Cara ini saya pandang lebih bijak karena petani lebih bersemangat untuk memaksimalkan pertanian dengan modal yang diterima tanpa dibayangi persyaratan yang tinggi dan bunga yang mencekik. Kewajiban membayar tanggungan akan difokuskan setelah masa panen karena sudah terikat kontrak perjanjian kedua pihak. Apabila pemerintah melakukan hal ini setidaknya tantangan modal dapat teratasi.
Terobosan lainnya, ketika Thailand menfokuskan diri pada sistem pengairan sehingga masa panen dapat terjadi 4-5 kali dalam setahun berbeda dengan Indonesia yang hanya 1-2 kali dalam setahun. Tanpa dipungkiri memang Thailand diberkahi dengan sumber air yang melimpah dan merata seperti aliran sungai yang tersebar merata.Â
Di Indonesia ancaman musim paceklik atau kemarau panjang memang momok menakutkan bagi pengembangan pertanian di Indonesia namun bila berkaca pada sistem pengairan di Thailand yang juga memanfaatkan kubangan sebagai media penampungan air dan irigasi maka Indonesia juga dapat membangun Embung Air Desa.
Tujuannya adalah ketika air melimpah di musim penghujan, air tersebut tidak langsung menghilang terserap oleh tanah melainkan ditampung dalam embung tersebut.Â
Apabila setiap desa memiliki embung masing-masing, niscaya meski disaat musim kemarau sekalipun. Kebutuhan air untuk irigasi tetap terjaga. Dampak positif dikemudian hari, dapat saja petani melakukan masa panen lebih dari 2 kali selama setahun sehingga produktivitas pertanian meningkat.
Pembangunan infrastruktur lainnya adalah pencetusan lahan produsen penunjang sektor pertanian yang tidak jauh dari lahan pertanian. Saya anggap ini menjadi penting dengan melihat realitas yang ada. Misalkan daerah Indramayu (Jawa Barat), Subang (Jawa Barat), Banyumas (Jawa Tengah), Jember (Jawa Timur), Tabanan (Bali), ataupun Kabupaten Sidrap (Sulawesi Selatan) yang menjadi daerah lumbung padi namun kenyataannya produsen penunjang sektor pertanian terletak jauh dari wilayah ini.Â
Padahal untuk memajukan pertanian membutuhan peran stakeholders seperti produsen bibit tanaman, produsen alat pertanian modern (traktor, pompa irigasi), produsen pupuk, ataupun produsen pengolahan hasil pertanian yang jaraknya terjangkau. Ini karena semakin dekat dengan lahan pertanian maka cost pertanian akan lebih murah dan petani dapat menjangkau tersebut.Â
Harapannya adalah pemerintah setidaknya dapat menawarkan kepada stakeholders pertanian untuk ikut bersama membangun pertanian Indonesia dengan bekerjasama membangun usaha tidak jauh dari lahan pertanian.Â
Ketika petani membutuhkan bibit unggul atau ketersedian pupuk yang cukup dan ternyata di daerahnya terdapat pabrik/produsen yang mampu memenuhi hal tersebut tentu akan berdampak positif kedepannya.
Pembangunan pasar hasil bumi daerah dan exhibition diantara 100 hektar lahan pertanian dapat menjadi infrastruktur lain yang dapat diterapkan. Artinya ketika terdapat lahan pertanian seluas 100 hektar di suatu daerah maka perlu dibangun pasar hasil bumi maupun exhibition dengan tujuan untuk membantu petani menjual hasil pertanian pasca panen serta terdapat kegiatan promosi yang menghubungkan antara petani maupun sektor swasta yang membutuhkan hasil pertanian langsung melalui kegiatan pameran hasil bumi. Ini tentu akan membantu jaringan pemasaran petani sehingga memperkuat finansial petani.