Masyarakat seakan dikejutkan dengan munculnya surat edaran tertanggal 30 Januari 2019 dengan nomor : 1.30.1/MENPORA/1/2019 tentang Aktivitas Menyanyikan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya Sebelum Pemutaran Film yang ditandatangi oleh Imam Nahrawi selaku Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) RI.
Surat edaran tersebut telah disampaikan kebenarannya oleh Kemenpora sebagai bentuk himbauan agar dapat meningkatkan rasa nasionalisme generasi muda yang bangga serta cinta pada tanah air. Kemunculan surat edaran ini tentu menimbulkan Pro dan Kontra di tengah masyarakat.
Bagi masyarakat Pro mengganggap bahwa ini menjadi terobosan baru mengingat semakin gencarnya kebudayaan dan pengaruh dari negara asing yang dikhawatirkan apat melunturkan jiwa nasionalis para generasi muda. Secara tidak langsung memang film yang diputar di Bioskop tanah air memang banyak menampilkan film karya luar negeri yang seringkali kontras dengan tradisi dan budaya Indonesia.
Bagi masyarakat Kontra, kemunculan surat edaran ini dinilai terlalu berlebihan dikarenakan rasa nasionalis tidak dapat langsung muncul ketika lagu kebangsaan diputar di bioskop. Umumnya para penonton yang ingin datang ke bioskop ingin merasakan suasana yang santai, nyaman dan rasa penasaran terhadap film yang ingin ditonton. Tidak heran dengan adanya himbauan ini akan mengurangi rasa semangat mereka ketika datang ke bioskop.
Sadar akan polemik yang terjadi akibat surat edaran tersebut kini pada 1 Februari 2019, muncul pencabutan surat edaran tersebut oleh Gatot S Dewa Broto, Sekretaris Kemenpora melalui akun twitternya yang menyatakan bahwa himbauan menyanyikan lagu Indonesia Raya di setiap jelang pemutaran film di Bioskop telah dicabut. Ini didasari karena resistensi dan kegaduhan di masyarakat yang sangat tinggi.
Tidak salah jika muncul anggapan bahwa Kemenpora tidak melibatkan para pelaku industri film, pelaku bisnis bioskop, perwakilan generasi muda, atau stakeholders lain yang berkaitan dengan himbauan tersebut. Alhasil ketika surat edaran disampaikan ke publik, muncul polemik di tengah masyarakat tentang seberapa perlu dan urgent-nya himbauan tersebut diterapkan.
Polemik lain muncul ketika masyarakat tengah memperdebatkan tentang plus dan minus himbauan tersebut, tidak berselang lama muncul pemberitahuan bahwa surat edaran tersebut dicabut.Â
Disatu sisi sebenarnya tidak sedikit masyarakat yang mendukung himbauan tersebut dengan mempertimbangkan kondisi sosial generasi muda. Bagaimana mereka justru menyukai tradisi dan budaya asing hanya melalui sebuah tontonan film/drama/video yang diputar melalui berbagai media.
Pencabutan surat himbauan yang juga terkesan mendadak tentu akan memunculkan persepsi negatif masyarakat kepada instansi Kemenpora serta sosok Imam Nahrawi secara khusus. Ini mengingat ada unsur plin plan dan kurang matang dalam menyiapkan sebuah kebijakan atau himbauan.