Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jeritan Hati Penjual Gorengan Melayani Konsumen

24 Juli 2020   10:53 Diperbarui: 24 Juli 2020   11:17 691
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penjual Gorengan yang sedang Menjajakan Jualan. Sumber Tribunnews.com

Aturan seperti ini terasa memberatkan dan tidak praktis khususnya bagi para pedagang kecil seperti penjual gorengan. Memasak dengan menggunakan masker atau face shield pasti tidaklah nyaman. Kita yang pakai untuk rutinitas sehari-hari saya terasa susah bernafas dan pengap. Apalagi penjual diharuskan menggunakan hal tersebut saat memasak yang udara kompor dan lokasi usaha panas.

Menjaga jarak pembeli juga sangat susah diterapkan. Saya teringat saat tinggal di daerah Sawojajar, Malang. Ada penjual gorengan yang terkenal dan tempat usahanya menggunakan tipe lapak. Gorengan ini selalu buka mulai jam 3 sore. Ketika baru buka, pembeli sudah rela mengantri menunggu gorengan matang. Hal ini ketika ada satu gorengan matang misalkan pisang goreng. Pembeli akan langsung saling berebutan mengambil pisang goreng yang baru matang.

Lain cerita dengan penjual gorengan gerobak yang biasa di tepi jalan. Pembeli biasanya akan berdempet-dempetan apalagi ketika gorengan yang diincar akan habis. Segala upaya dilakukan dengan meminta penjual melayani dirinya terlebih dahulu, menyerobot antrian dan sebagainya. Ada larangan untuk menjaga jarak sudah pasti sangat susah di aplikasikan.

#3 Penjual cenderung cuek terhadap higienitas makanan. 

Pernah melihat penjual yang mengolah gorengan dengan tangan secara langsung? Saya sebenarnya tipe masa bodoh yang penting gorengan enak. Bahkan ada anekdot atau candaan bahwa gorengan jika diolah dengan tangan, gorengan terasa lebih nikmat karena bercampur daki yang ada di tangan. 

Saya bayangkan ketidaknyamanan penjual jika harus menggunakan sarung tangan dan setiap beberapa menit membasuh tangan dengan air serta hand sanitizer. Adonan menempel di sarung tangan dan pasti membuat dirinya kesusahan dalam mengaduk adonan.

Masa pandemi ini juga ikut memberikan dampak bagi penjual gorengan. Saya belakangan ini sering melihat penjual gorengan yang kesulitan menjual gorengannya. Terlihat saat jam 6 sore, gorengan masih banyak yang belum terjual padahal biasanya pada jam tersebut gorengan sudah ludes terjual.

Saya beranggapan bahwa banyak pembeli yang memiliki pemikiran yang sama dengan saya dan mengurangi intensitas membeli gorengan. Selain itu lesunya perekonomian membuat pembeli berpikir dua kali untuk membeli sesuatu.

Kondisi ini seakan membuat penjual gorengan menjerit. Bagi penjual gorengan keliling, banyaknya larangan masuk bagi orang luar ke dalam sebuah perkampungan atau perumahan membuat penjualan mereka menurun. Padahal daerah padat penduduk yang banyak berkumpulnya warga dan anak-anak adalah tempat favourite bagi para penjual gorengan keliling. Mau tidak mau mereka hanya mengandalkan pembeli yang ditemui selama perjalanan.

Bagi penjual gorengan gerobak atau lapak. Penjual kini mulai menghitung kembali biaya pengeluaran dan pemasukan yang didapat selama Pandemi. Berkaca pada gorengan yang di dekat tempat tinggal yang saat jam 6 sore masih banyak yang belum laku. Artinya pemasukan mereka jauh merosot tajam. Padahal kita tahu, gorengan yang tidak laku tidak bisa dijual keesokan harinya.

Gorengan yang tidak laku otomatis dikonsumsi sendiri, dibuang atau dibagikan kepada orang lain. Padahal pengeluaran penjualan gorengan cukup besar yaitu membeli bahan baku, minyak goreng, tepung hingga kebutuhan pendukung lainnya. Sangat disayangkan jika pemasukan yang diterima tidak menutupi pengeluaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun