Hutang adalah pemutus silahturahmi terkejam. Ungkapan ini begitu kuat di masyarakat Indonesia mengingat banyaknya kasus renggangnya hubungan saudara, pertemanan, bahkan hingga antara orang tua dan anak karena permasalahan hutang-piutang. Bagi saya hutang-piutang adalah cara yang tepat menilai karakter seseorang.
Hutang memang tidak mesti selalu uang dapat juga barang atau hal lainnya namun umumnya masalah hutang-piutang lebih diidentik berupa pinjaman uang. Bukan keputusan mudah bagi seseorang untuk meminjamkan uang kepada orang lain. Ini berarti dirinya mempercayakan sebagian rejekinya untuk digunakan oleh orang lain dengan harapan pinjaman tersebut dapat dikembalikan sesuai yang dijanjikan. Rasa empati dan solidaritas akan diuji disini dimana dengan bersedia memberikan pinjaman berarti orang tersebut peka dan mau berempati terhadap kesusahan orang lain.Â
Sudah pasti tetap ada resiko bahwa pinjaman yang diberikan bisa saja tidak kembali sesuai yang diharapkan. Bagi peminjam, karakter tanggung jawab akan dinilai seberapa besar usahanya untuk melaksanakan tanggung jawab mengembalikan sesuai waktu yang disepakati.
Masalah mulai muncul jika salah satu pihak mencoba mengambil keuntungan pribadi misalkan pemberi hutang menerapkan bunga yang tinggi kepada peminjam atau si penghutang berusaha mengabaikan tanggung jawabnya untuk mengembalikan hutangnya.
Tidak heran muncul banyak kisah tentang si penghutang yang berusaha lari dari tanggung jawabnya.
"Sama teman/keluarga sendiri kok hitung-hitungan sih"
"Kamu kan udah kaya, udah ikhlasin aja hutangnya"
"Bulan depan ya bro, sekarang lagi gak ada uang"
"Kalau ada duit, pasti akan dibayar. Gak usah terus-terusan ditagih"
Ini hanyalah sebagian alasan dan ungkapan yang kerap diucapkan dari si penghutang untuk melalaikan tanggung jawabnya. Bahkan kasus lainnya si penghutang berusaha menghindar seperti memblokir kontak atau sosial media, kabur atau pindah dan bahkan menunjukan reaksi marah saat ditagih.Â