Bagi pengendara kendaraan bermotor, kena tilang bukanlah sesuatu hal baru. Tidak dipungkiri sebagai manusia biasa, seringkali jika kita melihat razia kendaraan bermotor oleh kepolisian atau Dishub (bagi armada angkutan), hati terasa deg-degan layaknya sedang jatuh cinta serta berusaha menghindar.Â
Umumnya mereka yang menghindar menyadari ada sesuatu yang kurang dan berpotensi untuk dirazia seperti tidak membawa surat-surat kendaraan, tidak menggunakan helm, tidak terdapat ban candangan (bagi armada muatan), lampu tidak menyala, spion tidak ada ataupun alasan lainnya.
Baru-baru ini media sosial dihebohkan dengan adanya video seorang Pria berinisial AS (21) yang mengendarai motor tipe scooter bersama pacarnya tiba-tiba meluapkan emosi dengan merusak kendaran motor merk Scoopy karena tidak terima ditilang. Setelah diselidiki ternyata pasangan ini berjalan melawan arus, tidak menggunakan helm serta tidak dilengkapi surat-surat kendaraan.Â
Berdasarkan beberapa sumber yang saya baca, kronologis kejadian tersebut bermula ketika AS dan pacarnya melewati jalan Soetopo, depan pasar BSD Tangerang sekitar pukul 06.30 WIB dengan cara melawan arus serta tidak menggunakan helm. Ketika polisi berusaha menghentikan AS dan pacarnya serta melakukan pengecekan surat kendaraan baik SIM maupun STNK ternyata AS tidak dapat menunjukkannya.
Alhasil polisi berupaya melakukan tindakan tilang kepada AS namun justru AS merasa tidak terima serta meluapkan emosi dengan mengamuk kepada petugas polisi serta merusak motor yang dikendaraai. Tidak hanya itu akibat aksinya itu, sang pacar yang berusaha menenangi hampir terkena hantaman motor yang dibalikkan oleh sang pacar. Petugas menanggapi aksi sang pria dengan santai bahkan tetap menuliskan surat tilang yang diberikan kepada AS. Setelah diselidiki ternyata motor yang dirusak oleh AS adalah milik sang pacar yang ikut berbonceng dengannya.
Tindakan AS yang merusak kendaraan sebagai bentuk protes ternyata tidak berakhir disini saja. Muncul video lainnya yang menunjukkan dirinya membakar STNK sebagai buntut kekesalan dirinya ditilang pada saat itu. Kedua video yang menujukkan aksi AS menjadi viral dan bahkan banyak media yang meliput tindakannya tersebut. Alih-alih ingin menunjukkan sikap protes kepada petugas justru AS mendapat banyak kecaman dari netijen.Â
Netijen menganggap bahwa AS berada pada posisi yang salah karena tidak mematuhi aturan berlalu lintas namun justru menjadi sosok peluap kemarahan kepada petugas yang menertibkan. Istilah sederhana, dia yang salah tapi dia yang marah.
Apa yang melatarbelakangi tindakan AS tersebut? Mengapa ketika ditilang justru kita lebih mudah terpancing rasa emosi dan menujukkan sikap protes kepada petugas?
Sebagai orang awam, saya melihat sikap AS layaknya pengendara umum yang memilih menghindar ketika ada petugas yang berusaha melakukan penilangan. Saya pun ketika melihat ada kegiatan razia kendaraan, meskipun secara surat dan kelengkapan sudah ada namun jika ada peluang untuk menghindar pastilah saya memilih untuk menghindar. Apalagi jika surat-surat tidak lengkap ataupun ada sesuatu yang tidak memenuhi standar berkendaraan pasti hati ini lebih terasa takut.
Faktor pengalaman hingga pemberitaan tentang oknum petugas yang "nakal" saat bertugas menjadi faktor kuat mengapa secara insting kita akan berusaha menghindari tindakan penilangan.Â
Banyak kejadian ketika oknum petugas yang nakal mencari kesalahan pengendara agar ada upaya menakut-nakuti untuk ditilang. Teman saya pernah bercerita ketika dirinya ditilang karena tutup pentil ban tidak ada. Saya kaget dengan alasan penilangan tersebut padahal surat-surat lengkap dan atribut kendaraan juga memenuhi standar namun dilakukan penilangan dengan alasan yang aneh.Â
Kisah lainnya, ada seseorang yang ditilang hanya karena lampu menyala namun terkesan redup (kasus penilangan konyol lainnya dapat diklik disini). Kejadian ini yang membuat orang seringkali was-was karena sebagai orang awam yang kurang mengerti hukum, seringkali kita bersikap pasrah jika berhadapan dengan oknum petugas yang nakal.
Upaya AS yang tidak menggunakan helm dan melawan arah saat mengendarai motor sebenarnya dapat terjadi karena adanya pandangan "hal ini wajar". Bukan rahasia umum, masyarakat di daerah pinggiran lebih memilih tidak menggunakan helm saat berkendaraan.Â
Alasannya simple, sudah terbiasa tidak menggunakan helm, jalan yang dilalui bukan jalan besar ataupun selama ini aman-aman saja tanpa harus menggunakan helm. Kebiasaan ini yang membuat mereka  mudah meluapkan emosi ketika petugas melakukan penilangan akibat sesuatu yang mereka anggap tidak masalah atau wajar.
Permasalahan lainnya adalah budaya suap-menyuap masih terasa kental di masyarakat. Tidak sedikit kegiatan suap-menyuap menjadi cara tercepat untuk menyelesaikan permasalahan dan memuluskan keinginan seseorang. Ketika seseorang ditilang, mereka akan berupaya agar masalah ini cepat teratasi, kendaraan tidak disita dan tidak perlu mengeluarkan waktu dan tenaga untuk mengikuti proses persidangan. Tidak heran korban penilangan memberikan"pelicin" kepada petugas.
Oknum nakal tentu sangat menyambut baik dan mengharapkan "pelicin" tersebut sebagai pendapatan tambahan. Budaya inilah yang kemudian melahirkan banyak oknum nakal yang berusaha keras mencari uang tambahan dengan cara aksi tilang "gelap atau tidak sesuai SOP". Seringkali kita akan melihat aksi penilangan yang dilakukan satu atau dua oknum petugas dan tidak memenuhi SOP proses razia yang legal oleh instansi terkait.
Ini dapat menjadi alasan mengapa AS melakukan tindakan perusakan kendaraan dengan tujuan aksi tersebut sebagai upaya protes kepada petugas. Kejadian ini bukanlah yang pertama, sobat kompasiana mungkin pernah melihat video seorang kakek yang membakar motornya karena menolak ditilang. Berikut videonya
Kedua aksi ini memiliki motif sama yaitu menolak untuk ditilang serta menyerahkan kendaraan kepada petugas. Bedanya AS melakukan perusakan motor milik pacar dengan merusak body kendaraan serta merusak mesin dengan batu sedangkan si Kakek melakukan pembakaran motornya sendiri.
Sangat disayangkan memang jika rasa kekecewaan harus diluapkan dengan emosi. Disatu sisi bagi si pelaku perusakan, aksi ini dapat mengobati luapan emosi sesaat kepada pihak lain. Rasa kekesalan yang tidak terbendung memang membutakan pikiran seseorang. Disisi lain, tentu aksi ini akan meninggalkan penyesalan mengingat barang yang mereka rusak adalah sesuatu yang berharga dan dibutuhkan.Â
Andai motor si pacar AS masih berstatus kredit tentu ini akan merugikan karena hutang motor belum lunas namun motor sudah rusak dan tidak berguna lagi. Begitupula dengan aksi si Kakek, jika motor yang dirusak ternyata menjadi tumpuan untuk operasional si kakek sehari-hari pasti dengan terbakarnya motor tersebut si kakek menjadi susah untuk melakukan mobilisasi.
Sobat kompasiana apabila pernah melakukan aksi serupa atau juga memiliki ungkapan yang bisa mewakili kejadian diatas dapat menuliskan melalui kolom komentar dibawah. Terimakasih
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H