Komunikasi dan teknologi informatika.
- Keuangan.
- Logistik.
- Perhotelan.
- Konstruksi.
- Industri strategis.
- Pelayanan dasar/utilitas publik/dan industri yang ditetapkan sebagai objek vital nasional dan objek tertentu.
- Pemenuhan kebutuhan sehari-hari
Ini artinya tempat kerja saya masuk dalam kategori industri bahan pangan/makanan/minuman dan masih boleh beroperasi selama PSBB dengan mematuhi aturan yang berlaku sesuai protokol kesehatan. Pasti ada pandangan wuah beruntungnya bisa bekerja di sektor yang masih bisa beroperasi artinya tidak akan terkena dampak dari PSBB.Â
Eittssss.... meskipun tetap diperbolehkan beroperasi bukan berarti tidak akan ada dampak yang dirasakan. Saya menganalisa melalui pengalaman saya saat ini menyikapi kebijakan PSBB yang akan diterapkan 14 September 2020.
Per Agustus kemarin saya mendapat tugas mutasi dari manajemen kantor dari semula berkantor di Plant Pasuruan, Jawa Timur kembali ke Plant Bogor. Saya diberi amanah untuk bertanggung jawab terhadap pendistribusian barang dan diharapkan ada peningkatan pencapaian mendekati omzet sebelum Pandemi terjadi.
Saya menyadari tanggung jawab ini cukup berat mengingat analisa pengiriman selama pandemi mengalami penurunan jauh serta manajemen telah melakukan berbagai tindakan efisiensi seperti pengurangan karyawan serta menekan cost operational.
Kabar baiknya bulan Agustus masih pada masa pelonggaran PSBB dimana aktivitas mulai berangsur normal meskipun ada beberapa sektor yang tetap harus tutup dengan suatu pertimbangan. Setidaknya 70 persen usaha sudah berangsur bangkit dari keterpurukan. Ini terlihat permintaan produk di perusahaan saya mengalami peningkatan kembali serta instansi, retail, Horeca hingga perkantoran yang dulu tutup kini sudah meminta pengiriman rutin.Â
Kita menyadari bahwa air minum merupakan suatu kebutuhan hidup maka selagi ada aktivitas maka permintaan terhadap air minum akan tinggi. Apalagi Agustus-September tengah memasuki masa musim kemarau yang menjadi masa panen bagi pelaku industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK).
Sejak pertengahan Agustus, saya menargetkan September harus ada kenaikan omzet 20 persen karena pertimbangan aktivitas kian normal, acara massal mulai diperbolehkan seperti pernikahan, jual beli di pasar, pusat berbelanjaan hingga tempat wisata juga mulai banyak didatangi. Bahkan Agustus kemarin saya masih bisa berwisata ke Jakarta Kota, belanja di mall daerah Kuningan dan Grogol. Saya melihat sendiri masyarakat mulai berani mengunjungi beberapa tempat yang selama ini dikhawatirkan menjadi cluster penyebaran virus.
Jika berjalan sesuai rencana, saya bahkan berencana mengajukan karyawan untuk team distribusi yang selama Pandemi kemarin harus dirumahkan. Ini karena saat pandemi, omzet bisa jatuh diatas 40 persen sehingga manajemen melakukan kebijakan merumahkan sementara sopir dan kernet yang pengirimannya sedang turun. Perlahan demi perlahan omzet kian menunjukan tren positif hingga kemudian muncul berita PSBB akan diberlakukan kembali.
Mendapat informasi ini ibarat saya tengah naik ke atas pohon kelapa. Sedang bersemangat memanjat namun tiba-tiba batang kelapa tersambar petir dan nyaris rubuh. Ini artinya target yang sudah saya susun rapih bisa gagal tercapai karena tersandung aturan baru dari Pemprov Jakarta. Ini karena banyak konsumen perusahaan yang merupakan perkantoran yang tersebar di wilayah Jakarta.
Jika dulu 1 ruang kantor yang berisikan minimal 10 orang bisa menghabiskan 1 galon untuk konsumsi minum sehari. Bayangkan jika kantor tersebut terdapat 100 orang maka setidaknya membutuhkan minimal 10 galon/hari. Ini akan semakin meningkat jika konsumen adalah sebuah pabrik besar yang mempekerjakan lebih dari 500 orang.
Aturan PSBB menghimbau perusahaan diluar 11 sektor yang diijinkan untuk menerapkan work from home artinya aktivitas di kantor akan kosong. Kebijakan ini paling cepat bisa berlaku untuk 14 hari artinya perusahaan saya akan kehilangan omzet untuk 14 hari kedepan untuk pangsa perkantoran.
Contoh sederhana perusahaan bisa menyuplai air minum untuk perkantoran di Jakarta sebesar 20.000 galon/hari. Artinya perusahaan harus siap menelan pil pahit omzet akan hilang 280.000 galon dalam kurun waktu 2 minggu. Omzet segitu sungguh sangat besar untuk industri AMDK.
Ketika omzet itu hilang maka mau tidak mau ada armada yang harus dikandangkan dulu. Jika armada harus dihentikan karena tidak ada pengiriman maka bisa dipastikan ada sopir dan kernet yang harus dirumahkan lagi. Padahal mimpi saya sebelumnya adalah akan merekrut kembali karyawan yang dirumahkan karena berharap ada kenaikan 20 persen dari omzet Agustus namun kini harus berpikir 2 kali jika PSBB harus dijalankan.
Memikirkan untuk mempertahankan karyawan yang ada saja sudah sangat berat karena PSBB saat bulan April-Mei mampu menurunkan omzet hingga 40 persen artinya peluang terjadinya penurunan jumlah besar bisa saja terjadi.
Pangsa pasar air minum tidak hanya dari perkantoran namun ada juga Horeca dan rumah tangga. Meskipun Perhotelan tetap bisa beroperasi namun masyarakat pasti berpikir dua kali untuk bepergian dan menginap di tengah pemberlakukan PSBB. Artinya penggunaan air minum yang selama ini besar di sektor perhotelan justru juga tidak bisa diandalkan.Â
Bulan Agustus banyak masyarakat yang mengadakan resepsi pernikahan dan membutuhkan air kemasan untuk para tamu. Kini penerapan PSBB pastinya melarang adanya penyelenggaran resepsi pernikahan.Â
Tandanya masyarakat hanya akan mengundang keluarga internal yang tidak membutuhkan konsumsi air minum jumlah besar. Omzet juga akan ikut turun drastis.Â
Ini barulah terjadi pada perusahaan saya yang bergerak di industri minuman yang masih bisa beroperasi. Bayangkan bagi mereka yang bergelut di sektor usaha yang tidak masuk 11 kategori tersebut.Â
Alhasil bayang-bayang PHK massal akan muncul karena perusahaan tidak mampu membayar operasional dan gaji karyawan. Tidak ada pemasukan berarti mereka tidak memiliki dana untuk membayar karyawan. Pilihan efisiensi pun akan dilakukan.
Ketakutan saya adalah kebijakan penerapan kembali PSBB akan menghantam sendi perekonomian masyarakat. Ada masyarakat yang tengah bangkit namun kini depresi karena terancam jatuh untuk kedua kalinya.Â
Ada yang tengah terjatuh harus menangis karena semakin tersiksa adanya aturan ini. Namun inilah realitas kehidupan, masyarakat biasa harus bisa mematuhi aturan pemerintah.
Semoga Pak Anies dan tim bisa membuat solusi terhadap kondisi ini agar masyarakat tidak terpuruk lagi selama penerapan PSBB di bulan September ini. Amin
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H