Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Waspada, Pemberian Nama Unik Bisa Menghilangkan Identitas Kultural

23 Juli 2020   10:39 Diperbarui: 23 Juli 2020   11:49 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Secara benang merah, pemberian nama anak sangat erat berkaitan dengan identitas kultural. Artinya nama yang saat ini mudah dijumpai di daerah kita mungkin akan terasa asing di daerah lain bagitupun sebaliknya. Nama Tahitoe akan familiar di daerah Maluku namun akan terasa asing di Aceh begitupun nama Cut yang umum di Aceh namun tidak akan ditemukan pada mereka yang berasal dari Bali

Saat saya penempatan kerja di Bogor bahkan ada 5 orang yang bernama Asep dan 4 orang bernama Ujang di kantor. Terlalu banyaknya nama tersebut, kami memberikan nama tambahan seperti Asep Tinggi, Asep Kumis, Ujang Cibinong, Ujang Gunung Putri hanya untuk menjadi pembeda. Ini karena nama mereka hanya terdiri dari 1 suku kata seperti kebiasaan orang tua dulu.

Identitas kultural lainnya juga terlihat dengan adanya penyematan marga di beberapa daerah di Indonesia. Misalkan pada Suku Batak akan dijumpai nama marga seperti Sirait, Tobing, Siagian, Sidabutar, Simorangkir, Lubis, Gultom, Silitonga, Purba dan masih banyak lainnya. Mereka yang berasal dari Maluku juga  menyematkan nama marga atau fam di belakang nama mereka seperti Talahatu, Tuasella, Sahanaya , Hehanusa, Tahitoe, Malaihollo, Tahalea dan masih banyak lainnya.

Selain marga, terdapat juga pemberian nama gelar yang ikut disematkan pada anak untuk menunjukkan identitas sosial mereka yang diperoleh secara turun temurun misalkan Raden pada Suku Jawa, I Gusti pada Suku Bali, Lalu pada Suku Sasak, Tengku pada Suku Aceh, Tubagus pada masyarakat di Banten ataupun Andin pada Suku Banjar. Tidak heran ketika berjumpa dengan seseorang dengan nama gelar seperti ini akan langsung diketahui asal daerah dengan status sosialnya..

Kini orang tua milenial justru mulai perlahan menggeser nama sebagai identitas kultura yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia. Tren nama kebarat-baratan hingga bernuansa Arab sangat populer saat ini. Saya sering menemukan generasi Z (yang lahir periode 1995-2010) hingga generasi Alpha (periode 2011 keatas) memiliki nama yang membuat saya geleng-geleng kepala.

Anak kecil usia SD bernama Robert Andrew, saya langsung berpikir pasti orang tuanya ada keturunan bule karena nama tersebut tidak lazim bagi anak Indonesia. Ternyata kedua orang tuanya asli Jawa tanpa ada campuran darah asing. Di pelosok desa pun anak kecil mulai diberikan nama unik seperti Sheila, Dilan, Caliandra, Dominique, Steve atau sekedar Ryu.

Saya melihat ada 2 hal utama mengapa semakin populernya nama baru di generasi Z dan Alpha.

Pertama, faktor sosok inspirasi. Banyak orang tua muda yang mengidolakan sosok seperti artis, public figure, tokoh fiksi, ataupun tokoh ternama dunia. Nama-nama mereka menjadi inspirasi untuk disematkan ketika memiliki anak kelak. Tujuannya bisa agar anak bisa seperti sosok yang diidolakan, bukti kecintaan seorang fans hingga menganggap nama sosok yang diidolakan bagus dan unik. 

Ketika muncul film Dillan 1990 yang sempat booming 2 tahun lalu, saya yakin akan banyak orang tua muda yang memberikan anaknya nama seperti Dilan dan Milea. Artis yang tengah naik daun seperti Prilly Latuconsina, Jessica Mila, Pevita Pearce, Natasha Wilona, Bryan Domani, Aliando Syarief, Stefan William dan Maxime Bouttier tentu memiliki banyak penggemar. 

Para penggemar fanatik bahkan sangat menginginkan nama artis idolanya disematkan ke putra-putri mereka kelak. Tidak heran ketika ada artis yang lagi naik daun akan ada banyak bayi yang diberikan nama mirip dengan artis tersebut.

Kedua, Kreativitas orang tua muda meningkat. Jika orang tua dulu memilih nama anak yang singkat dan sederhana kini kebiasaan tersebut telah berubah seiring perkembangan jaman dan kehidupan sosial. Orang tua millenial kini memiliki daya kreativitas mereka untuk menciptakan nama baru semakin terasah. Bahkan ada orang tua yang ingin nama anaknya tidak ada yang menyamai sehingga mereka rela membuat nama yang terdengar unik dan tidak lazim di masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun