Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Cerai Saat Pandemi, Sungguh Terlalu

10 September 2020   16:23 Diperbarui: 10 September 2020   16:20 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pasangan yang Tengah Bertengkar. Sumber Dokter.id

Mana janji manismu
Mencintaiku sampai mati
Kini engkau pun pergi
Saat ku terpuruk sendiri
Akulah sang mantan

Diatas adalah sepenggal lirik lagu Sang Mantan dari band Nidji yang sempat menjadi lagu favourite saat masih jaman kuliah. Kini penggalan lirik tersebut seakan mewakili tingginya kasus perceraian yang terjadi selama pandemi.

Salah satu berita online memuat informasi dari Aco Nur selaku Jenderal Badan Pengadilan Mahkamah Agung menyampaikan bahwa pada awal penerapan PSBB pada April dan Mei 2020, kasus  perceraian di Indonesia masih berada di bawah 20.000 kasus. 

Namun kini bulan Juni dan Juli 2020, jumlah perceraian meningkat menjadi 57.000 kasus. Artinya peningkatan ini hampir menembus 3 kali lipat. Suatu angka yang mencengangkan dimana masa pandemi justru membuat pasangan beramai-ramai mendaftarkan gugatan perceraian (berita lengkap klik disini).

Menguntip dari berbagai sumber saya dapat menganalisa bahwa setidaknya terdapat 4 faktor penyebab mengapa tingkat perceraian begitu tinggi selama pandemi

1. Faktor Ekonomi. 

Tidak dipungkiri bahwa masa pandemi ini telah menyebabkan kemerosotan ekonomi secara global. Banyak karyawan yang di-PHK, mengalami pemotongan gaji, usaha tutup sementara hingga bangkrut hingga tabungan yang kian menipis untuk kebutuhan sehari-hari. Masih banyak pasangan yang tidak siap secara mental menghadapi perubahan finansial secara drastis.

Saya pernah melihat fenomena seorang istri yang selalu dimanja oleh suaminya. Setiap keinginan istri selalu berusaha dipenuhi oleh suami baik untuk kebutuhan sehari-hari, keperluan pribadi hingga gaya hidup. Rasa sayang suami terhadap istri terlihat jelas dimana apapun yang diminta akan selalu diberikan. Ketika tiba-tiba usaha suami bangkrut dan ekonomi keluarga menjadi anjlok. Pasangan ini terasa tidak siap terutama dari si Istri.

Gugatan perceraian pun terjadi yang diajukan oleh si Istri karena merasa suami tidak bisa lagi memenuhi kebutuhan hidup si istri. Si istri memberitahukan orang disekitarnya bahwa dirinya masih muda dan masih banyak lelaki mapan yang siap menikahinya. Fenomena ini ibarat sinetron FTV yang sering diputar di televisi namun kita tidak memungkiri bahwa banyak terjadi di sekitar kita apalagi di tengah pandemi ini.

Latar belakang perceraian karena faktor ekonomi umumnya terjadi bagi mereka yang dari awal bertemu, pacaran, menikah hingga membangun rumah tangga dengan kondisi keuangan yang baik. Sehingga ada faktor syok finansial yang menyebabkan mereka memilih untuk berpisah. 

Kejadian ini tentu jarang terjadi bagi pasangan yang sudah terbiasa hidup susah bersama dan membangun rumah tangga dari nol. Ketika muncul kondisi seperti ini seperti kembali ke masa awal dan tidak terlalu mengambil pusing karena sudah pernah mengalami dan menjalani kondisi tidak punya uang sama sekali.

2. Faktor Psikologis

Faktor terjadi karena masa pandemi ini membuat banyak aktivitas dilakukan di rumah dalam jangka waktu panjang. Seiring waktu akan memunculkan rasa stres bagi pasangan seperti ibu yang terbiasa siang hari bisa berleha-leha menonton atau tidur siang kini stres karena putra-putrinya terlalu aktif di rumah sehingga pusing dengan kenakalan mereka. Suami yang biasanya bekerja kini lebih banyak tidur dan sibuk dengan aktivitas sendiri dibanding membantu istri di rumah ataupyun suami yang stres karena istrinya terlalu bawel di rumah.

Rasa stres yang timbul selama pandemi memang terjadi pada banyak pasangan. Alhasil muncul pertengkaran skala kecil hingga besar karena ketidaksanggupan mereka menahan diri atau emosi. Jangan kaget ketika suami lupa telah menaruh handuk basah di kamar setelah mandi bisa menimbulkan pertengkaran rumah tangga.

Masa pandemi yang sudah berlangsung sejak Maret hingga saat ini tentu membuat pasangan yang tidak siap secara psikologis harus menumpuk rasa emosi dan stres diri dan menjadi bom waktu yang siap meledak. Ketika ada momen yang membuat bom waktu itu meledak maka akan tercipta pertengkaran besar jika salah satu pihak tidak mampu mengalah sehingga permintaan cerai akan mudah terlontar.

3. Faktor Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

Suami bisa menjadi sosok yang mengalami gangguang emosi paling tinggi selama pandemi. Tekanan diri bahwa mereka tulang punggung keluarga namun ternyata mengalami PHK atau kebangkrutan usaha, rasa jenuh berlebihan di rumah hingga emosi yang dari dulu tidak terkontrol bisa membawa petaka sendiri di rumah tangga. Selalu ada pemberitaan istri mengalami KDRT selama masa pandemi ini karena suami sudah tidak dapat mengontrol emosi.

Saya teringat pepatah, jangan membangunkan macan tidur. Bisa jadi satu kejadian bisa membuat si macan (dalam konteks ini suami) bisa meluapkan emosinya dan siap menerkam siapa saja. Contoh suami pusing karena baru di PHK tiba-tiba istri datang dengan ngomel-ngomel tidak jelas. Pertengkaran skala besar bisa menimbulkan KDRT yang umumnya si istri yang menjadi korban.

4. Faktor Dunia Maya

Minimnya aktivitas selama pandemi membuat orang sibuk menghabiskan waktu dengan bersosial media. Ini pun bisa menjadi penyebab terjadinya faktor perselingkuhan. Suami sibuk mencari kenalan atau merayu cewek lain di instagram atau facebook, si istri yang berkeluh kesah di sosial media dan banyak mendapat respon dari lawan jenis. Kondisi ini akhirnya memancing keinginan untuk berselingkuh.

Contoh sederhana dari aktivitas kecil namun berpeluang memunculkan aksi perselingkuhan.

Si suami sibuk melihat postingan para cewek cantik dan berpikir, wuah cewek ini cantik dan pintar berdandan. Beda kaya istri saya. Alhasil si suami mencoba berkenalan dengan si cewek yang ada di postingan. 

Contoh lain bisa terjadi ketika si istri berkeluh kesah melalui status sosial media hanya untuk menarik perhatian orang lain yang ada di pertemanan. Satu persatu orang memberikan perhatian serta memberikan support. Tidak heran banyak kasus terjadi dari teman Curhat menjadi rasa suka dan berujung pada perselingkuhan.

Tidak salah bahwa penggalan lagu Nidji diatas menjadi cermin kehidupan terhadap para pasangan yang berniat mengajukan perceraian. Saya teringat ketika pasangan saat melakukan ikatan suci selalu mengucapkan janji pernikahan. Intinya lebih menekankan pada kesetian dan siap menerima pasangan baik suka dan duka. Namun nyatanya pandemi seakan menjadi cobaan terhadap janji suci yang diikrarkan.

Ada kondisi dimana seorang suami menjadi korban PHK atau dirumahkan sehingga tidak ada pemasukan rutin seperti sedia kala. Tentu saja ini membuat perekonomian keluarga ikut terguncang. Ada keluarga yang harus melakukan super irit bahkan untuk makan saja yang dulu terbiasa makan daging kini dialihkan tahu tempe.

Ketika salah satu pasangan merasa tidak siap dalam kondisi seperti ini maka muncul masalah baru seperti konflik suami-istri, tekanan psikis, hingga upaya beralih ke orang lain yang dirasa lebih nyaman. Jangan kaget ketika sudah muncul konflik membuat salah satu pasangan memiliki pikiran untuk bercerai.

Keprihatinan saya justru mengarah pada pasangan yang memilih untuk bercerai karena faktor ekonomi padahal dulu saat sebelum menikah seakan memiliki impian agar usia pernikahan hingga kakek-nenek dan siap menerima kekurangan pasangan namun ketika muncul cobaan seperti ini segala keraguan hilang seketika.

Saya cukup salut bagi pasangan yang bisa melalui cobaan ini secara bersama-sama dan menjadikan kondisi seperti ini untuk menguatkan cinta mereka karena ketika suami sedang terpuruk justru istrilah yang menjadi sosok penyemangat untuk bisa bangkit. Selain itu juga kondisi seperti ini mengajarkan arti kesetiaan baik setia terhadap janji nikah dulu hingga setia untuk tetap bersama di segala kondisi.

Jangan sampai penggalan lirik Nidji menjadi sindiran kepada pasangan, "kemana janji manismu dulu yang pernah bermimpi mencintaku sampai mati namun ketika pandemi datang, engkau malah pergi dan meninggalkanku terpuruk seorang diri"

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun