Sayangnya saat ini saya seakan sibuk dengan aktivitas lain sehingga tidak terlalu update dengan perkembangan filateli di Indonesia. Tapi saya pernah dapat informasi jika PT Pos Indonesia pernah mengeluarkan perangko khusus yang diperuntukkan untuk ajang pencarian bakat di salah satu televisi nasional yang populer di tahun 2000-an.
Seiring waktu saat ini jumlah filateli di tanah air seakan menurun. Saya hampir jarang mendengar anak muda generasi milenial membahas tentang kegemaran mengoleksi perangko. Bahkan bisa jadi generasi milenial saat ini justru terasa asing dengan istilah filateli atau bahkan belum pernah mengirim surat atau dokumen melalui layanan PT Pos Indonesia.
Hal ini wajar karena saat ini mulai bermunculan jasa layanan kurir yang membantu masyarakat mengirimkan barang atau dokumen selain PT Pos Indonesia, sebut saja TIKI, JNE, J&T, Fedex ataupun jasa lainnya.
Keberadaan jasa layanan ini semakin membuat masyarakat memiliki banyak alternatif bahkan tersedianya paket pengiriman sehari sampai membuat masyarakat mulai beralih menggunakan jasa layanan ini.
Ironisnya penggunaan jasa layanan kurir ini sudah tidak menggunakan perangko sebagai alat pembayaran pengiriman namun berubah menjadi resi yang dapat dicetak dengan media printer.
Adanya resi ini bahkan dapat memudahkan pelanggan dalam melakukan pengecekan status pengiriman. Sebuah kelebihan yang tidak dimiliki oleh mereka yang masih menggunakan perangko sebagai biaya pengiriman.
Alasan lainnya keberadaan kantor pos lebih sedikit dibandingkan jumlah layanan kurir modern saat ini. Di daerah saya saja hanya tersedia 1 kantor pos berbanding terbalik dengan jasa layanan kurir yang bahkan ada puluhan gerai.Â
Kondisi ini membuat masyarakat mulai enggan mengirimkan barang atau dokumen ke kantkr pos. Mereka memilih mengirimkan paket ke layanan kurir yang lebih mudah ditemui. Bahkan ada layanan jemput paket yang disediakan oleh layanan kurir ini.Â
Wajar jika perubahan ini membuat orang mulai meninggalkan hobinya dalam mengoleksi perangko karena mayoritas pengiriman sudah tidak menggunakan perangko lagi. Jikapun masih ada hanya terbatas. Tapi saya percaya bahwa meski jumlah filateli semakin berkurang namun keberadaan mereka justru masih ada dan seakan lebih eksklusif.
Hobi ini menjadi eksklusif karena jumlah peredaran perangko yang terbatas membuat perangko menjadi barang langka dan dapat menjadi investasi jangka panjang. Harga perangko Penny Black bahkan di komunitas filateli kini dapat menyentuh angka US$ 35.000 atau setara 500 juta rupiah padahal diawal kemunculan harganya tidak lebih dari 1 penny.
Nilai fantastis juga pernah terjadi dalam lelang prangko Edward VII Tyrian Plum yang dicetak di Inggris tahun 1910. Kabarnya perangko ini berhasil dilelang dengan nilai fantastis yaitu US$ 439.000 atau diatas 6,3 milyar rupiah (harga dollar jika Rp. 14.500).