Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Waspada, Pemberian Nama Unik Bisa Menghilangkan Identitas Kultural

23 Juli 2020   10:39 Diperbarui: 23 Juli 2020   11:49 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang Bayi Kecil Bersama Orang Tua. Sumber Mypurohith.com

Nama adalah Doa dan Harapan

Setiap orang tua ketika memiliki anak pasti menginginkan yang terbaik bagi anaknya termasuk pemberian nama. Adakalanya orang tua menyematkan nama sebagai bentuk doa dan harapan untuk anaknya kelak. 

Contoh sederhana nama Fajar, orang tua menginginkan anaknya seperti matahari yang menjadi penerang bagi banyak orang; Mawar, anak diharapkan dapat tumbuh secantik dan seharum bunga Mawar; Satria, diharapkan kelak dapat menjadi pemimpin yang berjiwa ksatria; Dermawan, diharapkan saat dewasa nanti bisa menjadi orang yang senang membantu dan peduli terhadap kesusahan orang lain.

Orang tua jaman dahulu berusaha mencarikan sebuah nama yang memiliki makna mendalam untuk anaknya. Seperti nama saya Indra Mahardika yang terdapat 2 suku kata yaitu Indra dan Mahardika. Indra adalah nama pemimpin para Dewa dalam ajaran Hindu. Kebetulan ibu saya berasal dari Bali dan dibesarkan dalam keluarga Hindu. Mahardika berasal dari bahasa Jawa yang berarti bijaksana, berbudi luhur dan berilmu. 

Otomatis orang tua berharap kelak saya bisa jadi pemimpin yang bijaksana dan berilmu. Saya paham agak berat memang dan sampai saat inipun saya belum bisa menjadi sosok seperti itu tapi saya selalu berusaha mewujudkan harapan orang tua melalui nama saya.

Nama juga menjadi identitas kultural. Ada orang tua yang memberikan nama dengan pertimbangan kultural yang melekat didalam dirinya atau berkembang disekitarnya. Pada jaman dulu, orang tua cenderung memberikan nama yang hanya terdiri dari 1 kata seperti Sutrisna, Paijo, Menik, Sutiyem, Sulis tanpa ada embel-embel nama belakang. Ini karena kultur orang dulu tidak ingin ribet sehingga panggilan terkesan praktis.

Di sisi lain ada juga kultural adat dan budaya yang jadi pertimbangan dalam pemberian nama pada anak. Pada Suku Jawa, akan mudah dijumpai nama dengan awalan Su ataupun berakhiran O. 

Misalkan yang berawalan Su seperti Suparman, Sukinah, Sutejo, ataupun Sukiman. Sedangkan yang berakhir O seperti Paijo, Purnomo, Satrio, Purwanto, Susilo dan sebagainya. Bila kita ke daerah Jawa Barat dengan mayoritas Suku Sunda maka akan mudah menemukan nama seperti Asep, Ujang, Tatang, Jajang, Iis, Euis, ataupu Yayat.

Di luar negeri pun ada nama-nama khas seperti Lee, Kim, Dae ataupun Joo yang akan membuat pikiran kita tertuju pada nama orang dari Korea. Kemudian ada Kapoor, Khan, Kumar, Singh, Mukerji pasti langsung tahu ini bahwa orang tersebut adalah orang India. Seperti inilah nama mampu menjadi identitas seseorang.

Disekitar kita pun nama mampu menjelaskan daerah asal dari si pemilik. Misalkan ada kenalan cewek bernama Euis, otak akan langsung tertuju bahwa dirinya berasal dari Sunda bukan dari Bali ataupun Sumatera Utara. Ini karena Bali ataupun Suku Batak hampir tidak pernah memberikan nama dengan huruf hidup berdampingan pada huruf depan seperti Suku Sunda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun