Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama FEATURED

Persiapkan Diri 15 Tahun ke Depan, Pekerjaan Ini Akan Hilang dan Tak Diminati Lagi

15 Juni 2020   16:41 Diperbarui: 29 Desember 2020   09:22 34754
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seiring perkembangan jaman banyak hal baru tercipta dan sebaliknya ada hal lain yang mulai ditinggalkan baik. Alasan beragam mungkin tidak relevan lagi dengan kondisi saat ini atau pola kehidupan masyarakat yang sudah berubah. Kondisi ini juga ikut mempengaruhi sektor pekerjaan yang ada di masyarakat.

Sadar atau tidak saat ini ada beberapa sektor yang dulu begitu banyak yang menggeluti namun kini mulai ditinggalkan dan hilang di tengah masyarakat. Tukang semir sepatu, pengusaha Warung Telepon (Wartel) dan loper koran hanyalah sebagian kecil pekerjaan yang sudah ditinggalkan dan bahkan terkesan hilang dari masyarakat.

Dulu banyak orang yang bekerja sebagai tukang semir sepatu dengan menumpukkan rejeki kepada para pekerja kantor yang membutuhkan jasa mereka untuk membuat sepatu terlihat kinclong dan baru.

Keberadaan mereka hilang tergantikan dengan munculnya produk penyemir praktis hingga munculnya usaha laundry sepatu untuk merawat sepatu para pekerja.

Masih ingatkan kita di tahun 1990an, usaha Wartel begitu mudah ditemukan bahkan seringkali orang harus mengantri untuk menelpon keluarga, teman atau sanak saudara yang berada jauh melalui alat komunikasi telepon yang ditawarkan oleh pengelola Wartel.

Bagi pengguna layanan Wartel pasti familiar dengan istilah roaming, SLI, SLJJ yang begitu membekas pada eranya atau ketika muncul biaya telepon menjadi penanda kapan telepon harus diakhiri sesuai dengan budget yang dimiliki.

Kemunculan telepon seluler menjadi petaka bagi pengusaha Wartel. Layanan yang praktis, adanya fitur lain selain telepon  dan dapat dibawa kemanapun menjadikan masyarakat lebih memilih berkomunikasi dengan telepon seluler dibandingkan Wartel. Sudah dipastikan satu persatu usaha wartel bangkrut dan akhirnya beralih ke usaha lainnya.

Nasib serupa juga dialami oleh para penjual dan pengantar (loper) koran. Saya ingat semasih kecil, setiap Kamis selalu ada loper koran yang mengantarkan majalah Bobo yang dulu populer.

Bahkan saya kenal dekat dengan bapak pengantar majalah itu karena ayah juga sering berlangganan koran harian. Kini banyak pengusaha percetakan yang memilih tidak melanjutkan produksi cetakan koran atau majalan dan beralih ke platform berita online.

Suka atau tidak suka kita harus siap menghadapi kemajuan teknologi dan tantangan perubahan perilaku masyarakat yang berdampak pada perubahan dunia kerja. Ini semakin ditunjang dengan era industri 4.0 dimana pekerjaan mulai beralih dan memanfaatkan teknologi.

Tahun 1990an tidak akan ditemui Ojek yang menggunakan aplikasi online untuk mencari pelanggan atau orang masih sibuk belanja kebutuhan pribadi dengan pergi ke toko kelontong atau supermarket karena tidak mengenal aplikasi belanja. Namun kebiasaan masyarakat ikut berubah mengikuti perkembangan jaman yang didukung hadirnya aplikasi yang memudahkan banyak hal seperti apikasi ojek online, e-commerce, start up dibidang teknologi dan sebagainya.

15 tahun kedepan, perkembangan akan semakin maju dan tentu saja akan muncul lapangan pekerjaan baru yang nantinya menggeser pekerjaan yang saat ini berada pada zona merah karena mulai ditinggalkan. Apa saja pekerjaan itu?

Petugas Pintu Tol
Bukan rahasia umum bila saat ini jumlah petugas pintu tol mengalami penurunan drastis dibanding 5 tahun lalu bahkan berbanding terbalik denagn semakin gencarnya pembangunan jalan tol di Indonesia. Upaya pemerintah mengalihkan sistem pembayaran dari tunai menjadi non tunai menjadi pengaruh besar bagi sektor pekerjaan ini.

Pengguna tol sekarang tidak perlu lagi mengantri lama, menunggu uang kembalian atau ribet menyiapkan uang pas saat menggunakan tol. Semua beralih ke kartu non tunai yang bekerja sama dengan beberapa bank nasional yang lebih praktis dan aman.

Sejak tahun 2018, Jasa Marga selaku pengelola jalan tol di Indonesia mulai mengurangi jumlah petugas tol dan meningkatkan mesin tiket elektornik tol (E-Toll). Tidak heran meskipun jumlah jalan tol bertambah tiap tahun namun jumlah petugas tol justru menyusut.

Tidak heran 15 tahun kedepan, unit pekerjaan ini terancam hilang karena kemajuan teknologi. Yang tersisa hanya petugas perawatan mesin di setiap pos penjagaan tol.

Pengayuh Becak Konvensional

Saat ini jumlah pengayuh becak tidak sebanyak tahun 1990an karena mulai tergerus perubahan perilaku masyarakat. Adanya peningkatan ekonomo serta kebutuhan akan transportasi yang mampu mendukung mobilitas tinggi maka masyarakat lebih memilih membeli motor dan mobil dibanding memanfaatkan jasa pengayuh becak.

Mayoritas para pengayuh becak yang masih berprofesi berusia diatas 30 tahun-an menandakan bahwa para anak muda beralih ke profesi lain yang dianggap lebih menjanjikan. Suka atau tidak kita patut menyadari bahwa berkurangnya minat masyarakat menggunakan jasa pengayuh becak membuat penghasilan tidak sebesar yang diharapkan.

Beberapa tempat berhasil mempertahankan eksistensi pengayuh becak seperti Blitar, Yogyakarta, Solo, Pasuruan, dan beberapa tempat lainnya yang identik dengan pariwisata. Keberhasilan eksitensi ini tidak terlepas dari perhatian pemerintah daerah yang menjadikan becak sebagai daya tarik wisata pendukung.

Kusir Delman

Bernasib hampir sama dengan pengayuh becak yang mulai ditinggalkan oleh para generasi muda sebagai sektor lapangan pekerjaan namun kusir delman sepertinya akan bernasib lebih tragis dibandingkan pengayuh becak.

Banyak daerah yang mulai melarang penggunaan delman sebagai moda transportasi umum karena selain membuat jalanan macet juga kotoran kuda yang berceceran ikut menjadi permasalahan di jalan umum.

Disisi lain menurunnya pendapatan kusir delman tentu menjadi masalah baru dikarenakan biaya perawatan kuda yang tidak sedikit harus dikeluarkan pemilik kuda setiap harinya.

Ini berbeda dengan pengayuh becak yang kini telah beralih menggunakan tenaga mesin motor sehingga muncul istiklah Bentor (Becak Motor) yang peminatnya masih cukup tinggi.

Pesulap

Ilustrasi Atraksi Pesulap. Sumber Tunsa.wordpress.com
Ilustrasi Atraksi Pesulap. Sumber Tunsa.wordpress.com
Deddy Corbuzier, Limbad, Pak Tarno, Harry Houdini dan David Copperfield adalah sebagian pesulap yang dikenal oleh masyarakat Indonesia.

Dulu orang begitu takjub dan penasaran dengan atraksi yang dilakukan oleh para pesulap. Tidak sedikit pesulap yang bahkan memiliki acara sendiri di stasiun TV Nasional. Ini menunjukkan profesi Pesulap sempat memiliki tempat di hati masyarakat.

Atraksi yang mengagumkan dari para pesulap bahkan seringkali memunculkan asumsi keterlibatan makhluk astral untuk menyukseskan atraksi sulap yang bagi sebagian orang mustahil terjadi seperti menghilangkan benda, mendatangkan benda, memasukan benda ke suatu tempat yang tidak lazim, memotong anggota tubuh, menyatukan dua benda dan sebagainya. Padahal itu semua hanya memanfaatkan trick yang dihasilkan dari latihan yang panjang.

Kini keberadaan situs online seperti sosial media youtube dan acara televisi mulai membocorkan trick tersebut dan membuat antusias masyarakat menurun dratis terhadap profesi pesulap.

Alhasil dulu pesulap begitu sering menghiasi lacar kaca atau setidaknya di acara tertentu seperti ulang tahun kini mulai jarang dilirik kembali.

Keberadaan mereka akhirnya tenggelam karena faktor akses informasi yang begitu cepat menyebar melalui pemberitaan dan sosial media. Banyak orang yang membongkar trick sulap perlahan membunuh profesi ini.

Pemain Sirkus

Pernahkah sahabat kompasiana melihat atraksi sirkus? Saya hanya sekali ketika kelas 5 SD melihat atraksi sirkus karena kebetulan di daerah saya disinggahi oleh pemain sirkus.

Saya ingat betul saya bisa tertawa terpingkal-pingkal karena atraksi konyol para pemain sirkus dan terbuat kagum melihat hewan begitu nurut dan pintar melakukan instruksi dari pawangnya. Hingga saat ini saya belum pernah melihat atraksi sirkus keliling lagi.

15 Tahun kedepan, profesi ini akan mengalami banyak tantangan seperti makin meningkatnya seruan perlindungan hewan, tingginya biaya sewa lahan untuk atraksi, minat masyarakat beralih ke gadget dan teknologi. Atraksi sirkus memang masih ditampilkan dalam event atau acara tertentu tapi jarang dalam tempo jangka panjang.

Mereka memilih berpindah tempat atraksi karena sifat manusia yang mudah bosan jika disuguhkan oleh hal yang sama sehingga untuk bertahan perlu lingkungan baru atau atraksi baru yang membuat masyarakat tetap penasaran.

Pustakawan

Ketika muncul pertanyaan, dalam sebulan terakhir berapa banyak sahabat kompasiana pergi ke perpustakaan sekolah, kampus atau perpustakaan daerah? Jika jawaban tidak pernah maka ini adalaha jawaban mengapa 15 tahun kedepan profesi ini mulai ditinggalkan. 

Kemudahaan teknologi untuk mendapatkan buku bacaan hanya melalui internet menjadi penyebab utama masyarakat enggan untuk ke perpustakaan.

Tidak heran stigma perpustakaan sebagai hanya menyimpan tempat bacaan buku kuno semakin kuat dibenak masyarakat.

Di sisi lain sebenarnya ada upaya pemerintah atau instansi tertentu yang ikut memanfaatkan kemajuan teknologi untuk menarik minat masyarakat untuk datang ke perpustakaan.

Tapi tetap saja memanfaatkan teknologi berarti ikut mengalihkan Sumber Daya Manusia dari konvensional ke arah teknologi sehingga profesi pustakawan konvensial ikut tergerus dari sisi peminat.

Ironisnya tidak banyak universitas yang membuka jurusan perpustakaan di Indonesia karena minimnya peminat. Ada beberapa universitas yang memiliki perhatian terhadap keilmuan ini seperti Universitas Indonesia, Universitas Padjajaran, Universitas Pendidikan Indonesia, Universitas Yarsi, Universitas Diponegoro dan beberapa lainnya.

Counter Pulsa

Masih terbayang dulu saat masih kuliah setiap beli pulsa pasti belinya di counter pulsa terdekat atau ke teman yang punya usaha jual pulsa.

Kini saya nyaris tidak pernah beli pulsa di counter karena memilih membeli via aplikasi atau mobile banking lebih praktis dan harganya justru di beberapa aplikasi online menjual lebih murah dibandingkan counter pulsa konvensional.

Saat ini bahkan sudah jarang mendengar ucapan dari teman atau kerabat, "Kalau butuh pulsa, beli di saya aja ya". Teringat betul banyak teman yang kesal karena banyak beli pulsa sistem hutang tapi tidak dibayar.

Saat ini kemajuan jaman memang memudahkan hal tersebut jadi bersiapkan 15 tahun kedepan akan mulai susah menemukan counter penjual pulsa.

Itulah beberapa pekerjaan yang eksistensinya rawan bila melihat kemajuan teknologi dan perubahan perilaku masyarakat. Apabila pembaca kompasiana merasa ada pekerjaan lain yang juga akan hilang 15 tahun kedepan dapat disharingkan di kolom komentar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun