Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Tidak Cocok dengan Rekan Kerja, Haruskah Buru-buru Resign?

6 Juli 2020   10:55 Diperbarui: 18 Juli 2020   11:00 2305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Konflik Antar Rekan Kerja di Kantor (Sumber: Qerja.com)

Dunia kerja tidak jauh berbeda dengan kehidupan sosial lainnya yang penuh drama kehidupan di dalamnya baik itu menyangkut tugas kerjaan ataupun rekan kerja. 

Ketika kita direkrut sebagai karyawan mau tidak mau kita harus bisa beradaptasi dengan lingkungan kerja termasuk dengan orang di sekitar tempat kerja kita saat ini. Kita sadar bahwa kita tidak memiliki kemampuan untuk memilih dengan siapa kita bekerja, karena itu semua sudah ditentukan oleh manajemen.

Jangankan dengan rekan kerja, dengan kakak atau adik yang masih satu darah pun masih sering muncul konflik. Saya menilai bahwa konflik antara personal ibarat bumbu kehidupan. 

Konflik kadang bisa merenggangkan hubungan namun disisi lain konflik juga bisa menguatkan suatu hubungan. Contohnya konflik antar kakak-adik yang seringkali ribut karena urusan sepele. 

Ketika salah satu berpisah jauh tiba-tiba muncul kerinduan, kangen nih berantem sama adik, kangen tiap pagi rebutan pergi ke kamar mandi, kangen sama cerewetnya kakak dan sebagainya. 

Konflik bukan sesuatu hal yang bersifat abadi namun cenderung dinamis yang dapat berubah sesuai dengan kondisi.

Seringkali alasan pengunduran diri (resign) seorang karyawan disebabkan karena ketidaknyaman dengan rekan kerja. Setiap orang memang memiliki hak masing-masing untuk menentukan jalan hidup ataupun jalan karirnya. Namun ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan jika sahabat kompasiana resign hanya karena konflik dengan rekan kerja.

Pertama, seberapa yakin di tempat baru nanti tidak akan ada konflik dengan rekan kerja
Seperti yang saya infokan sebelumnya bahwa konflik akan selalu ada di mana pun kita berada. Ini lumrah karena kita adalah makhluk sosial yang akan berinteraksi dengan orang lain yang memiliki beragam karakter dan sifat. Jika tidak ingin ada konflik, sebaiknya tidur saja di rumah dan tidak perlu pergi bekerja.

Kita hanya perlu menanamkan pikiran bahwa konflik itu wajar. Tugas kita menyelesaikan atau setidaknya meredam konflik agar tidak berlarut. 

Pertama kita perlu mengklasifikan konflik tersebut apakah berupa tugas kerja atau urusan personal. Apabila konflik muncul bersifat urusan kerja, contohnya rekan tim tidak bisa diajak kerja sama atau pembagian tugas yang dirasa tidak adil. 

Masalah tersebut masih bisa disiasati dengan berkoordinasi dengan atasan. Diperlukan pihak penengah yang memiliki otoritas lebih tinggi untuk mencari pemecahan masalah ini. 

Bisa saja atasan tidak menyadari bahwa ada masalah di bawahnya yang berkaitan dengan urusan kerja. Harapannya dengan cara ini dapat dilakukan evaluasi dan pembenahan tanpa harus buru-buru mengajukan resign.

Konflik urusan personal misalkan teman terlalu judes, teman terlalu berisik yang mengganggu konsentrasi Anda bekerja, atau teman kerja terlalu kepo dengan urusan pribadi Anda. 

Untuk masalah ini dapat diselesaikan dengan mencoba berkomunikasi 4 mata antara Anda dengan teman Anda atau setidaknya saling mengenal lebih dalam. Bisa jadi teman yang judes itu dikarenakan karakter dirinya yang sudah ada sejak lama. Karakter judes ini tidak hanya ke Anda tapi juga ke orang terdekatnya ataupun ke keluarganya sendiri maka hanya butuh waktu untuk penyesuaian terhadap karakter ini. 

Teman yang berisik cukup diberitahukan dengan baik-baik. Bisa jadi sebenarnya dia tidak tahu bahwa kebiasaannya yang berbicara keras mengganggu teman kerjanya. 

Bagi teman yang kepo terhadap urusan pribadi, cobalah untuk meluangkan waktu sejenak mengobrol intens. Ada kalanya rekan kerja kita banyak tanya tentang personal kita hanya ingin mengenal dekat dengan kita namun di pemikiran kita sudah tertanam rasa tidak nyaman. Adanya waktu khusus untuk saling berbincang secara personal bisa saling memahami dan bisa jadi justru menjadi dekat.

Saya punya pengalaman pribadi saat baru pertama kerja sebagai SPB di salah satu toko seluler. Saya menilai ada 1 senior wanita yang judes minta ampun. 

Sebagai junior baru seringkali saya bertanya kepada senior bila ada sesuatu yang tidak dimengerti termasuk saya juga bertanya pada sosok ini. Setiap saya bertanya responnya selalu membuat saya kesal, seperti "aku gak tahu, tanya sama yang lain saja".

Personal saya kesal dengan rekan kerja seperti ini. Apakah saya langsung tidak nyaman bekerja dan memilih resign? Ternyata tidak, seiring waktu justru saya menyadari bahwa senior saya itu memiliki karakter tertutup untuk orang yang baru dikenal. 

Setelah setahun saya bekerja ternyata saya bisa berteman baik dengan dirinya bahkan seringkali meminta bantuan ke saya jika dirinya mengalami kesusahan. Inilah yang menjadi dasar saya mengatakan bahwa konflik itu dinamis. Saat ini mungkin saya sedang bermasalah dengan orang lain tapi suatu hari justru kita bisa berteman dekat.

Konflik Antar Rekan Kerja di Kantor (Sumber: Qerja.com)
Konflik Antar Rekan Kerja di Kantor (Sumber: Qerja.com)
Ingatlah permusuhan antara Korea Utara dengan Amerika Serikat selama berpuluh-puluh tahun. Siapa yang menyangka Kim Jong Un dan Donald Trump bisa duduk bareng sambil bercengkrama dalam 1 meja. Dua Negara yang tengah berkonflik berkepanjangan namun bisa berdiskusi untuk sebuah perdamaian (sesaat).

Kedua, yang menggaji kita adalah perusahaan bukan rekan kerja kita
Ini penting untuk dipahami bagi setiap pekerja. Kesalahan yang sering muncul ketika rekan kerja seakan mencari permasalahan dengan kita akhirnya kita memutuskan untuk resign. 

Sejatinya bukan dia yang menggaji kita dan statusnya pun juga pasti sesama karyawan terkecuali kita bermasalah dengan atasan atau owner maka resign bisa jadi suatu pilihan.

Perlu sekali-kali kita menanamkan pemikiran cuek dengan mengguatkan istilah, "masa bodo, bukan kamu ini yang gaji saya". Pada kondisi ini, pemikiran ini sangat dibutuhkan karena memang kita maupun rekan kerja yang tengah berkonflik status sama yaitu karyawan.

Selagi kita bisa menunjukan kinerja dan prestasi kepada perusahaan kenapa harus memusingkan diri dengan permasalahan dengan rekan kerja.Ketika kita terlalu baper ketika muncul konflik maka dimanapun kita bekerja, ketika muncul konflik dengan rekan kerja pasti selalu memilih jalan yang sama yaitu resign.

Ketiga, senioritas di kantor justru memperkuat mental kita.
Tidak sedikit kisah rekan kerja senior seakan menzolimi rekan junior. Teman saya pernah bercerita bahwa di kantornya, rekan kerja senior memperlakukan dirinya secara semena-mena seperti urusan fotocopy dokumen selalu diserahkan pada dirinya, tugas kantor dibebankan kepadanya, meeting disuruh presentasi dan sebagainya.

Memang tidak enak jika diperlakukan seperti itu tapi ingat justru ada manfaat yang bisa kita ambil dari kejadian itu daripada langsung memutuskan untuk resign. 

Saat teman saya disuruh menfotocopikan berkas dan memberikannya ke tiap departemen. Dirinya menjadi tahu bahwa dokumen tersebut terbagi menjadi menjadi dokumen biasa, dokumen penting, dokumen rahasia. 

Pembagian ini ternyata berdasarkan topik yang termuat dalam dokumen. Saat pemberian dokumen ke tiap departemen ternyata dia bisa kenal banyak orang di kantor tersebut. Manfaat lain justru muncul dari hal tidak terduga.

Ketika diberikan tugas yang berlebih atau disuruh presentasi justru kita menjadi lebih paham tentang tugas kita. Bisa jadi setelah melewati hal tersebut dalam jangka waktu lama, justru kita lebih memiliki pengalaman dan ilmu yang tinggi dibandingkan senior kita. Ini karena kita terbiasa untuk mengerjakan banyak tugas yang berbeda dan belajar tentang materi yang akan disiapkan saat presentasi.

Ketika kita lebih terampil dan matang dari sisi mental. Peluang dipromosikan jabatan pun terbuka lebar. Bisa jadi saat ini Anda adalah rekan junior namun di tahun depan Anda adalah atasan dari senior tersebut. Jadi ambil setiap hikmah dari sikap senior terhadap kita.

Keempat, masih ada pilihan untuk pindah divisi atau mutasi
Ketika kita memang sudah tidak nyaman dengan rekan kerja namun sayang untuk resign maka pengajuan untuk pindah divisi atau mutasi bisa lebih baik dibandingkan resign. Ini karena mencari pekerjaan baru bukan perkara mudah. 

Peluang tersebut masih besar terjadi selagi kita bisa mengajukan dengan alasan yang tepat kepada manajemen serta tersedianya posisi untuk Anda di divisi/area cabang lainnya. 

Perpindahan divisi atau mutasi kita juga memberikan dampak positif seperti penyegaran bagi diri kita serta memberikan pengalaman baru. Ketika saya harus bekerja berpuluh-puluh tahun di 1 divisi dan kantor yang sama juga pasti memunculkan rasa bosan. Ingin rasanya mencoba suasana baru jadi tidak ada salahnya mengajukan perpindahan divisi atau mutasi ketika ada rekan kerja yang dianggap tidak nyaman.

Itulah beberapa pertimbangan yang bisa dijadikan pegangan bagi sahabat kompasiana yang galau apakah harus resign karena konflik atau ketidaknyaman dengan rekan kerja. 

Ingatlah konflik itu harus dihadapi dan diselesaikan bukan ditutupi karena kemanapun kita bekerja pasti akan ada konflik baru yang tercipta. Jika tidak terbiasa menghadapi dan menyelesaikan konflik dengan rekan kerja maka otomatis kita akan memusingkan diri dengan pengajuan resign dan melamar di tempat baru. 

Semoga bermanfaat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun