# Gejolak Kubu Partai Pendukung
Pada Pilpres 2014, Prabowo seakan berada diatas angin di mana mayoritas partai di legislatif mendukung pasangan Prabowo-Hatta seperti Gerindra, PAN, Golkar, PKS, PPP dan Partai Bulan Bintang. Tentu saja posisi Prabowo-Hatta sebagai pimpinan partai serta memiliki pengaruh yang kuat mampu menggerakan partai lain untuk mendukung posisi mereka.
Berbanding terbalik dengan Prabowo-Hatta, pasangan Jokowi-Kalla diusung oleh 4 Parpol seperti PDI Perjuangan, Hanura, Nasdem dan PKB yang secara suara perwakilan di legislatif terpaut jauh dari pasangan lawan. Di sisi lain, pasangan Jokowi-Kalla yang notabane-nya bukan ketua partai (Jusuf Kalla saat itu sudah tidak berstatus ketua Golkar) tentu gerak politik menjadi terbatas.Â
Hal menarik adalah kehadiran Jusuf Kalla sebagai pendamping Jokowi dianggap berhasil memecah suara Golkar yang secara resmi menyatakan dukungan pada Prabowo-Hatta. Masih banyak kader Golkar baik di pusat maupun daerah masih setia dan menyatakan dukungan kepada Jusuf Kalla sehingga menjadi kekuatan tersendiri bagi Jokowi.
Kubu partai pendukung Prabowo-Sandiaga meskipung banyak yang beralih ke kubu lawan namun kubu partai pendukung juga tidak bisa dianggap remeh karena terdapat partai besar seperti Gerindra, PAN, PKS dan Demokrat. Hal menarik adalah Demokrat secara terbuka menyampaikan dukungan bagi Prabowo-Sandiaga dimana pada Pilpres 2014 cenderung bersikap netral. Disisi lain dukungan partai baru seperti Partai Berkarya menjadi penyemangat bagi pasangan ini.
# Strategi Pemenangan
Pada Pilpres 2014, saya melihat pasangan Jokowi-Kalla memberikan porsi yang adil untuk merebut suara secara nasional. Jokowi merupakan kader PDI Perjuangan yang memiliki pengalaman saat Pilkada Solo hingga Pilgub DKI Jakarta dirasa mampu menarik dukungan di kalangan masyarakat Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Nusa Tenggara. Jusuf Kalla sebagai sosok yang disegani mampu membuktikan pengaruhnya di wilayah Indonesia Timur seperti Sulawesi, Maluku dan Papua serta suara di luar negeri. Secara nasional pengaruh Jusuf Kalla juga masih kuat khususnya para kader Golkar di daerah.
Saat ini saya melihat peran Jokowi lebih dominan dibandingkan Ma'ruf dalam menarik massa pendukung. Strategi yang digunakan oleh Paslon 1 ini lebih menitikberatkan Jokowi untuk menggaet masyarakat marjinal atau masyarakat menengah kebawah karena sosok Jokowi yang dinilai dekat dengan wong ndeso. Peran Ma'ruf saya nilai lebih memfokuskan untuk menggaet kaum intelektual serta agamis karena memang background ma'ruf berkaitan dengan hal tersebut. Tidak heran jika Ma'ruf lebih sering melakukan kunjungan ke pondok pesantren, pemuka agama hingga tokoh ormas agama.
Strategi Prabowo-Hatta pada Pilpres 2014 saya menilai lebih menitikberatkan pada penguatan suara partisipan partai pendukung. Sudah rahasia umum jika suara keterwakilan partai pendukung Prabowo-Hatta bila dijumlahkan merupakan suara mayoritas sehingga apabila mereka dapat mempertahankan suara tersebut maka perebutan kursi eksekutif menjadi sesuatu yang mudah.
Pada Pilpres 2019, Prabowo-Sandiaga Uno seakan berusaha menarik generasi milenial untuk memilih mereka pada 17 April 2019 nanti. Ini dikarenakan suara dari generasi milenial sangat besar dan tentu dapat mempengaruhi kalangan lain untuk mau memilih Prabowo-Sandiaga Uno. Tidak hanya, secara fisik sosok Sandiaga Uno memang terlihat menarik di kalangan emak-emak sehingga suara di kalangan wanita khususnya emak-emak menjadi perhatian lainnya. Ini dikarenakan saat ini jumlah wanita di Indonesia hampir sebanding dengan laki-laki sehingga bila bisa menarik kalangan wanita maka potensi menang menjadi lebih besar.