Saya sempat terkejut membaca postingan di Instagram tentang beredarnya iklan promosi yang menyebutkan Kue Klepon Tidak Islami. Adapun isi dari iklan promosi tersebut yaitu,
"Kue Klepon Tidak Islami. Yuk tinggalkan jajanan yang tidak islami dengan cara membeli jajanan islami, aneka kurma yang tersedia di toko syariah kami". Tertulis Abu Ikhwan Aziz yang diduga merupakan pelaku usaha kurma yang membuat iklan tersebut.
Saya bertanya, apakah benar klepon tidak islami? darimana si pembuat iklan berani mengeluarkan pernyataan tersebut. Padahal klepon adalah makanan tradisional yang saya suka sejak kecil.
Ada beberapa pertanyaan yang muncul di kepala saya terkait pernyataan tersebut kenapa si pembuat iklan berani menyatakan Klepon tidak islami.
Apakah ini dipengaruhi Klepon yang didalamnya diisi gula merah? si pembuat iklan mungkin mengganggap klepon ibarat tubuh makhluk hidup. Ketika kita memakan klepon maka sensasi gula merah akan meluber di dalam mulut. Si penulis iklan bisa saja mengklaim gula merah dalam klepon ibarat darah dalam tubuh yang akan keluar jika terluka. Darah memang dinajiskan dalam islam untuk dikonsumsi
Apakah si pembuat iklan memplesetkan bahan utama Klepon yaitu beras ketan menjadi setan? Ini karena ketan dan setan hanya berbeda huruf depannya saja. Jika iya maka si pembuat iklan mengganggap setan adalah makhluk yang harus dijauhi sehingga dengan plesetan kata tersebut dirinya menyatakan klepon pun harus dijauhi.
Apakah karena klepon berwarna hijau cerah? Bagi sebagian muslimah memang menghindari warna cerah khususnya dalam berpakaian karena akan menarik minat lawan jenis. Penggunaan pakaian  tidak bermotif dan gelap lebih dianjurkan. Jika si pembuat iklan menjadikan ini sebagai alasan. Kenapa harus klepon? padahal masih banyak jajan tradisional yang berwarna cerah seperti kue Putu Mayang, kue Cenil, kue Mangkok, dan kue Lapis.Â
Pertanyaan saya ini hanyalah sebatas anekdot semata yang berusaha mencari logika si penulis iklan menyatakan statement. Saya beranggapan bahwa pasti si penulis iklan memiliki alasan sehingga berani mengeluarkan pernyataan seperti itu.
Terlepas itu merupakan strategi pemasaran untuk memperkenalkan usaha kurma dari si pengiklan tapi rasanya kurang etis. Saya ingat selama saya jadi sales maupun marketing ada nilai yang harus dijaga.Â
Sales/marketing yang baik tidak akan menjatuhkan produk/kompetitor lain untuk menarik minat konsumen. Dirinya akan fokus menjelaskan keunggulan dan nilai lebih dari produk/jasa yang ditawarkan.
Andaikata Klepon adalah manusia yang hidup dijaman saat ini pastilah dirinya merasa nama baiknya tercemar dan bisa menjerat si pembuat iklan dengan pencemaran nama baik, perbuatan tidak menyenangkan ataupun persaingan usaha tidak sehat.
Hal menarik iklan Klepon ini bisa menciptakan reaksi kemarahan khususnya para penjual Klepon di Pasuruan. Bagi kompasiana yang pernah bepergian dari arah Malang ke Surabaya atau Probolinggo ke Surabaya pasti akan melewati Sentra Industri Makanan Klepon di daerah Gempol, Pasuruan.Â
Saya beberapa kali jika melewati daerah ini menyempatkan diri membeli Klepon. Kelebihan membeli langsung di Gempol karena Klepon disajikan dalam kondisi hangat sehingga sangat pas sebagai bahan cemilan di perjalanan. Banyak sopir truk, bus ataupun kendaraan pribadi yang sekedar mampir membeli Klepon untuk cemilan selama perjalanan.
Tentu saja iklan viral yang menyatakan Klepon tidak islami bisa menimbulkan reaksi dari para penjual Klepon. Ini karena usaha Klepon sudah menjadi mata pencaharian warga yang tinggal disekitar Gempol dan sudah dijalankan lebih dari 10 tahun.Â
Bahkan sentra industri Klepon di Gempol juga menjadi daya tarik tersendiri karena usaha ini juga upaya memperkenalkan dan menjaga makanan tradisional Klepon ditengah munculnya kuliner baru di masyarakat.
Penjual Klepon pun menganggap bahwa MUI tidak mengeluarkan pernyataan bahwa Klepon tidak islami dan masih mengganggap bahwa Klepon sebagai makanan yang halal. Bahan-bahannya pun mayoritas berasal dari hasil bumi seperti beras ketan, gula merah, garam, dan kelapa.
Berkaca pada usaha sentra Klepon di Gempol, saya melihat pada kotak bungkus Klepon pun sudah dicatumkan produk halal dan ada beberapa pemilik usaha yang mendaftarkan ke BPOM. Ini menunjukkan bahwa produk Klepon layak dikonsumsi dan terbebas dari hal-hal najis.
Saya sangat menyayangkan pembuatan media promosi namun mencantukan pernyataan yang tidak mendasar. Seakan oknum seperti ini tidak pernah belajar dari kejadian serupa dimasa lalu.Â
Banyak orang yang membuat postingan atau berita yang merugikan salah satu pihak sehingga dituntut secara hukum. Bahkan beberapa hari lalu ada postingan permintaan maaf dari seorang pelaku usaha air minum yang menjelekan kualitas produk dengan menyebut sebuah brand ternama. Tujuan agar konsumen berpikir ulang membeli produk yang ada dipasaran dan beralih ke produk yang dijual.
Otomatis somasi hukum pun disampaikan oleh perusahaan air minum tersebut. Permintaan maaf akhirnya terlontar dari pihak yang ada di video. Tidak heran saat ini oknum tertentu seakan mudah membuat pernyataan kontroversi, viral, mendapatkan tuntutan/somasi kemudian berakhir dengan permintaan maaf.
Oknum ini seakan malas belajar dari kesalahan lama. Saya pun sebisa mungkin akan berpikir dulu jika ingin mengeluarkan pendapatan termasuk ketika menulis.Â
Kritikan saya adalah penggunakan istilah tidak islami seakan sensitif di tengah masyarakat kita. Isu SARA sangat mudah menyebabkan konflik. Saya berharap jika si pembuat iklan dapat memberikan klarifikasi terhadap media iklan yang dibuat agar tidak menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.
Ini mengingat banyak pedagang jajanan tradisional yang menggantungkan hidupnya dari Kue Klepon. Jangan sampai karena 1 iklan yang memojokkan usaha mereka dapat mematikan sumber pendapatan mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H