Mohon tunggu...
H.I.M
H.I.M Mohon Tunggu... Administrasi - Loveable

Hanya orang biasa yang memiliki 1 hati untuk merasakan ketulusan, 1 otak untuk berpikir bijak dan 1 niat ingin bermanfaat bagi orang lain | Headliners 2021 | Best in Specific Interest 2021 Nominee

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pelaku Audrey Berharap Lepas dari Sanksi Hukum? Sanksi Sosial Justru Terasa Lebih Berat

10 April 2019   22:39 Diperbarui: 11 April 2019   11:05 1085
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kemunculan Tagar JusticeForAudrey di Sosmed. Sumber Sorongjaya.Co

Kasus yang menimpa Audrey, pelajar SMP di Pontianak yang dianiaya oleh 12 pelajar SMA telah menyita perhatian masyarakat Indonesia maupun internasional. Terbukti hashtag JusticeForAudrey maupun SafeAudrey menjadi trending topik di berbagai linimasa sosial media seperti twitter dan instagram. Tidak hanya itu sosok Hotman Paris selaku pengacara ternama di tanah air juga ikut memberikan perhatian terhadap kasus ini. 

Apa yang membuat kasus ini begitu menyita perhatian masyarakat luas. Setidaknya saya melihat ada beberapa faktor penyebab hal tersebut.

1. Viral Melalui Sosial Media.

Seperti yang sudah saya jelaskan diawal, sosial media memiliki peran penting membangun perhatian masyarakat pada kasus ini. Berawal dari thread Twitter lewat akun @syarifahmelinda tentang penganiayaan seorang siswi SMP oleh 12 orang pelajar SMA di Pontianak, Kalimantan Barat. Pemberitaan ternyata kian tersebar melalui Sosial Media khususnya di twitter, instagram maupun facebook yang melahirkan #JusticeForAudrey dan #SafeAudrey. 

Kemunculan #JusticeForAudrey bahkan sempat menjadi trending topic di twitter. Tidak hanya itu akun Lambe Turah yang memiliki follower 6 jutaan juga memiliki peran besar karena ikut memposting berita tersebut. Peran sosial media inilah yang kemudian membuat masyarakat semakin penasaran terhadap kasus ini. Tidak lebih dari 2 hari, masyarakat mulai menuliskan tanggapan mereka terhadap kasus Audrey terlihat dengan munculnya berbagai postingan netijen terkait kasus Audrey.

2. Kenakalan Remaja Kian Mencoreng Citra Pendidikan

Status korban maupun pelaku yang masih duduk dibangku sekolah membuat citra pendidikan Indonesia kian tercoreng. Meskipun kejadian tidak terjadi di lingkup sekolah tetap saja memunculkan dilema serta mencoreng citra pendidikan itu sendiri. Selama 2 tahun belakang ini, masyarakat seakan disuguhi pemberitaan terkait kenakalan remaja seperti tawuran antar pelajar, siswa menantang guru, penganiayaan adik kelas hingga penganiayaan antar teman. Tidak heran jika muncul pandangan  bahwa remaja jaman sekarang seakan tidak mengaplikasikan nilai-nilai dan norma-norma yang diajarkan saat sekolah.

Saya ingat saat masih duduk di bangku sekolah saya menerima mata pelajaran Budi Pekerti dan Agama. Kedua mata pelajaran ini sudah sangat jelas berusaha menanamkan akhlak mulia serta berperilaku sepantasnya dalam bermasyarakat. Disitu diajarkan bagaimana kita menghormati orang tua, menghormat sesama hingga melindungi mereka yang lemah.

Tentu munculnya kasus ini menjadi PR tersendiri bagi lembaga pendidikan agar dapat mengantisipasi kenakalan remaja yang justru kian meningkat seiring perkembangan jaman. Dahulu ketika guru memarahi siswa karena kenakalan yang dilakukan, siswa dengan berbesar hati menerima hukuman seperti berdiri dengan satu kaki, dijemur di lapangan terbuka, push up atau setidaknya kuping akan dijewer oleh guru. Kini jangankan kuping dijewer, mendapat peringatan saja siswa justru melawan atau melapor kepada orang tua.

3. Gender Kian Bias

Ilustrasi Pertikaian Antar Remaja Wanita. Sumber Blog Eke
Ilustrasi Pertikaian Antar Remaja Wanita. Sumber Blog Eke
Dulu laki-laki dianggap sebagai sosok superior dan memiliki tingkat emosional yang lebih labil. Tidak heran kenakalan remaja lebih banyak dilakukan oleh anak laki-laki. Kini perempuan yang dianggap sosok yang feminim justru dalam beberapa kasus memunculkan sisi maskulinitasnya. Gender  mulai terasa bias karena umumnya perempuan akan menggunakan perasaan dalam setiap tindakannya namun pada kasus Audrey, beberapa remaja wanita melakukan penganiayaan yang terbilang sadis kepada anak yang berusia lebih muda dengan aksi menjambak, menendang, membenturkan ke jalan bebatuan hingga penganiayaan fisik lainnya (kronologis detail baca disini). 

Hal yang memprihatinkan bahwa diberitakan jika salah satu pelaku melakukan tindakan tidak terpuji dengan melukai bagian vital Audrey agar terluka, mohon maaf dengan tujuan agar selaput dara robek layaknya seorang yang sudah tidak perawan. Ketika saya membaca pemberitaan ini, jujur ada rasa marah dan umpatan emosi yang terlontar. Niat salah satu pelaku justru tidak hanya melukai secara fisik namun juga psikologis anak tersebut.

4. Motif Sepele

Berdasarkan informasi yang didapat, motif penganiayaan ini dilandasi saling sindir dan asmara melalui sosial media. Hal yang mengejutkan adalah Audrey ternyata hanya pelampiasan kekesalan para pelaku karena sasaran sebenarnya justru ditujukan kepada saudara sepupu korban. 

Perang komentar yang dibumbui oleh kisah asmara di kalangan remaja memang banyak menimbulkan korban. Di sosial media, seseorang seakan meluapkan apa yang ada dipikiran dengan sebebasnya dan mengesampingkan upaya filterisasi atau menyaring apakah tindakan/ucapannya dapat melukai perasaan orang lain. Ini yang membuat masyarakat kian miris ketika mengetahui motif dari kasus ini.

Semakin viralnya kejadian ini telah menciptakan polemik di masyarakat. Ada yang mengganggap ini hanya sebatas kenakalan remaja namun tidak sedikit yang merasa kejadian ini perlu ditindak secara hukum untuk menciptakan efek jera. Netijen yang bersimpati pada Audrey bahkan menciptakan petisi untuk menegakkan hukum. Disisi lain, Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Kalimantan Barat mengupayakan agar kasus ini diselesaikan secara damai dan kekeluargaan mengingat korban maupun pelaku masih berstatus pelajar. Pertimbangan usia yang masih dibawah umur serta faktor psikis bagi korban maupun pelaku kedepannya menjadi pertimbangan KPPAD Kalimantan Barat agar mengutamakan ranah kekeluargaan dibandingkan hukum (Kemunculan petisi dukungan)

Terlepas akan diterapkan sanksi hukum ataupun tidak, saya melihat bahwa para oknum pelaku utama yang difokuskan 3 dari 12 orang telah menerima sanksi sosial yang justru lebih berat. Pertama, foto ketiga remaja yang diduga sebagai pelaku telah tersebar luas di sosial media. Penyebaran ini tidak hanya menampilkan wajah remaja yang diduga sang pelaku namun juga identitas mereka. Hal yang membuat masyarakat semakin geram adalah kemunculan video singkat hingga status dari salah satu remaja ketika tengah diperiksa oleh aparat penegak hukum justru tidak mencerminkan penyesalan. 

Sikap ketiga remaja ini justru semakin meningkatkan dukungan kepada Audrey serta ikut mengawal penegakan kasus ini. Saya melihat begitu banyak kecaman yang dilontarkan oleh masyarakat yang dituangkan dalam akun sosial media yang memposting pemberitaan kasus ini. Terlihat berbagai umpatan hingga sumpah serapah terlontar yang menandakan bahwa masyarakat menunjukkan ketidaksukaan mereka pada aksi para remaja ini.

Sanksi sosial justru berdampak lebih panjang dibanding sanksi hukum. Anggap bahwa jika kasus ini dibawa ke ranah hukum kemungkinan hukuman yang diterima oleh para pelaku jika terbukti bersalah akan dibawah 3 tahun. Namun sanksi sosial bisa lebih lama dari hukuman tersebut. Tentu saja rekam digital akan tetap ada dan tersimpan dalam jangka waktu panjang. Bisa saja seseorang yang baru mengetahui kejadian ini setelah 10 tahun berlalu tentu memunculkan cibiran baru kepada mereka. Berbeda dengan sanksi hukum dimana setelah melewati hukuman, orang akan mulai melupakan kejadian tersebut dan memanfaatkan karena pelaku sudah menerima hukuman secara sisi hukum.

Ilustrasi Sanksi Sosial.Sumber Merdeka.com
Ilustrasi Sanksi Sosial.Sumber Merdeka.com
Hal yang justru diperhatikan adalah ketika para remaja ini kembali ke tengah masyarakat dan ternyata masih ada sosok individu atau kelompok yang menaruh kebencian dan berniat membalas akan membuat psikis para remaja ini terganggu dan merasa terancam. Rasa ketidakaman dan terancam bisa membuat remaja ini depresi, putus asa, hingga dapat melakukan tindakan yang merugikan dirinya sendiri. Ini karena tidak ada tempat yang aman bagi dirinya diluar sana.

Sanksi sosial sebenarnya lebih tajam dibandingkan pisau karena sanksi yang diberikan masyarakat tidak hanya umpatan, sumpah serapah namun juga berpotensi mengucilkan pelaku dan menjadi gunjingan di tengah kehidupan bermasyarakat. Sanksi ini juga justru kian melebar karena tidak hanya menimpa para pelaku saja namun orang-orang terdekat seperti keluarga.

Keluarga yang awalnya tidak terlibat langsung pada kasus ini mau tidak mau harus menerima getahnya karena pemberitaan serta rasa ingin tahu dari masyarakat. Ada istilah, mata netijen lebih tajam dari mata elang dan ucapan netijen lebih tajam dari pisau. Ayah, ibu, kakak, adik atau orang terdekat dari pelaku secara tidak langsung ikut diperbincangkan pada kasus ini.

Setidaknya ada dua pembelajaran penting dan menarik pada kasus ini. Pertama, rasa simpati masyarakat ternyata dapat terbentuk dengan cepat hanya karena sebuah sosial media. Ini menunjukkan bahwa teknologi telah membentuk jaringan informasi yang luas dan cepat. Oleh karena itu setiap individu perlu kian mendewasakan diri ketika bertindak atau melakukan sesuatu karena ketika terjadi sesuatu yang menyita perhatian publik. Hanya butuh hitungan detik, menit, jam ataupun hari maka seluruh dunia dapat mengetahui tindakan kita. Kedua, lembaga pendidikan memiliki tugas yang lebih berat di era saat ini karena semakin berkembangnya jaman justru membuat etika, perilaku dan cara berpikir generasi muda seakan mengalami degradasi. Terlihat ketika jaman dahulu, usia SMP-SMA masih dihabiskan untuk bermain bersama namun kini seakan sibuk dengan bergadget ria dan dan bergalau ria tentang cinta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun