Bagi yang tengah atau pernah menempuh pendidikan kuliah pasti familiar dengan BEM atau Badan Eksekutif Mahasiswa. BEM sendiri merupakan organisasi intra-kampus dan menjadi lembaga eksekutif tertinggi pada kampus/universitas. Umumnya terdapat dua organisasi BEM yaitu BEM Fakultas dan BEM Universitas.
Saya menilai bahwa BEM ibarat roda pemerintahan skala kecil atau bisa disebut miniatur sebuah negara yang menganut sistem demokrasi. Bukan berlebihan tapi kenyataannya sistem BEM mirip dengan negara demokrasi contohnya negara kita.Â
Di Indonesia, lembaga eksekutif tertinggi dikepalai oleh seorang Presiden dibantu Wakil Presiden. Sosok ini dipilih melalui proses Pemilu dengan berbagai tahapan seperti pendaftaran, verifikasi, kampanye, pemungutan suara hingga berujung pada pengesahan dan pelantikan.Â
Dalam menjalankan roda pemerintahan, Presiden membentuk kabinet dengan tugasnya masing-masing. Tidak hanya itu uterdapat Gubernur dan Bupati/Walikota yang siap membantu menjalankan program pusat ke daerah.
Banyak universitas/perguruan tinggi yang menyamatkan Ketua BEM dengan istilah Presiden BEM dan wakilnya sebagai Wakil Presiden BEM. Mereka pun dipilih melalui proses Pemilu dan pemungutan suara. Struktur kepengurusannya pun dinamakan kabinet dan terdapat beberapa pos kementerian yang dibentuk untuk membantu tugas Presiden dan Wapres BEM.
Saya menganalogikan seperti ini, perguruan tinggi ibarat sebuah negara. Presiden BEM Universitas adalah presiden negara layaknya Jokowi saat ini. BEM memiliki beberapa kementerian, tidak jauh berbeda dengan kabinet di Indonesia. Di bawahnya terdapat BEM Fakultas yang jika digambarkan layaknya Gubernur di setiap provinsi di Indonesia.Â
Di bawah BEM Fakultas terhadap Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan/Pogram Studi disetarakan dengan Bupati/Walikota. Paling bawah terdapat Unit Kegiatan Mahasiswa/Lembaga Semi Otonom yang saya ibaratkan sebagai kecamatan/kelurahan. Struktur yang kompleks dan tidak salah jika para mahasiswa menjadikan aktivitas BEM menjadi wadah pembelajaran sebelum mewujudkan mimpinya sebagai pejabat negara.
Bercita-cita menjadi Presiden RI kelak maka cobalah untuk mewujudkan terlebih dahulu menjadi Presiden BEM. Disini kalian akan belajar bagaimana membentuk tim sukses, membuat visi dan misi jika terpilih, berkampanye, melakukan debat terbuka dan menyiapkan mental menghadapi black campaign dan kekalahan saat pemungutan suara.Â
Jangan salah, meski hanya level perguruan tinggi. Persiapan menjadi Presiden dan Wapres BEM pun mengeluarkan banyak uang, waktu, tenaga dan pikiran.
Saya ingat betul saat menjelang Pemilihan Umum Raya (Pemira) di kampus saya, berjejer spanduk dan baliho besar sebagai media promosi kepada rekan mahasiswa.Â
Bahkan ada salah satu kakak senior saya yang mendaftar harus merogoh kocek hingga puluhan juta rupiah. Ini jumlah fantastis tapi rela dikeluarkan karena ambisinya menjadi Presiden BEM pertama dari fakultas saya dan mematahkan tradisi Presiden BEM Universitas selama beberapa tahun terakhir berasal dari salah satu organsisa ekstra kampus. Alhasil pengeluaran hingga puluhan juta pun berakhir sukses.
Terlalu berat menjadi Presiden BEM, kita bisa belajar tata pemerintahan melalui struktur kabinet. Tidak jauh berbeda dengan pemerintahan kita, struktur kabinet di BEM umumnya terdiri dari tim sukses yang dipercaya untuk mengisi pos kementerian tertentu. Berkaca pada pengalaman dulu saat saya tergabung sebagai anggota BEM Universitas dan Fakultas.Â
Ada beberapa pos kementerian yang dibuat seperti Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Pengembangan Sumber Daya Manusia (Kemen-PSDM), dan beberapa pos lainnya. Setiap kabinet bisa memiliki penamaan berbeda karena semua adalah hak prerogatif Presiden dan Wapres BEM terpilih.
Saya ingat dulu pernah menjadi anggota dari Kemenlu BEM Universitas dan Fakultas saat menjadi mahasiswa baru. Jiwa aktivis begitu menggelora saat itu sehingga mendaftar di dua organisasi berbeda dengan pos kementerian yang sama.Â
Saat menjadi anggota Kemenlu BEM Universitas, tugas saya adalah menjadi perwakilan universitas dan BEM saat ada pertemuan dengan BEM kampus lain. Bahkan ada moment pertemuan BEM Seluruh Indonesia (BEM SI), saya ikut mendampingi Presiden BEM.Â
Tidak jauh berbeda saat jadi anggota Kemenlu BEM Fakultas, saya juga bertugas melakukan aktivitas dengan pihak eksternal. Bedanya karena ini lingkup fakultas maka umumnya lebih melakukan koordinasi dengan BEM Fakultas lain.
Saya dan beberapa teman memiliki tujuan sama ingin tahu seperti apa tugas dan kegiatan dalam lembaga eksekutif di tingkat perguruan tinggi. Ini menjadi pembelajaran jika suatu saat dapat bekerja di salah satu kementerian atau bahkan menjadi menteri di suatu kabinet Indonesia kelak. Tidak ada yang mustahil.
Bahkan banyak teman yang saya selama menjadi anggota kabinet di BEM Fakultas maupun Universitas kini sudah berhasil menjadi ASN di salah satu kementerian RI. Ada rasa bangga dan salut bahkan teman saya bercerita pengalaman dirinya selama di BEM Fakultas dan Universitas sangat membantu.
Pada lembaga eksekutif seperti BEM, kita dilatih untuk bisa merancang Program Kerja (Proker) khususnya di pos kementerian yang sejalan dengan visi dan misi kabinet atau Presiden BEM.Â
Untuk menjalankan Proker sekaligus operasional kabinet tentu akan diberikan dana pagu dari universitas. Dana pagu tersebut pun nantinya akan dibagi kembali ke pos kementerian yang ada dengan disesuaikan dengan Proker yang akan dijalankan selama 1 tahun kedepan. Disinilah kita harus pintar mengolah dana Pagu untuk dapat menjalankan Proker yang sudah dirancang.
Ketika kita menjabat sebagai Presiden BEM, ataupun menteri sekalipun. Kita akan terbiasa dengan agenda meeting dengan anggota. Mirip dengan rapat kabinet ataupun rapat kementerian. Membahas progres kerja ataupun isu lain yang perlu diangkat pada meeting.Â
Pola kerja seperti ini sangat mirip dengan pola kerja di pemerintahan sehingga ketika kelak berada pada instansi pemerintahan tidak akan kaget lagi jika sewaktu-waktu diminta untuk diadakan meeting.
Pos kementerian pada kabinet memiliki tugas masing-masing. Saya ambil contoh Kemendagri BEM Universitas akan terbiasa melakukan koordinasi dengan civitas rektorat dan BEM Fakultas. Ini mirip jika kita dipilih menjadi Kemendagri RI, kita akan sering berkoordinasi dengan Gubernur ataupun bupati/walikota di level daerah, melakukan kunjungan ke tiap provinsi serta menyelesaikan isu yang berkembang di dalam negeri.
Pos Kemenlu BEM akan terbiasa menjadi perwakilan BEM Â dan melakukan negosiasi dan lobbying dengan pihak eksternal. Contohnya ada kunjungan dari BEM Universitas lain untuk studi banding maka kita menjadi pihak pertama yang akan melakukan koordinasi dengan pihak BEM tersebut.Â
Kemudian ketika ada salah satu mahasiswa memiliki permasalahan dengan Ormas atau organisasi ekstra kampus dan dikhawatirkan akan mempengaruhi reputasi universitas maka pihak Kemenlu BEM akan melakukan negosiasi dan lobbying yang diharapkan menemukan win-win solution.
Inilah beberapa hal yang saya anggap penting untuk terlibat dalam BEM bagi mereka yang memiliki impian menjadi pejabat pemerintahan kelak. Ada banyak manfaat dan pembelajaran yang bisa diambil selama mengikuti BEM dan tentu saja akan berguna jika kelak memang dipercaya menjadi bagian dari ASN Kementerian atau bahkan pejabat di kementerian tersebut.
Menjadi anggota BEM pun bisa menjadi daya ukur seberapa bisa kita mengelola suatu organisasi dan membentuk tim untuk mewujudkan visi dan misi kabinet. Ketika ada impian menjadi Presiden ataupun Wapres RI kelak, tidak ada salahnya ketika masih kuliah mencoba ikut dalam pemilihan Presiden dan Wapres BEM.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H